12 November 2009

refleksi minggu ketiga November 2009

Markus 13: 1-8

WASPADA

“Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu!” (Markus 13: 5)




Ungkapan "KPK vs POLRI" atau diistilahkan “Cicak lawan Buaya” makin ramai saja belakangan ini. Pertarungan KPK versus Kepolisian tak terhindarkan. Kini semua cenderung saling menjatuhkan dengan mengungkap kelemahan lawan. Bahkan melebar ke instasi Kejaksaan Tinggi, lalu melibatkan TPF (Tim Pencari Fakta) yang dibentuk Presiden, MK (Mahkamah Konstitusi) hingga ribut berseteru di rapat pertemuan DPR dengan LSM juga maraknya demo di berbagai pelosok negeri kita. Sebenarnya Indonesia sedang belajar berdemokrasi lebih baik (mau lebih terbuka dan jujur) atau sebaliknya, Indonesia sedang makin tersesat, melestarikan kebohongan dan penipuan?

Tuhan Yesus mengajar di perikop kali ini dengan nada mengingatkan,”Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu!” Ada dua kejadian atau peristiwa besar terus-menerus disoroti di konteks Markus 13: Pertama, kejadian di waktu yang terdekat dalam kejatuhan Yerusalem pada tahun 70 M. Dan kedua, kejadian terakhir saat kedatangan Kristus kembali dalam kemuliaan (parousia). Kedua hal ini dipakaiNya untuk menjalin inti ajaran kali ini: Waspada. Di ayat 9 juga digunakan ungkapan, “hati-hatilah!”

Kita diingatkan seperti para murid diingatkan akan maraknya kebohongan dan penipuan. Baik dalam bidang keagamaan, kegemparan-kegemparan bidang politik dan internasional, serta terjadinya banyak bencana seperti gempa bumi dan kelaparan (baca ayat 6-13). Tetapi semua itu barulah permulaan penderitaan menjelang zaman baru. Tuhan Yesus sekali lagi mengingatkan untuk kita jangan gelisah. Karena semuanya itu harus terjadi, tetapi itu belum kesudahannya (ayat 7). Karena Injil harus diberitakan dahulu kepada semua bangsa (ayat 10).

Waspadalah terhadap penyesat iman dan hidup kita saudaraku. Dan jangan kuatir untuk bersaksi, baik utamanya lewat teladan perbuatan kita yang benar, jujur dan terbuka seturut perintah Firman Allah. Maupun melalui perkataan dan sikap tingkah laku Kasih yang melayani di keseharian.Teruslah iman bertumbuh dan pelayanan berkembang bahkan di tengah tipu muslihat dan pergumulan segelap apapun. Di ayat 13 kembali Tuhan Yesus mengingatkan dan menjanjikan, “Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya ia akan selamat.”. Asal kita mau senantiasa waspada! Amin.




Pdt. Lusindo Tobing

(gambar oleh Tempo)

04 November 2009

refleksi minggu kedua November 2009

Markus 12: 38-44

MEMBERI

.. tetapi janda ini memberi dari kekurangannya.. (Markus 12: 44)



Bagian kali ini sebenarnya terdiri dari dua konteks peristiwa berbeda (ayat 38-40 & 41-44). Namun mengandung kelanjutan pesan Firman yang kuat. Dijabarkan sesungguhnya tidak semua ahli Taurat itu jahat (ingat bahan refleksi Minggu pertama lalu, coba baca lagi ayat 34). Tetapi, kecenderungan umum dari golongan mereka menjurus ke tingkah laku bermegah-megahan, keserakahan dan kemunafikan. Oleh karenanya Tuhan Yesus mengingatkan dalam pengajaranNya,”Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat..” (ayat 38).

Kini firman tersebut tiba kepada kita. Sudahkah kita berupaya memberangus keserakahan, bermegah sombong dan bahkan kemunafikan kita. Jika belum, maka semua itulah yang memandekkan anda dan saya melakukan satu perintah mulia di dua perikop kali ini, yakni: Memberi.

Dilakonkan seorang janda yang dalam kesederhanaan kebaktiannya. Di antara banyak yang lain yang memberi persembahan ke dalam peti persembahan. Dengan rendah hati ia mempersembahkan segala penghasilan bahkan miliknya hanya kepada Allah.

