22 Desember 2009

refleksi minggu keempat Desember 2009

Lukas 2: 47-52

RUMAH BAPA
“..Aku harus berada di dalam rumah BapaKu?” (Lukas 2: 49)


“Dalam Rumah Bapaku banyaklah tempat...” itu secuil penggalan lagu yang biasa dinyanyikan saat ada teman dan keluarga yang meninggal dunia. “Rumah Bapaku” menunjuk langsung kepada Sorga. Tempat abadi kekal yang penuh kedamaian Kasih sejati.Hakiki penuh damai dan penuh Kasih itulah yang ditampakkan remaja Tuhan Yesus saat bersama orangtuanya mengunjungi Sinagoge di hari raya Paskah. Jadi bentuknya kini yang berbeda, “Rumah Bapa” di konteks bacaan kali ini menunjuk pada Sinagoge atau Bait Suci Allah tempat ibadah kaum Yahudi.
                                                                                                                     foto: Difri
Saking hari raya Paskah sangat dipegang teguh, 100.000 orang pribadi maupun
biasanya keluarga dan kelompok besar mengunjungi Yerusalem dan memadati kota yang berpenduduk sekitar 25.000 orang. Kafilah-kafilah besar mengadakan perjalanan bersama-sama demi perkawanan dan keamanan. Yusuf dan Maria tidak terlampau mempedulikan Yesus pada hari pertama perjalanan pulang. Hari kedua mereka tersadar Yesus “hilang”, lalu langsung balik ke Yerusalem, mereka menemukanNya pada hari ketiga. Sedang asyik melakukan pembicaraan cerdas dengan para Rabi di Bait Allah. Dan jawab Tuhan Yesus yang sebenarnya adalah “Kamu seharusnya tahu di mana mencari Aku, di sini, di rumah Bapaku.” (ayat 49)

Di akhir dan sebentar lagi menutup Tahun 2009, mari saudaraku, kita mencari Tuhan dengan rindu datang ke rumah Bapa. Rumah Bapa abadi nanti di Sorga. Tetapi sekarang, selagi kita ada dan menjalani hidup juga pelayanan di dunia, Rumah Bapa itu bisa apa dan di mana saja namun inti paling mendasar, Rumah Bapa itu adalah hati kita masing-masing. Hati yang penuh damai dan Kasih. Sejak kecil Tuhan Yesus sadar bahwa ia mempunyai hubungan Kasih mesra dengan Allah Bapa. Hubungan anak yang mengatasi pengetahuan agamawi para orang saleh Yahudi sekalipun. Remaja Yesus tetap juga mengasihi orangtua manusiawinya (Yusuf dan Maria), Ia hormat juga taat kepada mereka (coba baca lagi ayat 51).

Dan mari terus bertambah-tambah baik dan positif di tiap menjelang tahun saudaraku. Ayat terakhir (ayat 52) jelas meneladankan kita, “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatnya dan besarNya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” Selamat Kasih Damai Natal 2009 saudaraku, Selamat makin mengasihi dan layak dikasihi di tahun 2010, seterusnya. Amin.



Pdt. Lusindo Tobing

15 Desember 2009

refleksi minggu ketiga Desember 2009

Lukas 1: 39-45

SAMBUT
“… melonjaklah anak yang di dalam rahim Elisabet..” (Lukas 1: 41)


“Syalom..”, mungkin itulah salam Maria ketika berkunjung bahkan masuk ke rumah Zakharia dan isteri yang sedang mengandung: Elisabet. Lalu ayat 41 eksplisit mengisahkan: Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus.

Mari menyambut Bayi Kudus dengan hati dan iman yang “melonjak” sehingga kita semua boleh penuh diurapi oleh Roh Kudus. Dan bersama Elisabet, mari kita mau lebih memuji-muji namaNya, dengan suara nyaring bersyukur bernyanyi menyambut Sang Mesias Juruselamat, “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah rahimmu.” (ayat 42) Kita diberkati Keselamatan Natal yang sempurna. Kemudian dimampukan menyalurkannya kepada orang-orang terdekat, sekeliling maupun kepada sesama yang menderita bergumul dan tidak pernah disambut oleh dunia.

Dan mari sambut Natal dengan rendah hati. Rendah hati menyambut orang lain, bahkan rendah hati menyambut hidup kehidupan di waktu juga tahun baru depan. Sadarlah sesadar-sadarnya bahwa yang sedang kita nantikan 1-4 minggu belakangan ini adalah seorang Raja. Raja di atas segala raja. Penguasa alam semesta yang mau berwujud dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Kalimat Elisabet yang terkenal,” Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku dating mengunjungi aku?” (ayat 43)

Berbahagialah, bersyukurlah dan bersukacitalah semua kita yang mau sambut (memperingati) kelahiran Penyelamat dunia satu-satunya, Tuhan Yesus Kristus dengan iman yang setia kuat.. “Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.” (ayat 45). Karena selalu ada berkat dan kebahagiaan besar saat kita mau sambut Dia! Amin.


Pdt Lusindo Tobing

10 Desember 2009

refleksi minggu kedua Desember 2009

Lukas 3: 7-18

SUKACITA
“.. membaginya dengan yang tidak punya..” (Lukas 3: 14)




                                                                                                                foto: lt

   
         Di awal Desember lalu, ketika melewati jalan aspal di parkiran sebuah pusat perbelanjaan, saya melihat kumpulan koin uang logam (sekitar 15 koin) dibuang sedikit ditata tertanam di aspal tersebut. Sangat bertolak belakang dengan gerakan “Koin Untuk Prita” mengumpulkan koin uang logam untuk mendukung Prita Mulyasari yang sekarang sedang gencar dilakukan banyak orang di negeri kita.

               Kita mendapat pencerahan di sini, bukan sekadar tentang uang logam, tetapi sikap dan tindakan kita atas benda material tersebut yang penting. Uang bisa dibuang-buang begitu saja, tetapi jika itu digunakan sebagai penghargaan akan harkat kehidupan manusia bahkan berjuang menegakkan keadilan juga perwujudan cinta kasih. Maka uang kita, bahkan yang hanya logam-logam koin kecil bentuk juga harganya, akan jadi sangat banyak besar dan sangat mahal! Benar-benar membawa sukacita.

            Di konteks Yohanes Pembaptis, banyak orang bertanya kepadanya,”Apa yang harus kami perbuat?” direspon dengan jawaban,”Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu. Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu. Dan barangsiapa mempunyai dua helai baju, juga makanan, hendaklah ia membaginya kepada yang tidak punya.” (ayat 14, 13 dan 11).

Mari menyambut, memperingati juga merayakan Natal dengan bersikap dan bertindak untuk orang lain bersukacita. Mari setiap hari mulai advent ketiga ini seterusnya, dari hal sederhana dengan tulus, kita mengkondisikan damai di keluarga juga lingkungan sekitar. Memberi senyum lebih sering untuk siapapun yang kita temui. Dan bersedia melayankan lebih banyak Kasih bagi sesama, khususnya yang menderita dan menangis. Perhatikan, ketika kita bawa bahagia sukacita bagi mereka. Kita yang akan bertambah-tambah sukacita.  Natal adalah membuat orang lain bersukacita!  Amin


Pdt. Lusindo Tobing 

03 Desember 2009

refleksi minggu pertama Desember 2009

Lukas 3: 1-6


PERTOBATAN

“Bertobatlah.. dan Allah akan mengampuni dosamu” (Lukas 3: 1-6)


Memasuki 1 Desember 2009 lalu, kita dikejutkan oleh 2 peristiwa yang kemungkinan besar adalah bunuh diri. Lebih heboh lagi keduanya terjadi di mall (2 mall berbeda) dengan kurun waktu yang tidak terlalu jauh berbeda. namun polisi meyakinkan keduanya tidak saling mengenal dan tidak memiliki hubungan apa pun. Korban pertama, IJ, orang Palembang, jatuh dari lantai 5 pusat perbelanjaan Grand Indonesia ke lantai dasar sekitar pukul 16.00 WIB. IJ diduga kuat bunuh diri tewas saat berada dekat orangtua dan kerabat yang sedang jalan bersama di mal itu, berdasarkan hasil rekaman CCTV, tampak sengaja memanjat pagar pembatas di lantai lima. Korban kedua, RFH, 24 tahun, warga Jakarta, berdasarkan keterangan saksi, juga melompat dari lantai lima Senayan City, Tanahabang, sekitar pukul 21.10 WIB. Bahkan RFH masih hidup saat akan dievakuasi. Tetapi, dalam perjalanan menuju Rumah Sakit tidak dapat diselamatkan.

