MEMPEROLEH HIKMAT DI DALAM KRISTUS
Amsal 9: 6
Mazmur 34: 9-14
Efesus 5: 19-21
Memperoleh
hikmat itu seperti kita mengambil pasir dengan genggaman dan kepalan tangan
kita. Ketika mengambil pasir dengan berusaha sekuat mungkin menggenggamnya
bahkan memaksa dengan sekuat mungkin mengepalkan pasir tersebut di tangan,
maka, hasilnya pastilah sedikit. Tetapi sebaliknya, saat kita mengambil dan mengangkat
pasir dengan wajar tenang dan genggam dengan terbuka tidak memaksa maka pasir
yang kita dapatkan? Bisa dipastikan jauh lebih banyak dari cara yang sebelumnya
tadi.
Pemazmur
punya ungkapan “kebodohan” untuk memaksakan diri dalam memperoleh hikmat.
Hikmat hanya bisa diperoleh karena diberi, tepatnya dianugerahkan Allah. Tidak
bisa dikejar, dicari-cari dengan kekuatan manusia kita. Karena yang muncul
kemungkinan hanyalah “hikmat dunia”. Ungkapan, ajaran atau filosofi yang
kelihatannya saja baik dan berguna, dan memang mungkin sebentar dan sedikit
bisa bermanfaat. Tetapi tidak langgeng, tidak seterusnya apalagi
selamanya. Lalu segera akan memudar,
berganti dan bahkan malah jadi sesuatu yang tidak terpakai. Jika terus
dipaksakan dipakai, bisa menjadi sesuatu yang buruk.
Kebodohan
lain yang lebih mendasar adalah tentu hal-hal yang benar-benar salah, kebiasaan
buruk, pemikiran dangkal dan sempit bahkan perilaku yang merugikan diri sendiri
pun orang lain. Terlebih berbagai kebusukan dan kejahatan. “.. buanglah kebodohan, maka kamu akan hidup,
dan ikutilah jalan pengertian.” (Amsal 9: 6). Dan mengikuti jalan pengertian,
itulah jalan di dalam Kebenaran. JalanNya Tuhan. JalanNya. Harus dengan cara yang diinginkan
hatiNya, barulah kita akan menerima dan memperoleh hikmat. Kemampuan untuk
menimbang perkara dan bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik.
Jalan atau
cara yang diingini bahkan disukai Allah adalah iman dan kasih. Ya, mari beriman
sungguh kepadaNya. Percaya penuh, berserah total dan yakin hanya kepada
kekuatan dan kekuasaanNya. Lalu benar-benar mengasihi Dia. Menyembah,
memuliakan Tuhan tiap saat. Memuji, menyanyi untuknya dan menaikkan syukur
dengan bekerja, studi belajar dan memberlakukan pelayanan kita tulus bagi
sesama dan kehidupan. Untuk kebesaran namaNya. Dilakukan tiap hari, tiap waktu
dengan berbagai kesempatan dan keadaan. Tekun dan setia percaya dan mengasihi
Allah saja. Selalu dan selalu berdoa berkomunikasi dengan Tuhan. Di ucap kata,
pemikiran, tetapi khususnya lewat sikap dan perbuatan yang mengagungkan
kasihNya. Bersamaan dengan itu, hikmat akan datang. Hikmat dari Allah akan
mengalir saat jalinan kita denganNya sangat baik, intim. Allah selalu rindu
menganugerahkan yang baik kepada kita. Termasuk menganungerahkan hikmat dan
kebijaksanaan illahi dariNya. Saat kita terus dan tetap menjlain hubungan
dengan Allah, maka itu semua termasuk khususnya hikmat akan menjadi bagian kita.
Menjadi berkat yang kita peroleh sebagai sebuah kemestian juga kepastian. Saat
kita berjuang nyata memberlakukan nyata percaya dan mengasihi.