Tuhan memperhatikan bukan apa yang diberikan, tetapi bagaimana mereka memberikannya. Dia sumber dari berkat yang melimpah dalam kehidupan kita, memberi selalu memberi untuk anda dan saya mengalir seperti air sungai yang jernih tak pernah berhenti.



foto: lt




Uang pada dirinya sendiri tidaklah berharga di dalam Kerajaan Allah. Tuhan tidak menghitung jumlahnya, tetapi Dia sangat memperhatikan motivasi si pemberi uang persembahan. Janda itu memasukkan “hanya” dua peser –mata uang tembaga yang paling kecil nilainya-. Oleh penulis Injil Markus demi kepentingan para pembaca Romawi dihitung dalam ungkapan Romawi, yaitu satu duit (ayat 42). Yesus mengetahui persis jumlah persembahan, bahkan Ia adalah Tuhan yang mengetahui dan mengutamakan isi hati yang menyampaikan persembahan. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.” (ayat 43-44)

Mari lebih memberi dan memberi saudaraku. Dengan memegang hakiki segala pemberian persembahan sebenarnya adalah penyembahan dan pengorbanan. Tuhan sangat memperhatikan bahkan menyukai persembahan terbaik: Memberi dari kekurangan kita. Amin.



Pdt. Lusindo Tobing

30 Oktober 2009

refleksi minggu pertama November 2009

Markus 12: 28-34
UTAMA
“Hukum manakah yang paling utama?” (Markus 12: 28)


Tampaknya pada masa kini orang lebih banyak ber-Filantropi. Yakni memberi tekanan besar kepada kasih terhadap manusia. Dan cenderung mulai melupakan kasih kepada Allah.

Tuhan Yesus Kristus di perikop kita kali ini menghubungkan keduanya dan bahkan mengutamakan kasih yang kepada Allah dulu. Filantropi itu tidak seharusnya menggantikan iman kita saudaraku, sebaliknya itu harus mengalir dari hati kita yang penuh Kasih.

Tanya seorang ahli Taurat, “Hukum manakah yang paling utama? (dari Bahasa Yunani “poia entole”). Sepertinya ada pembagian perintah hukum ‘yang besar/berat’ dan perintah hukum ‘yang kecil/ringan’.
Tetapi Tuhan Yesus menjawab dengan ajaib, Ia menyatukan dua bagian Alkitab (Ulangan 6:4-9 & Imamat 19: 18) kemudian menyampaikan Hukum yang terutama itu supaya kita lakukan: Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (ayat 30-31).

Kasih rupanya bukanlah sekadar perasaan yang emosionil. Namun sebagai asas aktif meliputi seluruh kepribadian.

Sebelum kita melakukan hukum-hukum yang lain. Mari terlebih dulu mau dan siap Hukum mengasihi.
Melakukan Kasih dengan mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama kita.

Miliki hubungan akrab sekali dalam Kasih Kristus. Dalam kondisi apapun teman2!

Dengan/ lalu tunjukkan iman dan pengharapanmu dengan memberlakukan Kasih di keseharian. Abdikan hati yang memaafkan orang-orang di dekatmu, wujudkan pikiran yang selalu mencari solusi atau jalan keluar, dan berlakukan tangan yang siap membantu orang lain. Khususnya kasihi sungguh mereka yang sedang menderita dan kesakitan.

Mungkin kita tidak bisa jadi yang terutama, namun kita bisa melakukan Kasih yang terutama itu. “Bahkan jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan!” Kata si ahli Taurat di ayat 33.
Dan Tuhan Yesus mengagumi kebijaksanaan jawaban itu, Ia berkata kepada si ahli Taurat,”Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!” Indah sekali..

Mari makin dekat dan semakin layak menjadi anak-anak Allah yang dikasihiNya.

Mari utamakanlah Kasih..
                                                                                                                        Lusindo Tobing


Gemarlah melakukan Hukum Utama: Mengasihi.
Tidak ada hukum lain yang lebih utama!

Lihatlah dan kecaplah, ketika kita mengutamakan mengasihi. Akan semakin banyak orang lain dan semakin besar yang berbalik mengasihi anda dan saya.

