23 Maret 2011

refleksi minggu keempat Maret 2011


JANGAN KERASKAN HATI

Mazmur 95


Teror bom merebak di mana-mana, diawali bermunculannya teror “bom buku” dilanjutkan lebih banyak teror “bom paket kiriman”. Ada yang menyatakan rentetan teror ini untuk mengalihkan perhatian publik masyarakat dari berbagai isu dan kasus korupsi, kejahatan, intelorensi antar umat, perebutan kekuasaan dan pemerintahan. Tetapi harus tetap diakui, walau tidak berdampak sangat tajam dan luas, teror kekerasan demi kekerasan khususnya yang berbentuk teror bom ini cukup meresahkan.

Kekerasan akan memunculkan teror. Dan teror selalu jahat bahkan kejam, teror pastilah membawa korban, entah benda, perasaan, psikologis, iman bahkan nyawa. Kekerasan berasal dari hati yang keras.

Bukan hanya pola pikir dan kemampuan nalar rasional yang keras, tetapi sikap hati yang keras! Tidak peduli, gagap merasa, hilang kendali dan bahkan mungkin sama sekali mati. Dalam ungkapan pemazmur, “.. menjadi sesat hati dan tidak mengenal jalanKu.. bahkan takkan masuk ke tempat perhentianKu.” (ayat 10-11).

Allah tidak berkenan dengan hati yang keras. “Janganlah keraskan hatimu..” (baca lagi ayat 8). Allah sangat berkenan dengan hati yang lembut. Hati yang mau “disentuh” –Nya, tiap waktu mau dibentuk seturut kehendakNya.

Hati yang berkenan mengasihi sesama, bahkan berwujud nyata selalu siap menolong dan membantu, siapapun bagaimanapun mereka yang membutuhkannya. Hati yang bisa dipakai Allah untuk “menyentuh” hati orang lain, yang jika terus-menerus akhirnya bisa menghancurkan benih-benih teror demi teror.

Mari kita awali semua itu dari permohonan perlindunganNya serta kekuatan terang Kasih, untuk tidak mengeraskan hati. Amin




tulisan & foto: Lusindo Tobing

16 Maret 2011

refleksi minggu ketiga Maret 2011


DIPERBARUI

Yohanes 3: 1-17


Jika biasanya tentang Farisi, kita mendapat kesan yang tidak baik. Kali ini berbeda, Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi – seorang Farisi, datang pada waktu malam untuk belajar tentang keselamatan dan Kerajaan Allah kepada Tuhan Yesus.

Terjadi dialog, salah satunya tentang Kelahiran Baru. Guru yang diutus Allah itu menegaskan kepada Nikodemus,”..sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.”

Kelahiran baru yang dimaksudNya di sini tentu bersifat rohani. Kelahiran baru rohani yang datang dan bersumber dari Kerajaan rohani (baca lagi ayat 5-8).

Lalu bagaimana caranya? Jawabannya dengan: Percaya. Coba perhatikan lanjutan pengajaranNya yang indah, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (ayat 16)

Mari percaya kepada Allah, dengan segenap hati, pikiran, pancaindera dan hidup kehidupan. Hanya dengan begitu kita akan mengalami pembaruan rohani iman. Lebih masuk dalam tujuan misiNya yang bukan untuk menghukum, tetapi pengorbanan di Kayu salib justru untuk menyelamatkan dunia (ayat 17).

Tiap hari lebih baik, di hadapan Allah juga bagi sesama manusia khususnya di tengah gempa, Tsunami, bom bahkan nuklir sekalipun. Tiap waktu dilayakkan Roh untuk lebih menikmati damai sejahtera sorgawi, Kerajaan Allah. Karena mau diperbarui. Amin.




tulisan & foto: Lusindo Tobing

10 Maret 2011

refleksi minggu kedua Maret 2011


PEKA

Kejadian 3: 1-7


Ketika kepekaan kita “benamkan” atau bahkan hilang dari kesadaran hati juga iman, maka yang terjadi adalah kesalahan dan menyakiti. Menyakiti diri orang-orang di dekat kita, bahkan bisa menyakiti hati Allah!

Itulah yang terjadi ketika Hawa dan Adam tidak peka terhadap godaan si jahat, iblis. Sosok yang sangat piawai memakai cara apapun agar kita jatuh dalam dosa. Termasuk piawai memutarbalikkan fakta. Coba saja perhatikan dengan jeli kalimat iblis melalui ular di ayat 1, “..Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?..” bandingkan dengan kalimat Firman Allah di ayat 16-17 pada pasal sebelumnya, Kejadian 2, “.. Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya,..”