Refleksi yang kuat untuk saya dan anda dari kedua peristiwa tersebut adalah mari serahkan seluruh beban hidup kita hanya kepada Tuhan. Baik karena himpitan dunia maupun beban perasan atau pikiran yang dari dalam diri sendiri. Karena hanya dengan demikian kita bisa selamat. Dalam perikop minggu adventus kedua ini, Yohanes Pembaptis berseru ke seluruh daerah Yordan,”Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu..” (ayat 3). Yohanes memperingatkan kita semua bahwa tidak ada gunanya dibaptiskan dan hidup tanpa pertobatan yang sesungguhnya: Berhenti mengandalkan kekuatan kedagingan manusia kita dan membuka luas hati pikiran agar rancangan Tuhan saja yang berlaku, yang kita perlihatkan dalam sikap perbuatan.
                                                                                                                                      foto: lt



Mari, persilahkan Tuhan yang membereskan dan menyelesaikan problem masalah kita. Sosok Yohanes Pembaptis mengajak upaya kita membuka jalan bagi Sang Mesias, Tuhan Yesus Kristus, “Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan dan semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan (ayat 4-6, cuplikan Yesaya 40: 3-5).

Sekali lagi, Keselamatan yang datang hanya dari Tuhan Yesus Kristus. Mari kita datang mohon pengampunan, kekuatan dan keselamatan dariNya. Tuhan adalah sumber memberi pengampunan, petunjuk, hikmat bijaksana, kekuatan serta penghiburan, keberserahan yang sabar dan penguasaan hati juga pikiran sehingga kita boleh lebih tenang mensyukuri semua kenyataan hidup. Dan kita akan terus diperlengkapi melayani Allah dengan melayani sesama penuh Kasih Mari, sebelum terlambat, selagi masih ada waktu untuk pertobatan. Amin.



Pdt. Lusindo Tobing

25 November 2009

refleksi minggu kelima November 2009

Lukas 21: 25-36

SUDAH DEKAT

“..sebab penyelamatmu sudah dekat..” (Lukas 21: 28)


Tanda-tanda kedatangan Tuhan Yesus untuk kedua kali nanti, tetap menarik untuk diketahui banyak orang. Seperti sekarang kita yang masih heboh dengan isu Tahun “2012”. Walau ada pihak melarang untuk ditonton, tetapi tetap saja banyak orang menonton filmnya. Bahkan mencari copy film dan bukunya yang dijual bebas di jalan-jalan besar Jakarta.

Nah, di konteks perikop kali ini, Tuhan Yesus menggunakan perumpamaan “pohon Ara”. Pohon pertama di Palestina yang memperlihatkan daunnya dan menjadi tanda akan datangnya musim semi.
Dengan tanda-tanda Hari Terakhir di firman ini, penafsirannya memang kedatangan kedua kaliNya adalah sudah dekat! Walau pengertian Allah tentang “dekat” tentu bisa sangat berlainan dengan kemampuan rasional atau keinginan kita.

Sekarang, jauh lebih indah jika kita merefleksikannya menjadi sebuah kekuatan dan semangat iman: Hari ini (atau tiap hari yang kita jalani) bisa menjadi hari yang terakhir bagi saya dan anda. Oleh karenanya, mari kita lakukan dan persembahkan yang terbaik di tiap hari yang Tuhan beri.

Seperti tertulis di ayat 28, “Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkit dan angkat mukamu..” secara iman kita disuruh untuk berjaga-jaga. “Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.” (ayat 34)

Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataanKu tidak akan berlalu (ayat 33). Jadi yang penting bukanlah ragu-ragu apalagi putus asa. Tetapi kesiapan hati iman kita bersama menyongsong dan menghadapi kesudahan. Hari kedatangan Anak Manusia untuk kedua kalinya.

Mari datang kepada Allah memohon kekuatan untuk kita lebih bertekun mengasihi Tuhan dan sesama. Menanti kedatangannya. Hingga saatnya nanti layak tahan berdiri di hadapan Anak Manusia (ayat 36)
                                                                                                                                                            foto: lt.

Selamat memasuki minggu-minggu Adventus (Masa Advent) saudaraku.

Penyelamat kita sudah dekat. Bahkan sebenarnya Ia sudah lebih dekat bahkan dari kulit kita sendiri. Dia ada di hati. Ya, Penyelamat/Juruselamat kita itu ada di “palungan” hati kita! Amin.


Pdt. Lusindo Tobing

18 November 2009

refleksi minggu keempat November 2009

Yohanes 18: 33-37

BUKAN DARI DUNIA
“KerajaanKu bukan dari dunia ini..” (Yohanes 18: 36)

                                                                          
                                                                                                foto: lt


“Tahun 2012” sekarang ini lagi ramai dibicarakan. Bukunya yang berjudul sama, berisi tentang cerita bahkan teori kemungkinan di tahun 2012-lah terjadinya kedatangan Tuhan kedua kali (kiamat), menjadi salah satu buku best seller. Begitu pula dengan filmnya, beramai-rami orang ingin menonton pemutaran film 2012 tersebut. Banyak pendapat dan beragam penilaian. Namun satu hal yang sama perlu kita akui, rupanya kita benar-benar penasaran akan kebenaran saat Penghakiman Terakhir itu. Waktu semua manusia dipilah-pilah akan masuk sorga atau neraka.

Pilatus juga sangat penasaran. Bahkan ia makin tidak sabaran lagi menunggu jawaban tentang Kerajaan dari Tuhan Yesus. Ini babak kedua pengadilan Tuhan Yesus di hadapan Pilatus. Jika pada babak pertama adalah penyerahan secara paksa Yesus oleh orang-orang Yahudi kepada Pilatus dan perdebatan itu terjadi di luar Praetorium (tempat kediaman resmi Gubernur Militer Romawi). Di babak kedua ini, selain terjadinya di dalam Praetorium, terjadilah wawancara antara Pilatus dengan Yesus.

Jawaban Tuhan Yesus menunjukkan pengertian yang jelas berbeda. Kerajaan dalam arti politis memang harus didukung oleh kekuasaan dan dukungan politis, tetapi kerajaan rohani beserta kebenaranNya tidaklah membutuhkan dukungan apalagi bantuan seperti itu. Kata dan ungkapan “raja” dipakai pertama kalinya oleh Pilatus, dan Tuhan Yesus tampaknya membiarkan itu agar Pilatus sendirilah yang akhirnya menjawab dan memahami.

Kerajaan di dunia biasanya tidak dihubungkan dengan kebenaran. Tetapi Kerajaan Kristus sangat berisikan Kebenaran itu, nilai rohani dan spiritualnya sangat terasa, bahkan Allah adalah Kebenaran Sejati itu. Dan kita rindu ke KerajaanNya, kembali ke sana, karena kita dengan iman meyakini bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat, Sang Kebenaran.

“Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah Raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suaraKu.” (ayat 37) Kita hidup di dunia, kita sadari itu. Tetapi imani dan aminilah bahwa kita bukan berasal dari dunia. Tetapi kita berasal dari kebenaran itu yakni: Tuhan.

