BERTOBATLAH BANGSAKU DAN BERHARAPLAH KEPADA-NYA!
Mazmur 51:1-12
Ini (mazmur) ajaran sekaligus ajakan untuk diri sendiri, sesungguhnya.
Tetapi juga secara lebih meluas, ini ajaran dan ajakan juga untuk sesama dan
segenap rakyat juga bangsa Indonesia .
Bangsaku yang negaranya, oleh pihak luar bahkan dirinya sendiri (beberapa
dari kita sebagai anak bangsa), dijuluki sebagai “Negara yang gagal”. Gagal
karena demikian banyak korupsi!
Yang seterusnya berlanjut kepada sangat lambannya percepatan pendidikan dibandingkan
pertambahan jumlah penduduknya bahkan dengan kecepatan tantangan dunia dan
perkembangan zaman. Yang juga sangat merusak pondasi-pondasi dasar ekonomi dan
apalagi berkembangannya ekonomi (dari negara berkembang maunya ke negara
maju?), sehingga setelah berpuluh-puluh tahun tampaknya masih ketinggalan dan
tertinggal dekat atau jauh dari bangsa-bangsa tetangga. Apalagi Negara dan
bangsa lainnya yang sudah lebih dulu maju! Hal-hal sewarna dengan itu tentu
juga melanda kedaulatan, kekuatan berdiplomasi, kepastian keamanan rakyat
Indonesia di dalam negeri apalagi yang di di luar negeri, intoleransi antar
pemeluk agama dan kepercayaan, pertikaian antar kampung dan kelompok-kelompok,
maraknya berbagai kebohongan, tipu daya dan penipuan, dengan bentuk kejahatan
dan kriminalitas bentuk baru yang menambah berbagai kriminalitas yang masih
terus ada sejak lama, kekurangan tersedianya atau makin mahalnya bahan bakar,
sembako (sembilan bahan pokok), makin derasnya impor bahan baku, barang-barang
dibandingkan ekspor, dan dimensi-dimensi
kehidupan berbangsa dan bernegara lainnya.
Mari jadikan kenyataan real
(nyata) bangsa kita sekarang menjadi tautan refleksi yang kuat untuk tiap hati
juga pribadi kita dibentuk setiap hari oleh Tuhan. Mungkin dimulai tiap pagi kita.
Karena boleh jadi, mazmur ini digunakan para imam saat mempersiapkan korban
pagi hari atau oleh perseorangan saat mempersiapkan diri untuk beribadah.
Seperti doa yang kerap dilakukan di pagi hari. Doa saat memulai hari-hari
pemberian Tuhan.
Jika kita telusuri lebih jauh dan mendalam, maka terasa ada
suasana perselisihan antara yang baik dan jahat, antara orang benar dengan
orang fasik, sebagaimana sering kali dijumpai di dalam kitab ini. Situasinya
mirip dengan pasal 3
dan pasal 4 karena di dalam keduanya ada musuh-musuh yang berbahaya
mengelilingi. Bahkan dalam ayat-ayatnya sangat terasa kontras ganda; sikap
orang benar dan orang fasik terhadap dosa dan penyembahan dikontraskan,
demikian juga tanggapan berbeda Allah terhadap kedua kelompok itu. Pemazmur
sadar bahwa Allah tidak mungkin membiarkan dosa dan tinggal bersama dengan
orang jahat. Dan Allah tidak akan membiarkan pembual untuk berdiri di hadirat-Nya. Allah
memandang jijik kepada orang yang melakukan kejahatan. Akhir dari hidup orang yang berkata bohong adalah
pemusnahan menyeluruh, sedangkan para penumpah
darah dan penipu merupakan
kekejian yang dibenci Allah. Pada saat orang-orang fasik ini penuh
pengkhianatan, pemazmur tersungkur di hadapan Allah memohon tuntunan ilahi.
Ajakan pemazmur menjadi kian jelas, bukan untuk menghakimi dan
saling menuduh mencari siapa yang bias dipersalahkan. Tetapi pemazmur
meneladankan. Ya, meneladankan untuk mau sujud malu dating ke hadapan Allah
(setiap pagi) untuk bertobat. Memohon ampun dan berharap pemulihan yang dari
Tuhan. Karena keyakinannya akan murka Allah pasti berlaku untuk siapapun yang
memelihara kebiasaan hidup yang bohong dan jahat dan bergelimang dengan
dosa. “Engkau membinasakan orang-orang yang berkata bohong, TUHAN jijik melihat penumpah darah dan penipu” (ayat 6). Sebab kejahatan
bukan hal yang abstrak. Bukan (hanya)
pembunuh, tetapi (juga) penindas, pemeras, penganiaya, orang fasik, penipu,
pemecahbelah persatuan bangsa, pengkhianat bangsa dan sebagainya .Allah bukan
hanya membenci dosa, tetapi sampai batas tertentu Ia juga membenci mereka yang
melakukan kejahatan. Pada pihak lain, Alkitab juga menyatakan Allah sebagai
Yang mengasihi orang berdosa, menjangkau mereka dalam belas kasihan dan
kemurahan-Nya, dan berusaha untuk menebus mereka dari dosa melalui salib
Kristus (Yoh
3:16).
