28 Agustus 2013

refleksi minggu pertama September 2013



Yeremia 2: 4-13



SUMBER AIR HIDUP




Mengakhiri  Bulan Agustus dan mengawali September 2013 ini, bangsa kita mengalami turun-naik (melemah-menguat) nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Banyak pihak kebingungan, dari pedagang alat-alat elektronik di Pasar Glodok Kota (Jakarta) hingga para pembuat Tempe-Tahu di berbagai daerah di Indonesia  terancam “gulung tikar” atau menutup usahanya.


Mari jangan terlalu kebingungan apalagi jadi stress. Tentu kita boleh bingung sedikit, tetapi jangan berlarut-larut apalagi sampai melupakan ada Tuhan. Sang Mata Air Kehidupan kita yang sejati!

Umat Allah di konteks Yeremia 2 rupanya melakukan dua dosa mendasar:  1.mereka meninggalkan Tuhan, satu-satunya yang dapat memberikan hidup berkelimpahan sejati; 2. Bahkan mereka mencari hidup kesenangan dalam pemujaan berhala duniawi, hal-hal yang tidak bernilai abadi.  

Nabi Yeremia dipakai Tuhan menegur dan mengingatkan bangsa pilihan itu dan sekalgus juga kita kini. Meninggalkan Allah Sang Sumber Air Kehidupan dan mencari andalan lain yang tidak dapat mengaruniakan kehidupan adalah sebuah kebodohan. “ Sebab dua kali umat-Ku berbuat jahat: mereka meninggalkan Aku, sumber air yang hidup, untuk menggali kolam bagi mereka sendiri, yakni kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan air.” (ayat 13)


Karenanya, mari datanglah hanya kepada Sang Sumber Air membuat kita hidup. Mari terus mendengarkan, hidup bahagia di dalam dan setia melakukan Firman Tuhan dari Sang Sumber Air Yang Hidup. Membagikan untuk semua orang dan kehidupan yang lebih hidup. Amin.





tulisan & foto: Lusindo Tobing.

21 Agustus 2013

refleksi minggu keempat Agustus 2013




Lukas 13: 10-17


TAAT DAN KRITIS



 


Menurut Lawrence Kohlberg, perkembangan moral dihubungkan pengambilan sikap tindakan seseorang, terbagi 3 (tiga) bagian besar:  

1. Pra-Konvensional yaitu tingkat penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan ini. Suatu tindakan berdasarkan konsekuensi langsung. Dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris;  

 2. Konvensional yaitu perkembangan moral seorang remaja atau dewasa. Orang di tingkatan ini menilai tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat.   

3. Pasca-Konvensional yaitu tingkatan akhir yang terkenal sebagai “tingkat berprinsip”, terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral.

 


Kohlberg membagi tiap bagian tersebut dengan dua tahap. Jadi menyeluruh ada 6 tahapan. Dan yang paling menarik adalah di tahapan paling terakhir (tahap 6), yang disebut “prinsip etika universal”. Dimana aturan dan hukum hanya valid bila berdasar keadilan. Menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Hal ini dilakukan dengan membayangkan seseorang saat menjadi orang lain. 

 

Dengan cara ini, tindakan tidak pernah menjadi cara tapi selalu menjadi hasil: Seseorang bertindak karena hal itu benar, dan bukan karena ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya.


Sesungguhnya, Tuhan Yesus Kristus jauh sebelumnya sudah sangat meneladankan hal itu. Dan mari kita melakukan seperti yang dilakukanNya. Mari hidup taat dalam Iman, Pengharapan dan Kasih, sekaligus mari kritis terhadap hukum dunia, termasuk hukum negara. 

 

Contoh ketika tindakanNya menolong seorang perempuan (telah 18 tahun dirasuk roh jahat) di hari Sabat. Itu dipertanyakan kepala rumah ibadat dan banyak orang. Dengan kasih sekaligus kritis, Tuhan Yesus menjawab, "Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman? Bukankah perempuan ini, yang sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis, harus dilepaskan dari ikatannya itu, karena ia adalah keturunan Abraham?" (ayat 15-16). Amin.


 

 


Tulisan: Lusindo Tobing.

Foto: Linggar.



14 Agustus 2013

refleksi minggu ketiga Agustus 2013




Ibrani 11:29-12: 2



KESEJAHTERAAN & KEBAIKAN





Semua karena bertekun dalam Iman. Baca dan maknai kembali ayat 29-33. Sejarah gereja membuktikan bahwa banyak Umat Kristen yang rela dan sadar memilih menderita bahkan mati karena pilihan iman mereka. Namun karena iman juga, mereka semua akhirnya keluar sebagai pemenang dan menerima kemuliaan dari Allah.