Terutama Allah tentunya, akan mengasihi dengan berpihak dan mengutamakan kita selalu..
Bahkan menjadi pewaris Takhta KerajaanNya: Sorga abadi kekal. Dengan mulai ‘mencicipinya’ di hidup dunia kita kini: menikmati ketenangan dan damai juga sejahtera yang luarbiasa.
Amin.


Pdt. Lusindo Tobing

21 Oktober 2009

refleksi minggu keempat Oktober 2009

Markus 10: 46-52


MENYELAMATKAN
“Pergilah imanmu telah menyelamatkan engkau!” (Markus 10: 52)



Jika ada seorang pengemis datang menghampiri. Apa yang biasa dilakukannya? Pasti memohon sedekah, tepatnya meminta uang pengasihan kita. Namun beda dengan Bartimeus, anak Timeus, seorang pengemis yang buta di perikop kali ini.

Bartimeus memanggilNya dengan gelar Mesianis: Anak Daud. Dalam Injil Markus, ia yang pertama berbuat demikian. Seluruh peristiwa penyembuhan ini adalah awal dari pemberitaan Mesias di depan umum.

Rencana Ilahi dan Misi Tuhan Yesus yang sedang menuju Yerusalem, dihentikan saat baru keluar dari Yerikho oleh seruan meminta pertolongan yang sangat bersemangat. Semangat yang berasal dari iman seorang pengemis yang buta!

Keterbatasan jasmani tidak menghalangi imannya. Pun dibatasi oleh tegoran banyak orang yang menyuruhnya diam, ia malah semakin keras berseru,”Anak Daud, kasihanilah aku!” (coba baca lagi ayat 47-48, luarbiasa)
Allah kita adalah Tuhan yang akan selalu bersedia menanggapi seruan dan minta tolong umatNya. Siapa saja yang mau percaya penuh kepadaNya. Apalagi seruan seperti si pengemis buta ini, mengandung kebulatan tekad (ayat 48), kepastian (ayat 51) dan iman (ayat 52).

Itu tampak ketika Tuhan Yesus bertanya padanya di ayat 51, ”Apa yang kau kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” Sebuah pertanyaan yang kedengarannya tidak perlu bagi seorang buta. Namun pertanyaan tersebut bermaksud ganda: pertama, menuntut si pengemis buta menerangkan kebutuhannya. Kedua, agar ia menunjukkan kepada orang banyak bahwa kali ini dia tidak minta uang.

Lalu jawabannya kepada Tuhan sangat menampakkan iman percaya, “Rabuni supaya aku dapat melihat.” Coba perhatikan kalimatnya: singkat, jelas, terasa akrab, intim, percaya sekali dan kuat. Kata “Rabuni” (dari Bahasa Yunani “Rhabbounei”) berarti “Tuanku” dan “Guruku”. Lebih kuat daripada “Rabi” atau “Guru”.

Bartimeus meminta Keselamatan. Dan Tuhan Yesus memberikannya, “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” Pada saat juga melihatlah ia, lalu mengikuti Yesus dalam perjalananNya. (ayat 52)

Keselamatan berasal dari iman. Dari mata iman yang terbuka percaya. Juga dari mata jasmani yang mau lebih dicelikkan agar jadi teladan setia mengikuti Dia, dengan lebih mengasihi orang lain. Sepanjang mata kita masih bisa melihat.


foto: lt.

Melihat diri sendiri, melihat keluarga kita, studi, pekerjaan bahkan pelayanan, lingkungan, alam dan seluruh hidup kehidupan. Sepanjang waktu hingga nanti kita tutup mata selamanya.

Mari miliki Iman yang bulat, kuat dan setia. Itulah iman yang menyelamatkan kita dan orang lain. Iman di dalam Tuhan Yesus Kristus! Amin.



Pdt. Lusindo Tobing

13 Oktober 2009

refleksi minggu ketiga Oktober 2009

Markus 10: 35-45

2 M
“..untuk melayani dan untuk memberikan...” (Markus 10: 45)


2 M di sini bukan nominal uang. Tetapi pernyataan tegas dari Tuhan Yesus yang paling tua tentang tujuan kedatangan serta pekerjaanNya: pertama untuk Melayani dan kedua untuk Memberi. “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (ayat 45).