Pemazmur
mempunyai istilah untuk hal tersebut, yakni “Takut akan Tuhan”. Coba baca dan
renungkan lagi Mazmur 34: 9-14. Pemazmur
bahkan mengajak dan rindu untuk mengajarkannya. Karena ia sendiri memilikinya
karena memperolehnya. Memperoleh hikmat yang dari Allah. Hikmat yang memapukannya
menjawab berbagai tantangan kehidupan bahkan menghadapi manusia jahat dan
kejahatan yang mengintainya sejak muda hingga masa tuanya. Dan pemazmur
berhasil untuk menghadapi dan menjalaninya. Menghdapai dan menjalani berbagai
tantangan bahkan pergumulan hanya dengan Tuhan. Dengan hikmatNya sajalah,
seperti pemazmur, kita akan bisa mengalahkan berbagai masalah bahkan menang dan
melewati pergumulan dengan gemilang. Gemilang yang akhirnya kita kembalikan
untuk kemuliaan Sang Sumber Hikmat, Allah di dalam nama Tuhan Yesus Kristus
dengan urapan Roh Kudus!
Dan
kini, saatnya untuk kita yang yakin akan dan sedang bahkan selalu diberkati
dengan hikmat. Ayo bagikan berkat kepada
sesama, dengan memberlakukan hikmat itu di kehidupan sehari lepas sehari. Tiap keadaan
masalah pergumulan dan perjuangan memerlukan jawabannya masing-masing. Bahkan
tiap situasi, kondisi, tempat, waktu bahkan tiap manusia dengan keberadaannya
satu dengan lainnya, membutuhkan sikap dan jawabannya. Untuk itu dibutuhkan
hikmat.
Karenanya
jangan terjebak hanya mau atau bangga ketika dunia menyebut kita berhikmat.
Mari lakukan hikmat. Mau berhikmat dengan melakukan membagikan hikmat dari
Allah adalah dua hal berbeda. Mau berbeda dengan melakukan, bukan? Sekarang mari melakukan dan memberlakukan.
Merenungkan di hati dengan hikmat dari Tuhan Yesus. Juga rasional kita, mau
mengendapkan banyak hal ilmu pengetahuan informasi dan sebagainya dengan
hikmatNya. Lalu mulai merespon. Seperti Tuhan Yesus Kristus merespon masalah
dan pergumulan. Tidak lari dari masalah tetap menghadapi bahkan mengalahkan
masalah. Bukan dengan kekerasan dan pemaksaan seperti refleksi kita di awal
tulisan ini. Tetapi sungguh mau seperti Allah di dalam Yesus yang terus-menerus dengan sangat manis meneladankan untuk: mengalahkan kejahatan hanya dengan kebaikan! “.. dan
berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan
nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati. Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam
nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita dan rendahkanlah
dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus” (Efesus 5: 19-21).
Dan
akhirnya itu semua sedikit-banyak atau langsung-tidak langsung akan mengajak
orang-orang di dekat kita. Tindakan hikmat akan mempengaruhi lingkungan kita
untuk jadi lebih tenang. Ada damai di tengah pergulatan bahkan tangisan dan ketakutan.
Sehingga yang muncul bukan iri, curiga dan saling menyalahkan. Tetapi kita mau
dan bisa dipakai Allah untuk seperti Dia yang rela berkorban bagi kepentingan
bersama. Melayani kebersamaan di dalam Kasih yang berkembang. Sehingga kebaikan
yang murni akan membias. Mengalahkan pemikiran dan tingkah laku yang egois dan
merusak.
Sebaliknya yang muncul adalah
kebiasaan saling sapa, mau peduli dan bahkan siap saling menolong dalam
semangat kebersamaan. Ada terus perubahan. Perubahan tentu menuju yang baik.
Bahkan jadi lebih dan semakin lebih baik. Tidak ada keraguan tertawa, merdeka
bersukacita, dalam mengekspresikan segala sesuatu yang baik dan saling menjadi
sumber inspirasi yang benar satu dengan
lainnya. Baik dari anak-anak hingga remaja, dewasa bahkan usia lanjut. Dari
kehidupan bersama keluarga, melebar meluas penuh hikmat kebaikan kebahagiaan
dari dan dalam Kasih untuk lingkungan. Dengan tetangga, sesama bahkan dengan
semua orang yang kita jumpai, terus bertekun memberlakukan hikmat. Hikmat dari
teladan Kristus. Hikmat Kasih sayang yang pasti dan selalu dibutuhkan semua
orang di dunia. Dunia yang lebih berhikmat. Dunia yang lebih sorgawi. Dunia
untuk hidup kita bersama, dengan bahagia.
tulisan & foto: Lusindo Tobing.