Oleh karenanya mari ikuti teladan Tuhan Yesus yang tiada gentar dan tidak lari dari tantangan pergumulan. Karena semua itu harus ditanggungNya dan kini harus juga kita menanggungnya dengan wujud kuat memikul “salib” kita masing-masing. Semua harus kita jalani dengan damai dan sejahtera dalam Kasih Kristus. Mari ikuti Dia. Mari memahami kebenaran rohani dan dengan kuat meyakininya. selama hidup di dunia mari teladani pelayananNya yang penuh Kasih, berani, jujur, setia, sampai selesai. Dan kita akan diikutkan olehnya di satu hari nanti. Menuju KerajaanNya.

Sekali lagi Kerajaannya bukan dari dunia yang sekarang masih kita tempati sebagai gelanggang kehidupan kita. Tetapi kita akan bersama-sama diangkatNya menuju Kerajaan Sorgawi yang kekal dan abadi. Apakah di Tahun 2012? Hanya Allah satu-satunya yang mengetahuinya, tidak ada yang lain! Yang pasti kini, kita masih hidup di dunia. Namun mari berpikir dan berbuat hanya dalam Kebenaran Kasih. Mari lebih lagi melayani sesama dengan mata iman melihat tertuju ke arah Allah Bapa di Sorga. Amin.



Pdt. Lusindo Tobing

12 November 2009

refleksi minggu ketiga November 2009

Markus 13: 1-8

WASPADA

“Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu!” (Markus 13: 5)




Ungkapan "KPK vs POLRI" atau diistilahkan “Cicak lawan Buaya” makin ramai saja belakangan ini. Pertarungan KPK versus Kepolisian tak terhindarkan. Kini semua cenderung saling menjatuhkan dengan mengungkap kelemahan lawan. Bahkan melebar ke instasi Kejaksaan Tinggi, lalu melibatkan TPF (Tim Pencari Fakta) yang dibentuk Presiden, MK (Mahkamah Konstitusi) hingga ribut berseteru di rapat pertemuan DPR dengan LSM juga maraknya demo di berbagai pelosok negeri kita. Sebenarnya Indonesia sedang belajar berdemokrasi lebih baik (mau lebih terbuka dan jujur) atau sebaliknya, Indonesia sedang makin tersesat, melestarikan kebohongan dan penipuan?

Tuhan Yesus mengajar di perikop kali ini dengan nada mengingatkan,”Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu!” Ada dua kejadian atau peristiwa besar terus-menerus disoroti di konteks Markus 13: Pertama, kejadian di waktu yang terdekat dalam kejatuhan Yerusalem pada tahun 70 M. Dan kedua, kejadian terakhir saat kedatangan Kristus kembali dalam kemuliaan (parousia). Kedua hal ini dipakaiNya untuk menjalin inti ajaran kali ini: Waspada. Di ayat 9 juga digunakan ungkapan, “hati-hatilah!”

Kita diingatkan seperti para murid diingatkan akan maraknya kebohongan dan penipuan. Baik dalam bidang keagamaan, kegemparan-kegemparan bidang politik dan internasional, serta terjadinya banyak bencana seperti gempa bumi dan kelaparan (baca ayat 6-13). Tetapi semua itu barulah permulaan penderitaan menjelang zaman baru. Tuhan Yesus sekali lagi mengingatkan untuk kita jangan gelisah. Karena semuanya itu harus terjadi, tetapi itu belum kesudahannya (ayat 7). Karena Injil harus diberitakan dahulu kepada semua bangsa (ayat 10).

Waspadalah terhadap penyesat iman dan hidup kita saudaraku. Dan jangan kuatir untuk bersaksi, baik utamanya lewat teladan perbuatan kita yang benar, jujur dan terbuka seturut perintah Firman Allah. Maupun melalui perkataan dan sikap tingkah laku Kasih yang melayani di keseharian.Teruslah iman bertumbuh dan pelayanan berkembang bahkan di tengah tipu muslihat dan pergumulan segelap apapun. Di ayat 13 kembali Tuhan Yesus mengingatkan dan menjanjikan, “Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya ia akan selamat.”. Asal kita mau senantiasa waspada! Amin.




Pdt. Lusindo Tobing

(gambar oleh Tempo)

04 November 2009

refleksi minggu kedua November 2009

Markus 12: 38-44

MEMBERI

.. tetapi janda ini memberi dari kekurangannya.. (Markus 12: 44)



Bagian kali ini sebenarnya terdiri dari dua konteks peristiwa berbeda (ayat 38-40 & 41-44). Namun mengandung kelanjutan pesan Firman yang kuat. Dijabarkan sesungguhnya tidak semua ahli Taurat itu jahat (ingat bahan refleksi Minggu pertama lalu, coba baca lagi ayat 34). Tetapi, kecenderungan umum dari golongan mereka menjurus ke tingkah laku bermegah-megahan, keserakahan dan kemunafikan. Oleh karenanya Tuhan Yesus mengingatkan dalam pengajaranNya,”Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat..” (ayat 38).

Kini firman tersebut tiba kepada kita. Sudahkah kita berupaya memberangus keserakahan, bermegah sombong dan bahkan kemunafikan kita. Jika belum, maka semua itulah yang memandekkan anda dan saya melakukan satu perintah mulia di dua perikop kali ini, yakni: Memberi.

Dilakonkan seorang janda yang dalam kesederhanaan kebaktiannya. Di antara banyak yang lain yang memberi persembahan ke dalam peti persembahan. Dengan rendah hati ia mempersembahkan segala penghasilan bahkan miliknya hanya kepada Allah.

Tuhan memperhatikan bukan apa yang diberikan, tetapi bagaimana mereka memberikannya. Dia sumber dari berkat yang melimpah dalam kehidupan kita, memberi selalu memberi untuk anda dan saya mengalir seperti air sungai yang jernih tak pernah berhenti.



foto: lt




Uang pada dirinya sendiri tidaklah berharga di dalam Kerajaan Allah. Tuhan tidak menghitung jumlahnya, tetapi Dia sangat memperhatikan motivasi si pemberi uang persembahan. Janda itu memasukkan “hanya” dua peser –mata uang tembaga yang paling kecil nilainya-. Oleh penulis Injil Markus demi kepentingan para pembaca Romawi dihitung dalam ungkapan Romawi, yaitu satu duit (ayat 42). Yesus mengetahui persis jumlah persembahan, bahkan Ia adalah Tuhan yang mengetahui dan mengutamakan isi hati yang menyampaikan persembahan. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.” (ayat 43-44)

Mari lebih memberi dan memberi saudaraku. Dengan memegang hakiki segala pemberian persembahan sebenarnya adalah penyembahan dan pengorbanan. Tuhan sangat memperhatikan bahkan menyukai persembahan terbaik: Memberi dari kekurangan kita. Amin.



Pdt. Lusindo Tobing

30 Oktober 2009

refleksi minggu pertama November 2009

Markus 12: 28-34
UTAMA
“Hukum manakah yang paling utama?” (Markus 12: 28)


Tampaknya pada masa kini orang lebih banyak ber-Filantropi. Yakni memberi tekanan besar kepada kasih terhadap manusia. Dan cenderung mulai melupakan kasih kepada Allah.

Tuhan Yesus Kristus di perikop kita kali ini menghubungkan keduanya dan bahkan mengutamakan kasih yang kepada Allah dulu. Filantropi itu tidak seharusnya menggantikan iman kita saudaraku, sebaliknya itu harus mengalir dari hati kita yang penuh Kasih.