Ujung-ujungnya, Hawa dan Adam ketakutan dan bersembunyi dari Allah (lanjutkan baca ayat 8). Allah murka. Ular dihukum menjalar dengan perutnya, selamanya. Adam-Hawa juga dihukum, hukuman itu berlaku hingga kini bagi perempuan bermusuhan dengan ular dan harus kesakitan saat melahirkan, kemudian bagi pria harus bersusah payah mencari penghidupan.

Peka. Ya mari miliki hati yang peka di dalam kasih kuasaNya. Dari perikop ini, kita juga belajar bahwa Allah sesungguhnya sudah memberi “tanda-tanda” pengingatan dan peringatan di mana-mana, agar kita tidak tersesat atau disesatkan. Dari kepekaan hati, kemudian miliki pikiran yang peka, didukung oleh seluruh pancaindera yang juga makin peka menyerap berbagai hal dalam kehidupan. Sehingga kita mampu peka terhadap godaan jahat, semanis apapun kelihatannya. Tegas menolak iblis.

Dan berkata “ya” hanya kepada Allah. Peduli kepada sekitar, mau berbagi, siap menolong siapapun dan kita akan lebih mengasihi Allah juga sesama. Semuanya itu diawali dengan: Peka. Amin.




tulisan & foto: Lusindo Tobing.

03 Maret 2011

refleksi minggu pertama Maret 2011


HATI TERBUKA

2 Petrus 1: 16-21


Hari demi hari, di usia dunia kian tua ini, tampaknya hampir semua pihak, posisi, dimensi dan keberadaan, tergoda untuk terlibat dalam pusaran keruwetan, saling menghujat dan beramai-ramai langsung tidak langsung memuat hilangnya damai sejahtera. Awal semuanya disinyalir karena seringnya terjadi pemaksaan kehendak manusia, tidak transparan dan terlalu banyak kebohongan.

Berhentilah berbohong. Di hadapan Allah khususnya. Juga membohongi diri sendiri. Apalagi, jangan lagi dan lagi tidak jujur kepada sesama, khususnya bagi orang-orang yang terdekat dan ada di dekat kita. “Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongen isapan jempol manusia..” (ayat 16). Hidup janganlah diisi dengan isapan jempol, kemunafikan dan kebohongan yang ujungnya akan melukai hati sendiri. Juga melukai hati orang lain bahkan melukai hatiNya –Sang pemberi kehidupan itu-.

Mari datang mohon pemulihan dariNya, seraya berjanji untuk hidup lebih terbuka segar dan diterangi kasih karunia Allah. Tidak lagi memaksakan keinginan daging manusia, tapi takutlah akan Allah! (ayat 20-21)

Dan mari jadi saksiNya, saksi kehormatan dan kemuliaan Allah Bapa dalam Tuhan Yesus Kristus, Sang Anak yang Kukasihi (ayat 17-18). Untuk inilah kita dipanggil, mengikuti jejakNya tulus siap menderita, dengan hati seorang hamba yang setia, hati yang terbuka menerima dan bersaksi melakukan FirmanNya.

Menjadi pelita yang bercahaya di tempat gelap (baca lagi ayat 19) atas dorongan Roh Kudus, jujur, penuh kasih. Dan tiap hari, terus berjuang mewujudkan damai sejahtera bagi kehidupan bersama. Amin.



tulisan & foto: Lusindo Tobing

23 Februari 2011

refleksi minggu keempat Februari 2011


RENDAH HATI

Mazmur 131


Cukup banyak tinggi hati. Tetapi sedikit sekali rendah hati. Sehingga banyak pihak saling menyalahkan, saling meremehkan. Perseteruan pertikaian tidak bisa dihindari, bahkan kekerasan terjadi dan terjadi lagi. Intoleransi kembali menguak. Itu semua karena apa? Karena ada pihak atau golongan yang minimal merasa atau kemudian meyakini dan menempatkan diri mereka “lebih” dari yang lain. Lebih banyak, lebih suci bahkan yang bahaya lagi lebih baik dan layak. Dan semua itu terjadi karena terlalu banyak tinggi hati!

Mari rendah hati saudara. “Ampuni kami Tuhan, ampuni aku Tuhan, atas segala kesombonganku, aku rindu rendah hati”, nyatakan itu lebih sering, jujur dari hati ke hadapanNya. Seperti pengakuan juga kerinduan hati Daud di nyanyian ziarahnya kali ini,”Tuhan, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong..” (ayat 1a). Sebuah kesungguhan melakukannya karena hati Daud -juga hati dan hidup kita-
benar-benar dibersihkan dari berbagai kesombongan kemudian jadi tahir.