Kecenderungan sepanjang sejarah, terbukti pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan “tangan besi”. Pembesar-pembesar menjalankan kuasa dengan keras. Tetapi tidaklah demikian dengan kita. Baca lagi ayat 43-44, maka bunyinya kurang-lebih begini: Barangsiapa ingin menjadi besar dari semuanya, hendaklah ia menjadi pelayan untuk semua. Dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka dari semuanya, hendaklah menjadi hamba untuk semuanya.


foto: Lusindo Tobing
Tuhan Yesus sendiri meneladaninya. Tanpa pengecualian melaksanakan apa yang Ia ajarkan. Bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani. Dan bukan hanya mau diberi, tetapi untuk memberi. Bahkan memberikan nyawaNya . Tuhan Yesus adalah pengejawantahan etikaNya sendiri. Mengajar dan menunjukkan dengan tegas perbedaan asasi antara kebesaran duniawi dengan kebesaran rohani.

Kini pernyataan Firman Tuhan ini sampai kepada kita. Mari kita miliki kebesaran rohani. Tanpa terlalu banyak mencari-cari alasan, bertekadlah mau memperbaiki diri. Mari kita lakukan 2M. Siap untuk melayani dan memberi, apalagi ketika lingkungan atau orang lain membutuhkan itu dari kita. Mulailah dari keluargamu.

Luangkan waktu lebih banyak dengan isteri, anak-anak, kakak-adik dan orangtuamu. Ketahuilah dengan cepat apa yang sedang alami dan butuhkan. Mulailah dengan lebih banyak mendengar mereka, mendengar suara lisan tetapi juga gerak-gerik tubuh anggota keluargamu. Perhatikan, “mendengar” saja sebetulnya sudah melayani dan memberi. Setelah itu kita akan terbiasa dipakai Tuhan dengan akal dan hati kita untuk melayani mereka bahkan bisa memberikan satu dan banyak hal lainnya yang tepat kena sasaran di hati dan hidup mereka. Dan kita akan lebih berhasil saling membesarkan, dengan nyata saling membawa kebahagiaan dan kesukacitaan dan bisa menikmati bersama keluarga. Kehidupan keluarga jadi lebih indah.

Lalu berusahalah untuk hidup lebih berarti bagi sesama dan lingkunganmu. Dengan lebih banyak melayani di studi, pekerjaan bahkan pergaulan sehari lepas sehari. Mari memberi, memberi lebih banyak perhatian, kehadiran, tenaga, uang untuk orang-orang di dekat kita pada komunitas apapun. Setelah lingkungan sekitar hingga kepada masyarakat, lalu rekan-rekan sebangsa senegara, hingga sesama lain di muka bumi yang membutuhkan pelayanan dan pemberian kita. Sekecil apapun dan sesukar bagaimanapun kita, ayo jangan lelah melayani dan memberi kepada sesama untuk membuat segalanya tidak hanya lebih besar, tetapi lebih baik.

Dalam dunia orang suka memerintah dan menguasai orang lain. Maunya hebat sendiri. Dengan memakai pengaruh pribadi untuk membesarkan diri. Tetapi kebesaran kita yang sesungguhnya hanya ada dalam KerajaanNya, yakni Kebaikan Kasih. Mengalir dalam pelayanan dan pemberian kita yang mau rendah hati juga tulus menjadi saluran berkat kebahagiaan bagi lebih banyak orang.

Teman-teman terkasih mau jadi terkemuka? Mau jadi besar dan hebat? Lakukan 2 hal refleksi ini dengan nyata: Melayani & Memberi. 2M!  Amin.

 
Pdt. Lusindo Tobing

07 Oktober 2009

refleksi minggu kedua Oktober 2009

Markus 10: 17-31

MUNGKIN
“Sebab segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah.” (Markus 10: 27)

Sukar namun bisa. Itulah yang dimaksud dengan kata “mungkin” oleh Tuhan Yesus Kristus kepada para muridNya. Tentang seseorang untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. “Anak-anakKu, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. ” (ayat 24). Ajaran ini jawaban atas pertanyaan seorang yang berlari-lari mendapatkan Dia lalu bertelut di hadapanNya,”Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Tujuannya datang kepada Tuhan, melulu pokoknya untuk masuk sorga. Bukan rindu untuk mengikuti Tuhan.