Tanya seorang ahli Taurat, “Hukum manakah yang paling utama? (dari Bahasa Yunani “poia entole”). Sepertinya ada pembagian perintah hukum ‘yang besar/berat’ dan perintah hukum ‘yang kecil/ringan’.
Tetapi Tuhan Yesus menjawab dengan ajaib, Ia menyatukan dua bagian Alkitab (Ulangan 6:4-9 & Imamat 19: 18) kemudian menyampaikan Hukum yang terutama itu supaya kita lakukan: Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (ayat 30-31).

Kasih rupanya bukanlah sekadar perasaan yang emosionil. Namun sebagai asas aktif meliputi seluruh kepribadian.

Sebelum kita melakukan hukum-hukum yang lain. Mari terlebih dulu mau dan siap Hukum mengasihi.
Melakukan Kasih dengan mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama kita.

Miliki hubungan akrab sekali dalam Kasih Kristus. Dalam kondisi apapun teman2!

Dengan/ lalu tunjukkan iman dan pengharapanmu dengan memberlakukan Kasih di keseharian. Abdikan hati yang memaafkan orang-orang di dekatmu, wujudkan pikiran yang selalu mencari solusi atau jalan keluar, dan berlakukan tangan yang siap membantu orang lain. Khususnya kasihi sungguh mereka yang sedang menderita dan kesakitan.

Mungkin kita tidak bisa jadi yang terutama, namun kita bisa melakukan Kasih yang terutama itu. “Bahkan jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan!” Kata si ahli Taurat di ayat 33.
Dan Tuhan Yesus mengagumi kebijaksanaan jawaban itu, Ia berkata kepada si ahli Taurat,”Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!” Indah sekali..

Mari makin dekat dan semakin layak menjadi anak-anak Allah yang dikasihiNya.

Mari utamakanlah Kasih..
                                                                                                                        Lusindo Tobing


Gemarlah melakukan Hukum Utama: Mengasihi.
Tidak ada hukum lain yang lebih utama!

Lihatlah dan kecaplah, ketika kita mengutamakan mengasihi. Akan semakin banyak orang lain dan semakin besar yang berbalik mengasihi anda dan saya.

Terutama Allah tentunya, akan mengasihi dengan berpihak dan mengutamakan kita selalu..
Bahkan menjadi pewaris Takhta KerajaanNya: Sorga abadi kekal. Dengan mulai ‘mencicipinya’ di hidup dunia kita kini: menikmati ketenangan dan damai juga sejahtera yang luarbiasa.
Amin.


Pdt. Lusindo Tobing

21 Oktober 2009

refleksi minggu keempat Oktober 2009

Markus 10: 46-52


MENYELAMATKAN
“Pergilah imanmu telah menyelamatkan engkau!” (Markus 10: 52)



Jika ada seorang pengemis datang menghampiri. Apa yang biasa dilakukannya? Pasti memohon sedekah, tepatnya meminta uang pengasihan kita. Namun beda dengan Bartimeus, anak Timeus, seorang pengemis yang buta di perikop kali ini.

Bartimeus memanggilNya dengan gelar Mesianis: Anak Daud. Dalam Injil Markus, ia yang pertama berbuat demikian. Seluruh peristiwa penyembuhan ini adalah awal dari pemberitaan Mesias di depan umum.

Rencana Ilahi dan Misi Tuhan Yesus yang sedang menuju Yerusalem, dihentikan saat baru keluar dari Yerikho oleh seruan meminta pertolongan yang sangat bersemangat. Semangat yang berasal dari iman seorang pengemis yang buta!

Keterbatasan jasmani tidak menghalangi imannya. Pun dibatasi oleh tegoran banyak orang yang menyuruhnya diam, ia malah semakin keras berseru,”Anak Daud, kasihanilah aku!” (coba baca lagi ayat 47-48, luarbiasa)
Allah kita adalah Tuhan yang akan selalu bersedia menanggapi seruan dan minta tolong umatNya. Siapa saja yang mau percaya penuh kepadaNya. Apalagi seruan seperti si pengemis buta ini, mengandung kebulatan tekad (ayat 48), kepastian (ayat 51) dan iman (ayat 52).

Itu tampak ketika Tuhan Yesus bertanya padanya di ayat 51, ”Apa yang kau kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” Sebuah pertanyaan yang kedengarannya tidak perlu bagi seorang buta. Namun pertanyaan tersebut bermaksud ganda: pertama, menuntut si pengemis buta menerangkan kebutuhannya. Kedua, agar ia menunjukkan kepada orang banyak bahwa kali ini dia tidak minta uang.

Lalu jawabannya kepada Tuhan sangat menampakkan iman percaya, “Rabuni supaya aku dapat melihat.” Coba perhatikan kalimatnya: singkat, jelas, terasa akrab, intim, percaya sekali dan kuat. Kata “Rabuni” (dari Bahasa Yunani “Rhabbounei”) berarti “Tuanku” dan “Guruku”. Lebih kuat daripada “Rabi” atau “Guru”.

Bartimeus meminta Keselamatan. Dan Tuhan Yesus memberikannya, “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” Pada saat juga melihatlah ia, lalu mengikuti Yesus dalam perjalananNya. (ayat 52)

Keselamatan berasal dari iman. Dari mata iman yang terbuka percaya. Juga dari mata jasmani yang mau lebih dicelikkan agar jadi teladan setia mengikuti Dia, dengan lebih mengasihi orang lain. Sepanjang mata kita masih bisa melihat.


foto: lt.

Melihat diri sendiri, melihat keluarga kita, studi, pekerjaan bahkan pelayanan, lingkungan, alam dan seluruh hidup kehidupan. Sepanjang waktu hingga nanti kita tutup mata selamanya.

Mari miliki Iman yang bulat, kuat dan setia. Itulah iman yang menyelamatkan kita dan orang lain. Iman di dalam Tuhan Yesus Kristus! Amin.



Pdt. Lusindo Tobing

13 Oktober 2009

refleksi minggu ketiga Oktober 2009

Markus 10: 35-45

2 M
“..untuk melayani dan untuk memberikan...” (Markus 10: 45)


2 M di sini bukan nominal uang. Tetapi pernyataan tegas dari Tuhan Yesus yang paling tua tentang tujuan kedatangan serta pekerjaanNya: pertama untuk Melayani dan kedua untuk Memberi. “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (ayat 45).

Kecenderungan sepanjang sejarah, terbukti pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan “tangan besi”. Pembesar-pembesar menjalankan kuasa dengan keras. Tetapi tidaklah demikian dengan kita. Baca lagi ayat 43-44, maka bunyinya kurang-lebih begini: Barangsiapa ingin menjadi besar dari semuanya, hendaklah ia menjadi pelayan untuk semua. Dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka dari semuanya, hendaklah menjadi hamba untuk semuanya.


foto: Lusindo Tobing
Tuhan Yesus sendiri meneladaninya. Tanpa pengecualian melaksanakan apa yang Ia ajarkan. Bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani. Dan bukan hanya mau diberi, tetapi untuk memberi. Bahkan memberikan nyawaNya . Tuhan Yesus adalah pengejawantahan etikaNya sendiri. Mengajar dan menunjukkan dengan tegas perbedaan asasi antara kebesaran duniawi dengan kebesaran rohani.

Kini pernyataan Firman Tuhan ini sampai kepada kita. Mari kita miliki kebesaran rohani. Tanpa terlalu banyak mencari-cari alasan, bertekadlah mau memperbaiki diri. Mari kita lakukan 2M. Siap untuk melayani dan memberi, apalagi ketika lingkungan atau orang lain membutuhkan itu dari kita. Mulailah dari keluargamu.