Abraham, karena imannya, memberikan anaknya sebagai persembahan kepada Allah ketika Ia menuntutnya. Abraham begitu yakin bahwa Allah yang telah menjanjikan kepadanya keturunan melalui Ishak, pasti juga akan mampu membangkitkan Ishak, pun jika kematian berlaku. Bertekun, mau setia dan taat dalam iman kepada Allah. 

Karena bertekun dalam iman pula, Musa rela meninggalkan segala masa depan yang gemilang. Ia adalah calon pengganti Firaun raja Mesir yang agung. Musa rela mengidentifikasikan dirinya dengan umat Allah. Musa rela hidup dalam penderitaan, dalam ketidakpastian, dan dalam perjuangan yang berat untuk menuju tanah perjanjian yang telah disediakan Allah.

Bertekun dalam Iman membuat kita bertekun pula menjadi saluran berkatNya bagi banyak orang lain. Bertekunlah dalam Iman. Dengan Iman, kita bersama mampu bertekun mengupayakan kesejahteraan dan kebaikan. 

Bukan untuk diri sendiri saja, tetapi untuk keluarga dan sesama.  Juga yang lebih luas untuk Gereja, untuk Bangsa Indonesia bahkan dunia semesta. Bertekun mengupayakan kesejahteraan dan kebaikan bersama. Amin



Tulisan & Foto: Lusindo Tobing.


05 Agustus 2013

refleksi minggu kedua Agustus 2013



Yesaya 1: 10-20



JAUHI KEJAHATAN






Firman Allah datang melalui Nabi Yesaya dan menegur bangsa pilihanNya, mereka hidup dalam kepalsuan. Di rumah Tuhan ibadah begitu semarak, tetapi di luar menindas sesama dan mencelakakan orang-orang tidak berdaya.  Perilaku umat Tuhan disamakan seperti penduduk Sodom dan Gomora yang menyakitkan hati Allah. 


Tidak berlebihan kalau hukuman dahsyat dirancangkan Allah. Kecuali ada pertobatan! Ya,  karena bagi Allah bertobat lebih baik daripada korban persembahan yang tidak murni.  “Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan.” (ayat 13)


Mari kita juga melakukan pertobatan serupa. Pertobatan  yang menyenangkan hatiNya:  Menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik (baca juga Roma 12: 9).  Sebagai anggota keluarga, gereja juga khususnya rakyat Indonesia, yang makin diuji belakangan ini untuk menjauhi korupsi, berbagai bentuk kekerasan dan kejahatan.  

Bahkan tidak sekadar menjauhi kejahatan, tetapi sungguh-sungguh berusaha untuk berhenti melakukan kejahatan. Seperti firman Allah di ayat 16 jelas memerintahkan, “Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat ,” Dan mari kita belajar berbuat baik, lebih sering!  Amin.




Tulisan & foto: Lusindo Tobing.

03 Agustus 2013

refleksi minggu pertama Agustus 2013




Lukas 12: 13-21




WASPADA TAMAK






Waspada tamak!  Ketamakan membuat orang kaya atau berkuasa, berlaku korupsi.  Bahkan, ketamakan membuat orang miskin, bisa berlaku mencuri.  Perhatikan firman Tuhan Yesus Kristus melalui penulis Injil Lukas kali ini: Sungguh suatu kebodohan (ayat 20-21) tidak terperikan untuk mereka, yang hanya memikirkan dan mengejar kekayaan dunia ini, sangat sementara sifatnya.  Melebihi kekayaan sorgawi untuk kehidupan yang kekal, keselamatan abadi.


Hati-hati bahaya loba dan serakah. Ketamakan bisa menjadi batu sandungan kesaksian kita sebagai murid Kristus. Kata-Nya lagi kepada mereka: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." (ayat 15)


Ya, kekayaan mungkin bisa menambah obat atau terapi medis lainnya. Tetapi kekayaan tidak bisa menambah usia.  Tuhan-lah yang menentukan durasi umur kita. Karenanya mari lebih mengumpulkan kekayaan kemuliaanNya melalui kehidupan, pekerjaan dan pelayanan di dunia.  Berbagi peduli, saling mengasihi membantu dan melayani itulah tujuan utama hidup. (bdk. Luk. 1:53, 6:24, 21:1-4).


Tuhan kita Yesus Kristus yang mengetahui persis akhir dari segala sesuatu, mengingatkan lagi untuk jangan jadi batu sandungan. Tetapi marilah kita jadi batu loncatan. Bagi keluarga, gereja dan bahkan bagi negara. Bertumbuh bersama dalam kebaikan.  Mari kita bekerja-berusaha dengan jujur, ahli bersyukur dalam segala hal. Dan waspada tamak!  Amin.




Tulisan & foto: Lusindo Tobing.