Menjadi tenang dan damai sekali. Tidak selalu mengandalkan kedagingan kita, bahkan tidak melulu tergoda memuaskan nafsu manusia duniawi kita yang bisa membawa saling menyakiti, kehancuran dan maut. Terlebih di tengah kemajemukan agama, bahkan pluralis keberagaman pemeluk agama. Dengan kekuatan Roh Allah Yang Maha Tinggi, sekaligus Roh rendah hati. Menerima kemajemukan tadi, mengakui keberagaman bahkan saling mengisi menolong di tengah perbedaan.

Sesulit bagaimanapun, selamanya bersyukur sungguh, merayakan kemajemukan apapun dengan siapapun, hidup mengasihi sesama dengan rendah hati. Amin.




tulisan & foto: Lusindo Tobing

17 Februari 2011


REKONSILIASI

Matius 5: 38-48


Kesempurnaan tidak bisa kita capai. Tapi, kesempurnaan akan selalu jadi tujuan hidup kita dalam Allah Bapa (baca lagi ayat terkahir, ayat 48). Dan salah satu proses menuju kesempurnaan adalah Rekonsiliasi. Proses memberlakukan perdamaian. Berisi upaya, sikap, pola pikir dan khususnya tindakan mau berdamai, mendamaikan dan keadaan yang didamaikan.

Allah-lah yang paling awal dan utama, mengajarkan soal rekonsiliasi. Bukan sekadar dengan teori, tulisan atau ucapanNya, tetapi dengan teladan nyata rekonsiliasi. Kita manusia yang tidak sanggup menebus dosa-dosa kita sendiri, telah diperdamaikan dengan diriNya, melalui pengorbanan Tuhan Yesus Kristus yang mati di Salib.

Penulis Injil Matius secara luarbiasa menjabarkan gamblang ajaranNya yang harus kita lakukan: “.. Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian?” (44-47)

Memberi lebih. Itu inti refleksi Firman ini untuk kehidupan kita: Memberi lebih. Murid-murid harus memberi lebih, karena Allah telah dan selalu memberi lebih, jauh melebihi segala kuat dan gagah kita, bahkan segala apapun yang bisa kita lakukan dan persembahkan.

Kini, mari lakukan itu bagi orang lain, sesama manusia, seberat sesulit bagaimanapun: Ditampar pipi kiri berikan pipi kanan, orang mengingini bajumu berikan jubahmu, ketika dipaksa berjalan satu mil –dan orang Roma saat itu memang bisa menyuruh orang bukan warga Romawi untuk memikul alat atau benda berat sejauh hingga satu setengah kilometer- berjalanlah sejauh dua mil (seperti di ayat 39-42).

Itulah semua yang dimaksudNya dengan rekonsiliasi, memberi Kasih lebih lagi.. yang sesungguh-sungguhnya! Amin.




tulisan & foto: Lusindo Tobing

09 Februari 2011

refleksi minggu kedua Februari 2011


TIDAK KEPADA IRI HATI DAN PERSELISIHAN

1 Korintus 3: 1-9


Kekerasan kembali merajalela, terakhir di Pandeglang, lalu di Temanggung, dan entah di mana lagi. Apapun alasannya, kita menolak tegas berbagai bentuk kekerasan! Karena ujung-ujungnya hanya membawa kekacauan, perpecahan, tidak ada damai, pengrusakan bahkan jatuh korban. Sebagai Gereja dan Jemaat Tuhan mari mewaspadainya, dari dalam kita dulu, dengan terus memelihara hati dan pikiran jernih, melakukan pelayanan yang murni kepada rekan jemaat juga sesama, dan semuanya dilakukan hanya bagi keluhuran kemuliaan Allah.

Melalui surat Rasul Paulus kepada Jemaat Korintus, kita diingatkan Tuhan bahwa ada 2 (dua) hal besar musuh dari pelayanan yang murni kepadaNya. Yaitu: Iri hati dan Perselisihan (baca lagi ayat 3). Jika di antara kita (jemaat) masih ada iri hati dan perselisihan, itu menunjukkan kita masih manusia duniawi yang belum juga dewasa dalam Kristus.

Mari dewasa dalam Kristus, menjadi jemaat yang rohaninya bertumbuh dan berbuah nyata. Bagi keluarga, tetangga, sesama, bagi masyarakat dan bangsa, juga termasuk khususnya bagi rekan jemaat. Jangan mau ditipu kuasa gelap untuk jadi terkotak-kotak, lalu menganggap diri lebih baik dan benar dari yang lain. Rasul Paulus menegaskan, “Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. “ (ayat 6-7).

Yang terpenting hanyalah Dia. Dan kita semua adalah ladang Allah, bangunan Allah. Hiduplah dalam KasihNya, bekerjasama dengan rendah hati, melayani dengan tulus dan bertumbuh berbuah bersama-sama. Tiap hari buang yang jelek, singkirkan yang tidak penting. Buang iri hati, singkirkan perselisihan! Amin.




tulisan & foto: Lusindo Tobing