Luangkan waktu lebih banyak dengan isteri, anak-anak, kakak-adik dan orangtuamu. Ketahuilah dengan cepat apa yang sedang alami dan butuhkan. Mulailah dengan lebih banyak mendengar mereka, mendengar suara lisan tetapi juga gerak-gerik tubuh anggota keluargamu. Perhatikan, “mendengar” saja sebetulnya sudah melayani dan memberi. Setelah itu kita akan terbiasa dipakai Tuhan dengan akal dan hati kita untuk melayani mereka bahkan bisa memberikan satu dan banyak hal lainnya yang tepat kena sasaran di hati dan hidup mereka. Dan kita akan lebih berhasil saling membesarkan, dengan nyata saling membawa kebahagiaan dan kesukacitaan dan bisa menikmati bersama keluarga. Kehidupan keluarga jadi lebih indah.

Lalu berusahalah untuk hidup lebih berarti bagi sesama dan lingkunganmu. Dengan lebih banyak melayani di studi, pekerjaan bahkan pergaulan sehari lepas sehari. Mari memberi, memberi lebih banyak perhatian, kehadiran, tenaga, uang untuk orang-orang di dekat kita pada komunitas apapun. Setelah lingkungan sekitar hingga kepada masyarakat, lalu rekan-rekan sebangsa senegara, hingga sesama lain di muka bumi yang membutuhkan pelayanan dan pemberian kita. Sekecil apapun dan sesukar bagaimanapun kita, ayo jangan lelah melayani dan memberi kepada sesama untuk membuat segalanya tidak hanya lebih besar, tetapi lebih baik.

Dalam dunia orang suka memerintah dan menguasai orang lain. Maunya hebat sendiri. Dengan memakai pengaruh pribadi untuk membesarkan diri. Tetapi kebesaran kita yang sesungguhnya hanya ada dalam KerajaanNya, yakni Kebaikan Kasih. Mengalir dalam pelayanan dan pemberian kita yang mau rendah hati juga tulus menjadi saluran berkat kebahagiaan bagi lebih banyak orang.

Teman-teman terkasih mau jadi terkemuka? Mau jadi besar dan hebat? Lakukan 2 hal refleksi ini dengan nyata: Melayani & Memberi. 2M!  Amin.

 
Pdt. Lusindo Tobing

07 Oktober 2009

refleksi minggu kedua Oktober 2009

Markus 10: 17-31

MUNGKIN
“Sebab segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah.” (Markus 10: 27)

Sukar namun bisa. Itulah yang dimaksud dengan kata “mungkin” oleh Tuhan Yesus Kristus kepada para muridNya. Tentang seseorang untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. “Anak-anakKu, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. ” (ayat 24). Ajaran ini jawaban atas pertanyaan seorang yang berlari-lari mendapatkan Dia lalu bertelut di hadapanNya,”Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Tujuannya datang kepada Tuhan, melulu pokoknya untuk masuk sorga. Bukan rindu untuk mengikuti Tuhan.

Mari berjuanglah, berusahalah dengan sungguh lewat kesetiaan dan ketaatanmu mempersilahkan Rancangan Tuhan saja yang berlaku. Andalkan Tuhan di setiap sendi dan fenomena hidup kehidupanmu. Maka engkau bahkan juga keluargamu akan selamat.

Jangan andalkan kekuatan dan pikiranmu belaka. Jangan andalkan kekayaanmu! Berhentilah bernegosiasi dengan Tuhan. Kita tidak boleh dan tidak bisa untuk itu. Kita tidak punya hak sesungguhnya untuk tawar menawar denganNya, kecuali Tuhan menanyakan itu pada kita. Lakukan dan jalani hidupmu dengan ketulusan Kuasa Kasih. Mencintai dengan tulus. Mengasihi Allah tanpa ada “udang di balik batu”. Melayani sesama dengan jernih, apa adanya. Membantu tanpa pamrih dan menolong tanpa mengharap balas.

                                                                                                                                                                    foto: lt



Pribadi atau keluarga yang mau melakukan Firman, bahkan meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Dia (baca lagi ayat 29) maka pasti menerima upah dariNya. Namun sekali lagi, bukan upah itu yang harus pertama dan kita utamakan. Mari, mengikuti Tuhan Yesus terlebih dahulu, dengan penuh percaya bahkan sadar dan mengakui bahwa segala sesuatu yang ada dan kita miliki adalah milik Tuhan. Lebih rendah hati, kuat iman dan ahli mempergunakan harta kekayaan hanya untuk meluhurkan dan memuliakan namaNya.

Singkirkan berkata di hati dan pikiranmu, “tidak mungkin”. “Apa mungkin aku memperoleh hidup kekal”, “Mana mungkin keluargaku diselamatkan”, “Kerajaan Allah tidak mungkin jadi bagian kami.” Dan seterusnya. Karena di dalam dan bersama Allah, segala sesuatu adalah: Mungkin. Amin.



Pdt. Lusindo Tobing

01 Oktober 2009

refleksi minggu pertama Oktober 2009

Markus 10: 2-16

KELUARGA
“.. apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia..” (Markus 10: 9)


Kali ini mari kita kembali kepada keluarga. Mari kita refleksikan khususnya soal perceraian dan anak-anak.

Yang pertama, tidak hanya di era canggih sekarang saja marak perceraian dalam keluarga. Jauh di konteks Tuhan Yesus pun (Perjanjian Baru) rupanya sudah trend dan jadi salah satu pokok perdebatan jemaat. Bahkan, peristiwa perceraian-perceraian paling awal yang terekam dalam Alkitab adalah pada masa Musa (Perjanjian Lama).

Orang-orang Farisi mencobai Tuhan Yesus dengan, “Musa member izin untuk menceraikan dengan membuat surat cerai?” Tuhan Yesus menjawab tegas di ayat 5,”Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah itu untuk kamu.” Jelaslah pengesahan Musa terhadap perceraian adalah suatu kelonggaran bagi kelemahan manusia, untuk mengatur perceraian dalam keadaan masyarakat yang terpolusi banyak hal buruk.


Namun yang lebih penting Tuhan Yesus secara khusus mengembalikan kepada Rancangan Allah sejak mula. Bahwa perkawinan diadakan sebagai cita-cita ilahi dan bahwa persekutuan itu adalah tetap, tidak dapat ditiadakan. “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (ayat 9). Laki-laki dan perempuan dalam hal ini tentu mempunyai kedudukan sama di hadapanNya.

Lalu yang kedua, tentang anak-anak. Tuhan adalah Pelindung mereka. Perhatikan ayat 14, perkataan Tuhan Yesus, ”biarkanlah anak-anak itu datang kepadaKu” bukannya,”biarkan mereka dibawa kemari.” Ini respon kepada murid-murid yang memiliki penilaian keliru, baik mengenai seorang anak maupun sifat-sifat kerajaanNya. Kerajaan Allah bukanlah soal kekuatan, gagah, cantik, atau soal prestasi maupun jasa.

Kita harus menyambut Kerajaan Allah sebagai suatu karunia, dan dalam hal inilah anak-anak dibela, dipeluk (dikasihi), bahkan diberkati Tuhan Yesus. “Lalu ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tanganNya atas mereka Ia memberkati mereka.” (ayat 12). Bahkan kata aslinya (Yunani) kateulogei berarti,”Tuhan Yesus memberkati mereka dengan sangat, berulang kali.”

Mari kembali kepada keluarga saudaraku. Tolak perceraian. Kita masuki penghayatan, penghargaan dan ucapan syukur kita atas keluarga yang Tuhan sudah anugerahkan. Dengan lebih memberikan hati, waktu dan perhatian bagi keluarga.

“Pulanglah” jumpai suami, isteri, anak-anak dan saudaramu. Bela mereka, lebihlah peduli, bahkan peluk keluargamu, sayangi, cintai dan kasihi mereka dengan Kasih Tuhan yang berulang-ulang. Jangan berhenti! Karena di keluargalah nilai spiritualitas dan iman mayoritas dimulai dan tumbuh. Tuhan Yesus Kristus memberkatimu beserta keluarga. Amin.