Sedangkan di ayat 7, jelas ditegaskan pemazmur dengan menggunakan Kata Ibrani (hesed) yang
diterjemahkan dengan "kasih setia" mengungkapkan kesetiakawanan yang
berdasarkan hubungan alamiah dan wajar, keluarga, famili, suku. Kemudian kata
itu dipakai untuk mengungkapkan kesetiakawanan antara umat Israel dan
Allah berdasarkan perjanjian. Umat Israel dianggap sebagai isteri dan
anak Tuhan. Akhirnya kata itu mengungkapkan kesetiakawanan antara Allah dan
masing-masing orang. Di pihak Allah "kasih setia" mengandung
kesetiaan pada janji, kasih dan rahmat, dan di pihak manusia "hesed" berarti kesetiaan dan ketaatan untuk percaya, Iman.
Mari menjawab ajaran dan ajakan ini. Ajaran dan ajakan untuk
melakukan pertobatan tiap kita. Juga pertobatan sebagai rakyat dan bangsa Indonesia .
Sehingga kita akan menjadi benar-benar “merah” (berani karena benar, terlebih
di dalam KebenaranNya) dan benar-benar “putih” (dibersihkan, ditahirkan dan
dilayakkan untuk terus berharap perbaikan-perbaikanNya nyata melalui kita dan
bangsa kita!). Pemazmur mengajak kita juga supaya memohon kepada Allah untuk memperhatikan
keadilanNya dengan "menuntun" pendoa, artinya mengatur hidupnya dan
bangsanya sehingga keadilan Tuhan menjadi nyata. Dan dalam dilindungiNya, maka orang-orang
benar dimampukan “melawan bahkan mengalahkan” orang fasik yang melawan pendoa.
Melawan dan mengalahkan kebiasaan buruk/dosa, di setiap hari kita. Itulah jalan
yang "diratakan" Allah. (baca lagi ayat 8)
Sehingga makin jelas di ayat 10, ketika permohonan-permohonan itu
perlu ditempatkan pada latar belakang keyakinan orang Israel di zaman
Perjanjian Lama yang belum kenal akan hidup kekal (kebangkitan). Di konteks
mazmur ini, Allah akan mengganjar dan membalas manusia selama hidupnya di
dunia. Kalau ditinjau demikian maka permohonan-permohonan itu mengungkapkan
kerinduan wajar hati manusia akan keadilan yang dijamin Allah yang adil. Akibat
pengalaman hidup yang kerap kali mengecewakan dan berkat perkembangan wahyu
ilahi, paham tsb. ternyata tidak tahan uji, tetapi semakin diperhalus dan
dimurnikan. Akhirnya dimengerti bahwa cara Allah mempertahankan keadilan tetap
merupakan suatu rahasia yang tidak tertembus (bdk kitab Ayub). Tetapi
Perjanjian Baru, Mat 5:43-48 mengajak supaya orang dalam kasih melupakan dirinya
sendiri. Setelah dibersihkan demikian dan perasaan dongkol pribadi diambil dari
padanya, maka Mazmur-mazmur itu bagi tiap kita yang percaya, tetap
mengungkapkan kerinduan dan hasrat akan kuasa dan keadilanNya yang sama dalam
dunia secara universal. Khususnya juga di negeri dan bangsa kita, tempat
kuasa-kuasa jahat masih saja merajalela.
Namun yang tetap berpengharapan. Walau seburuk apapun dan
bagaimanapun, harus mampu berkata “semua keadaan ini sesungguhnya baik dan
pasti akan jadi lebih baik lagi” untuk semua. Semua golongan, kelompok, bahkan
untuk semua agama, suku dan tiap pribadi rakyat bangsa Indonesia . Asal tetap ada orang-orang
yang mengandalkan Allah. Manusia-manusia
Indonesia yang
mau takut dan takluk kepada Allah. Mau lebih bersyukur karena anugerahNya yang
besar kepada Indonesia
yang memang sesungguh-sungguhnya sangat kaya! Dengan setia saling berbagi,
bergotong-royong/saling bantu, membawa kelegaan, damai, sukacita dari hal
paling sederhana sekalipun di keseharian. Dimulai di rumah kita masing-masing,
dengan tetangga lingkungan, di jalanan, di pasar atau pusat perbelanjaan, di
sekolah, kampus, atau juga di tempat kita bekerja tiap hari, terus-menerus
tidak ada habisnya. Maka akan membuat Indonesia boleh menjadi tanah air
juga bangsa yang lebih berpengharapan. Menjadi lebih layak, bahkan jauh lebih
baik dan indah untuk jadi tempat hidup bersama. Amin.
tulisan & foto: Lusindo Tobing.