Pdt. Lusindo Tobing

22 September 2009

refleksi minggu keempat September 2009

JANGAN MENYESATKAN
“Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil..” (Markus 38: 42) 

“Anak-anak kecil” di ayat 42, khusus dimaksudkan untuk mereka di jemaat Roma yang baru percaya Kristus, masih lemah iman, mudah ditipu dan bisa disesatkan. Kita jadi teringat kembali, sosok Noordin M Top. Yang akhirnya tewas ditembak Densus 88 dalam pengepungan sekitar 9 jam di sebuah rumah di Desa Kepuhsari, Solo Jawa Tengah, 17 September 2009 lalu. Sangat piawai mempengaruhi orang lain hingga tersesat iman dan jalan hidupnya, bersedia melakukan bom bunuh diri dan tindakan terorisme lainnya yang sangat jauh dari damai..

foto: detik.com
Bagi siapa saja yang menyesatkan, Tuhan Yesus keras berfirman,”..lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu dibuang ke dalam laut.” Batu kilangan (dari bahasa Yunani: mylos onikos) adalah sebuah batu yang cukup besar sehingga membutuhkan seekor keledai untuk dapat membalikkannya.

Perikop kita kali ini, sesungguhnya bisa dibagi menjadi dua kelompok besar: Kelompok pertama adalah ayat 38-42 yang membicarakan tugas untuk saling bermurah hati, bersabar dan menjadi saluran berkat; Kelompok kedua adalah ayat 43-50 membicarakan perlunya penertiban hati dan diri. Kelompok pertama mengatur sikap kita terhadap orang lain, sedang kelompok kedua mengatur sikap kita terhadap diri sendiri. Terhadap orang lain kita harus “lembut” berdamai dan bermurah hati. Namun terhadap diri sendiri kita harus keras (kuat dalam iman). Kedua hal luarbiasa inilah yang akan memampukan untuk kita semua tidak mudah tersesat apalagi menyesatkan.

Mari, jangan tersesat dan janganlah menyesatkan orang lain! Keraslah terhadap diri sendiri, kuat mengendalikan diri, teguh iman, tidak mudah diganggu dan miliki hati setia percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Lalu jalankan Tabiat Kristus, tabiat yang memancarkan terang Kasih Kristus di keseharian hidup kita. Menerangi sesama, siap melayani, menunjukkan jalan yang baik, menegakkan kebenaran Kasih, menolong dan mempengaruhi orang lain damai dalam Kasih. Berfungsi seperti “menggarami dengan api” di ayat 49-50: Karena setiap orang akan digarami dengan api. Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Mari selalu mempunyai “garam” dalam diri kita. Dan berjuanglah selalu hidup berdamai dengan orang lain. Amin.


Pdt. Lusindo Tobing

15 September 2009

refleksi minggu ketiga September 2009

Markus 9: 30-37

TERDAHULU
“Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir..” (Markus 9: 35)


foto: Kompas
Berdesak-desakan ingin duluan. Itu fenomena yang marak akhir-akhir ini. Duluan untuk mendapat yang diinginkan saat antri minyak tanah, antri gula, juga sembako lainnya, antri saat di kemacetan, juga saat antri tiket transportasi mudik, saat antri masuk gerbong kereta dan menaiki kapal laut. Semua merasa lebih layak, dan yang lain belakangan saja, apalagi kepada kaum lansia (lanjut usia) dan anak-anak kecil, tidak dipedulikan! Bahkan sampai ada yang ribut, cekcok di antara yang mengantri, hampir berkelahi.

Terjadi juga percekcokan di antara para murid Tuhan Yesus. Saat mereka menuju Yerusalem, menuju penderitaanNya. Tepatnya ketika melewati Galilea, saat di Kapernaum. Murid-murid mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. Dia menegaskan,”Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.” (ayat 35) Menyambut Tuhan dengan ketulusan-kerendahan hati seperti seorang anak kecil, itu yang diinginkanNya. Menarik, ketika Dia menempatkan seorang anak kecil (penggambaran sosok yang sering diabaikan) di tengah-tengah mereka. Di ayat 36 jelas dinyatakan, “kemudian Ia memeluk anak itu. “ Ya, Tuhan Yesus menyayangi anak kecil itu, Ia mencintai sungguh dan mengasihi semua mereka yang dipandang tidak penting, tidak dihargai dan tidak masuk hitungan. Ajaran, perintah dan teladan yang indah untuk para muridNya. Juga tentu, kini, kepada kita.

Peluklah mereka yang “kecil”. Mari kasihi dan sayangi dengan sungguh . Mereka membutuhkan Kasih Anugerah Tuhan melalui kita. Mari menjadi perpanjangan Tangan Tuhan Yesus “memeluk” orang lain di sekitar kita, khususnya yang menderita. Bersedialah selalu menjadi pelayan KasihNya, mau jadi “yang terakhir” dan “kecil”. Tulus dan rendah hati melayani. Semua itu akan membuat kita lebih dilayakkan sebagai murid pengikutNya. Layak menerima hak istimewa Kerajaan Sorga dan dianugerahkan berkat melimpah saat hidup di dunia. Mau jadi terdahulu dan besar saudaraku? Mari, jadilah yang kecil dan terakhir. Amin.


Pdt. Lusindo Tobing

09 September 2009

refleksi minggu kedua September 2009

Markus 8: 27-38

MESIAS!
“Engkau adalah Mesias!” (Markus 8: 29)

Setelah Tasikmalaya (2 September 2009) dan Yogyakarta (7 September 2009) diguncang gempa, kembali lagi gempa bumi berkekuatan 6,0 skala Richter mengguncang Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, pada Rabu kemarin. Menariknya di tanggal yang katanya istimewa dan penuh keberuntungan: 09.09.09 (9 September 2009). Beruntung memang, karena gempa Tolitoli tersebut tidak menimbulkan korban jiwa dan kerusakan yang parah. Namun tetap saja membuat warga panik, berhamburan ke luar rumah, resah dan hingga Rabu sore itu masih ketakutan akan datangnya gempa susulan.

“Gempa” juga melanda hati dan iman para murid ketika tiba di Kaisarea Filipi (kota paling utara yang dicapai Kristus) karena 2 pertanyaanNya. Pertanyaan pertama, suatu pertanyaan umum, “Kata orang, siapakah Aku ini?” (ayat 27) lalu Tuhan Yesus berlanjut lagi ke pertanyaan yang lebih terperinci, lebih menantang dan mengguncang mereka secara pribadi, ”Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?

Mari menjawab berbagai guncangan pergumulan kehidupan dengan iman yang jelas dan teguh. Seperti jawaban Petrus: “Engkau adalah Mesias!” Jawaban si-jurubicara para murid ini menggugah kembali akan kenyataan yang luarbiasa. Bahwa Yesus adalah yang “dijanjikan” dan “dinubuatkan” sejak dulu sebagai Juruselamat kita satu-satunya! Mari memiliki hati, pikiran bahkan perbuatan sebagai pengikut setia Sang Mesias. Walaupun bumi akan lagi-lagi berguncang (ingat Petruspun beberapa kali terguncang dan goyah oleh Iblis, contohnya baca lagi di ayat 32-33).

Dan mari lebih banyak mengasihi dengan memberi. Memberi bantuan bagi yang membutuhkan bantuan dan memberi pertolongan bagi yang membutuhkan pertolongan, karena Injil dan hanya untuk memuliakan nama Mesias kita. “Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.” (Markus 8: 35). Mari kita jawab bersama pertanyaan Tuhan tadi dengan,“Engkau Tuhan Yesus Kristus, adalah satu-satunya Mesiasku, Mesias kami!” Amin.

Pdt. Lusindo Tobing

02 September 2009

refleksi minggu pertama September 2009

Markus 7: 24-37
BAIK
“Ia menjadikan segala-galanya baik” (Markus 7: 37)

foto: Kompas


Gempa mengguncang kita lagi. Tepatnya hari Rabu lalu (2/Sept/09) sekitar pukul 14.55 yang berpusat di kedalaman 30 kilometer di bawah dasar Samudra Indonesia, dari 142 km barat daya Kabupaten Tasikmalaya dan terasa di Jawa, Bali hingga Sumatera. Akibatnya jatuh korban. 39 orang tewas, puluhan lainnya tertimbun longsor dan seribu-an rumah dan bangunan lain roboh rusak. Mari “mendengar” suaraNya lewat kekuatan fenomena alam ini. Dan jika kita dan keluarga boleh diselamatkan dari gempa, mari dengarkan rintihan mereka yang rumahnya roboh, anggota keluarganya terluka, tertimbun longsor, bahkan ada yang tewas.

Seorang ibu, yang anaknya perempuan kerasukan roh jahat, segera mendengar tentang kedatangan Tuhan Yesus ke daerah Tirus, lalu datang dan tersungkur di depan kakiNya. Penulis Injil Markus bahkan terperinci menyatakan bahwa perempuan itu adalah orang Yunani bangsa Siro-Fenisia. Seorang yang berbahasa Yunani, non-Yahudi dan seorang penyembah berhala. Katanya, “Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak.” Mendengar jawaban yang menunjukkan kesungguhan iman seperti ini, Tuhan Yesus saat itu juga menyembuhkan anaknya.

Ketika melanjutkan perjalananNya ke danau Galilea, di tengah-tengah daerah Dekapolis. Kembali Dia didatangi mereka yang membawa seorang tuli dan gagap, memohon kepadaNya supaya Ia meletakkan tanganNya atas orang itu agar disembuhkan. SabdaNya, “Efata!” (dari bahasa Aram: “Ephphatha”), artinya “Terbukalah!” Maka terbukalah telinga orang itu dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya , lalu ia berkata-kata dengan baik.

Refleksi kita: mari memiliki telinga hati yang terbuka saudaraku, yang rindu mau mendengar suara Tuhan bahkan di balik getaran dan guncangan gempa 7,3 skala Richter sekalipun. Takutlah akan Tuhan dan sembahlah Dia lebih lagi. Dengarkan juga suara butuh pertolongan saudara sebangsa setanah air yang menjadi korban. Bantu mereka. Mari kita lakukan kebaikan, membagikan Cinta Kasih Tuhan Yesus untuk mereka. Mujizat-mujizat tadi terjadi di kawasan non-Yahudi, menandai bahwa jangkauan pelayanan Injil Yesus adalah universal. Mari lebih berani dan ahli melakukan kebaikan bagi sesama. Karena Ia menjadikan segala-galanya baik. Amin.


Pdt. Lusindo Tobing

25 Agustus 2009

refleksi minggu kelima Agustus 2009

Markus 7: 14-23

HATI
“..dari dalam, dari hati..” (Markus 7: 21)

                                         foto: Kompas
Harga gula naik gila-gilaan! Dari harga sekitar Rp. 7000,- an /kg sekarang sudah Rp. 9000 /kg, bahkan kecenderungannya akan naik lagi! Semua pihak ribut “berteriak”, dari para Menteri yang berhubungan, lembaga dan asosiasi yang berhubungan juga, hingga para grosir dan para penjual eceran gula di pasar-pasar. Khususnya tentu, para ibu-ibu rumahtangga. Ada yang emosi,  marah-marah bahkan melontarkan kritik pedas. Dimensi positifnya khan baik bila tubuh kita bisa mengurangi konsumsi gula? Namun fenomena harga gula ini menunjukkan jelas bahwa bukan sekadar yang masuk ke dalam tubuh yang bisa “mencemari”, namun apa yang ke luar dari dalam kita.

Setelah menjawab orang Farisi mengenai adat istiadat lawan Hukum Taurat, Tuhan Yesus mengarahkan perhatianNya kepada orang banyak untuk membicarakan soal penajisan. “ Apa yang ke luar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat...” (ayat 20-21). Oleh penulis Injil Markus bahkan disebutkan Tuhan Yesus menyatakan apa-apa saja yang sesungguhnya bisa mencemari kita manusia. Diawali dari pikiran (pikiran yang jahat tadi) hingga kebebalan. Sebuah penggambaran kebodohan iman yang memandang soal dosa hanyalah lelucon, dan menertawakan orang-orang yang memperlakukannya secara sungguh-sungguh, yang berjuang untuk tidak jatuh dalam dosa. Tidak tercemar.

Mari jangan jadi orang bebal! Ingat dan refleksikan ini dengan dalam: Tidak ada sesuatupun yang lahiriah yang dapat mencemarkan manusia, sebab sumber segala kecemaran adalah batiniah. “Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang” (ayat 23). Soal kecemaran bukan dikaitkan dengan tangan, melainkan dengan hati. Oleh karenanya mari miliki hati yang tidak mudah dicemari. Minta urapan Roh Allah untuk mengurapi, membersihkan, mentahirkan, menjaga dan memulihkan hati kita masing-masing. Kemudian berpikirlah dan bertingkahlakulah dengan hati jernih bersih. Salurkan “air kehidupan yang manis” lewat bibir dan lisan kita. Biarlah lebih banyak orang disegarkan, didamaikan dan diselamatkan juga lewat perbuatan pelayanan kita. Ayo jadi sosok yang manis yang menyenangkan di dimensi dan fenomena apapun juga. Jangan hanya mau gula, maksud saya, jangan hanya mau terima yang manis-manis. Mari manis terlebih dahulu dari yang paling dalam. Untuk Tuhan dan sesama. Manis dari hati. Amin.


Pdt. Lusindo Tobing

18 Agustus 2009

refleksi minggu pertama Agustus 2009

Yohanes 6: 24-35

HIDUP
“Akulah roti hidup..” (Yohanes 6: 35)


Mengingat kisah Tegar, bocah kecil yang masih berumur 3 (tiga) tahun hati kita sangat terenyuh. Bagaimana tidak, di usianya yang sangat muda itu, harus kehilangan kakinya akibat perbuatan ayahnya. Yang karena emosi, cemburu dan marah kepada isterinya yang sering pergi meninggalkan rumah, walau sebenarnya ibunda Tegar itu pergi ke pasar untuk mencari nafkah hidup. Menggotong paksa tubuh Tegar yang kecil itu ke rel kereta dan secara sengaja menempatkan kaki anak itu di atas rel dan akibatnya kedua kaki Tegar terlindas! Kini, walau masih cukup shock akibat peristiwa tersebut Tegar tidaklah mati semangat. Tegar tetap tegar, semangatnya tetap hidup dengan cita-citanya untuk menjadi seorang polisi.

Terlebih Tuhan Yesus Kristus ingin semua kita boleh hidup. Bukannya mati. Mati atau hidup di sini maksudnya soal jiwa dan keselamatan kita. Ketika banyak orang datang kepadaNya bertanya pekerjaan apa yang sesungguhnya dikehendaki Allah. Dia memberi jawaban untuk mereka mau hidup percaya beriman,”Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah.” (ayat 29) Lalu setelah itu barulah orang banyak itu meminta tanda. Dengan membandingkan peristiwa yang pernah dialami nenek moyang Israel, ketika diberi manna, roti dari sorga. Mereka meminta roti tersebut senantiasa (ayat 34). Langsung Tuhan Yesus menegaskan jawabanNya, bahwa “Akulah roti hidup itu!”

Mari hidup di dalam Roti Hidup. Hidup di dalam naungan dan berkat keselamatanNya, di dalam Tuhan Yesus Kristus. Jangan bersandar kepada kemampuan diri sendiri, kita tidak akan berdaya. Jangan andalkan manusia dan kekuatan dunia ini, kita akan kecewa. Apalagi jangan percayakan dirimu kepada kuasa kegelapan si-iblis itu, kita akan menuju maut dan mati! Jaminan yang pasti hanya ada di dalam Allah. Yang telah mengutus AnakNya yang Tunggal, ayat 35 jelas menyatakan,” “Akulah roti hidup, barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepadaKu, ia tidak akan haus lagi.” Amin.

Pdt. Lusindo Tobing

refleksi minggu kedua Agustus 2009

Yohanes 6: 41-51

SUNGUT
“Jangan kamu bersungut-sungut.” (Yohanes 6: 43)

Dari matahari terbit hingga terbenam, kira-kira berapakali anda bersungut-sungut? Di bawah 5 kali, kurang dari 10 kali atau 20 kali, atau mungkin lebih dari 25 kali? Sulit untuk mengingat-ingat, karena yang kita ingat hanyalah kekurangan atau kesalahan orang lain. Sedangkan kita menganggap diri sendirilah yang benar, memiliki kelebihan dan kemampuan. Paling berbahaya jika sudah merasa lebih rohani dan lebih suci. Merasa lebih baik dari orang lain inilah yang melahirkan penghakiman, marah-marah, kritik tidak membangun dan khususnya minimal: sungut-sungut! “Jangan kamu bersungut-sungut.”

Hardikan Tuhan Yesus seraya penegasanNya kembali tentang Roti Hidup. Karena orang-orang Yahudi mempertanyakan keberadaanNya, “Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf, yang ibu bapaNya kita kenal? Bagaimana Ia dapat berkata : Aku telah turun dari sorga?” Tetapi langsung Dia menjawab “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah dagingKu, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.” (ayat 51) Sebuah penjelasan rohani tentang pengorbananNya di kayu salib untuk tebus dosa-dosa kita dan dunia.

Sekarang marilah menyadari diri sendiri, bahwa aku ini adalah orang yang banyak kesalahan dan dosa. Kesadaran ini akan menjadi awal baik untuk kita berhenti bersungut-sungut. Karena kita menyadari kita tidak lebih dari orang lain. Penghakiman harus berganti dengan pengampunan, energi marah-marah diusahakan menjadi energi mengucap syukur, belajarlah menyampaikan kritik beserta solusi bahkan mampu jadi teladan yang baik. Dan daripada memboroskan hidup dengan bersungut-sungut. Lebih baik mengisi hari-hari anugerah Tuhan dengan lebih sering memaklumi, bahkan cepat melihat kelebihan orang lain dan lebih mampu bersyukur dalam segala hal. Amin.

Pdt. Lusindo Tobing

refleksi minggu ketiga Agustus 2009

Yohanes 6: 51-58

SELAMANYA
“Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.” (Yohanes 6: 58)


Menjelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-64, bangsa kita kini gencar berperang melawan dan memberantas terorisme. Ini menegaskan bahwa semua rakyat dan bangsa Indonesia sangat tidak menyetujui aksi teroris. Apapun alasannya dan sampai kapanpun! Terlebih prakarsa ajaran pemimpin atau perekrut teroris, yang menyesatkan, menjadikan beberapa orang sebagai “pengantin” atau pelaku bom bunuh diri. Membunuh diri bersamaan membunuh nyawa-nyawa lainnya, menebarkan teror kebencian dan ketakutan. Kalau mati bunuh diri seperti itu, katanya nanti mati masuk surga.

Tuhan Yesus Kristus mengingatkan tegas. Bahwa yang harus kita percayai, ikuti dan tuju janganlah ajaran dan prakarsa manusia. Namun haruslah ajaran dan prakarsa Tuhan saja. “Inilah roti yang telah turun dari sorga (Tuhan Yesus sendiri), bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati” (ayat 58). Ajaran dan prakarsa Ilahi sekali lagi ditekankan: Kasih dan KeselamatanNya untuk dunia. Ajaran dan prakarsa untuk hidup jadi saluran berkat bagi sesama. Tidak akan berkesudahan. Yesus sendiri sekarang yang memberikan, sedangkan sebelumnya Bapaklah yang memberikan (ayat 51). Diperkuat kiasan makan dan minum di ayat 53 yang harus kita maknai sebagai terang pengorbananNya di kayu salib. Membawa kita dan siapapun yang berjuang hidup percaya dalam Kasih Kristus, pasti berlanjut ke Perjamuan Kekal Sorgawi.

Mari hidup jadi saluran berkat saudaraku, selamanya mengasihi bukan membenci. Seperti yang diteladankan Tuhan Yesus Kristus. Berkorban bukan untuk menyakiti apalagi membunuh orang lain. Namun berkorban karena Kasih kepada manusia, menyelamatkan orang lain, menyelamatkan dunia. Mari hidup selamanya dalam Roti Hidup. Sampai kapanpun menjadi sosok yang lebih menyenangkan, membahagiakan sesama, memerdekakan, memulihkan dan membangun kehidupan bersama. Selamat Ulang Tahun ke-64 bangsa dan negaraku tersayang, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tuhan ampuni kami, Tuhan pulihkan negeri kami. Merdeka! Amin.

Pdt. Lusindo Tobing

refleksi minggu keempat Agustus 2009

Yohanes 6: 56-69



DI DALAM
“.. ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.” (Yohanes 6: 56)
Sangat membanggakan dan mendalam maknanya. Upacara Penaikan dan Penghormatan Bendera Merah Putih saat memperingati Kemerdekaan Republik Indonesia ke – 64 yang lalu. Di kedalaman dasar lautan lepas, pada acara Sail Bunaken, Sulawesi Utara. Sekitar 3000 orang penyelam dari Indonesia bahkan juga negara-negara lain. Memecahkan rekor dunia jumlah orang yang menyelam ke dalam lautan sebagai pengibar bendera negara di kedalaman laut. Sedikit refleksi dari hal ini: nilai hidup kita akan bertambah jika kita hidup lebih dalam, lebih mendalam, tidak cetek atau hanya dangkal. Khususnya iman kita. Harus dalam. Dalam di dalam Tuhan Yesus Kristus.
Di dalam hati Tuhan Yesus (ayat 61) tahu bahwa murid-muridNya bersungut-sungut, “ Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu?” Tuhan Yesus menggiring para murid beralih dari soal sekadar makanan dan minuman ke hal yang jauh lebih dalam: Iman. Mereka memusatkan perhatian pada daging, tapi Ia mendesak mereka untuk berada di dalam roh dan hidup. Ada yang tidak percaya (ayat 64), banyak murid-muridNya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia. Murid-murid di sini adalah mereka selain kedua belas muridNya yang selama ini selalu mengikuti berbondong-bodong ke mana saja Tuhan Yesus pergi. Apakah kita berada di kelompok tidak percaya ini? Atau kita mau tetap di dalam Dia? Karena bahkan Yudaspun di waktu berikutnya menjadi salah satu dari mereka yang tidak percaya(ayat 66 dan 69).
Mari hidup lebih dalam saudaraku. Yaitu dengan iman percaya yang tinggal dalam di dalam Dia. Seperti jawaban Petrus yang “dalam”, mewakili kesebelas belas murid lainnya kepadaNya,” Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? PerkataanMu adalah perkataan hidup yang kekal. Dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.” (66-69). Lebih dalam di dalam iman, lebih dalam mengasihi, lebih dalam berpengharapan. Sehingga kita memiliki hati bersyukur-bersukacita di dalam Dia Yang Kudus, juga berpikir yang dalam, berbicara juga dalam dan bertingkah laku melayani di dalam Dia, bagi sesama. Kita di dalam Dia dan Dia di dalam kita. Amin.
Pdt. Lusindo Tobing