Mari berjuanglah, berusahalah dengan sungguh lewat kesetiaan dan ketaatanmu mempersilahkan Rancangan Tuhan saja yang berlaku. Andalkan Tuhan di setiap sendi dan fenomena hidup kehidupanmu. Maka engkau bahkan juga keluargamu akan selamat.

Jangan andalkan kekuatan dan pikiranmu belaka. Jangan andalkan kekayaanmu! Berhentilah bernegosiasi dengan Tuhan. Kita tidak boleh dan tidak bisa untuk itu. Kita tidak punya hak sesungguhnya untuk tawar menawar denganNya, kecuali Tuhan menanyakan itu pada kita. Lakukan dan jalani hidupmu dengan ketulusan Kuasa Kasih. Mencintai dengan tulus. Mengasihi Allah tanpa ada “udang di balik batu”. Melayani sesama dengan jernih, apa adanya. Membantu tanpa pamrih dan menolong tanpa mengharap balas.

                                                                                                                                                                    foto: lt



Pribadi atau keluarga yang mau melakukan Firman, bahkan meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Dia (baca lagi ayat 29) maka pasti menerima upah dariNya. Namun sekali lagi, bukan upah itu yang harus pertama dan kita utamakan. Mari, mengikuti Tuhan Yesus terlebih dahulu, dengan penuh percaya bahkan sadar dan mengakui bahwa segala sesuatu yang ada dan kita miliki adalah milik Tuhan. Lebih rendah hati, kuat iman dan ahli mempergunakan harta kekayaan hanya untuk meluhurkan dan memuliakan namaNya.

Singkirkan berkata di hati dan pikiranmu, “tidak mungkin”. “Apa mungkin aku memperoleh hidup kekal”, “Mana mungkin keluargaku diselamatkan”, “Kerajaan Allah tidak mungkin jadi bagian kami.” Dan seterusnya. Karena di dalam dan bersama Allah, segala sesuatu adalah: Mungkin. Amin.



Pdt. Lusindo Tobing

01 Oktober 2009

refleksi minggu pertama Oktober 2009

Markus 10: 2-16

KELUARGA
“.. apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia..” (Markus 10: 9)


Kali ini mari kita kembali kepada keluarga. Mari kita refleksikan khususnya soal perceraian dan anak-anak.

Yang pertama, tidak hanya di era canggih sekarang saja marak perceraian dalam keluarga. Jauh di konteks Tuhan Yesus pun (Perjanjian Baru) rupanya sudah trend dan jadi salah satu pokok perdebatan jemaat. Bahkan, peristiwa perceraian-perceraian paling awal yang terekam dalam Alkitab adalah pada masa Musa (Perjanjian Lama).

Orang-orang Farisi mencobai Tuhan Yesus dengan, “Musa member izin untuk menceraikan dengan membuat surat cerai?” Tuhan Yesus menjawab tegas di ayat 5,”Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah itu untuk kamu.” Jelaslah pengesahan Musa terhadap perceraian adalah suatu kelonggaran bagi kelemahan manusia, untuk mengatur perceraian dalam keadaan masyarakat yang terpolusi banyak hal buruk.


Namun yang lebih penting Tuhan Yesus secara khusus mengembalikan kepada Rancangan Allah sejak mula. Bahwa perkawinan diadakan sebagai cita-cita ilahi dan bahwa persekutuan itu adalah tetap, tidak dapat ditiadakan. “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (ayat 9). Laki-laki dan perempuan dalam hal ini tentu mempunyai kedudukan sama di hadapanNya.

Lalu yang kedua, tentang anak-anak. Tuhan adalah Pelindung mereka. Perhatikan ayat 14, perkataan Tuhan Yesus, ”biarkanlah anak-anak itu datang kepadaKu” bukannya,”biarkan mereka dibawa kemari.” Ini respon kepada murid-murid yang memiliki penilaian keliru, baik mengenai seorang anak maupun sifat-sifat kerajaanNya. Kerajaan Allah bukanlah soal kekuatan, gagah, cantik, atau soal prestasi maupun jasa.

Kita harus menyambut Kerajaan Allah sebagai suatu karunia, dan dalam hal inilah anak-anak dibela, dipeluk (dikasihi), bahkan diberkati Tuhan Yesus. “Lalu ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tanganNya atas mereka Ia memberkati mereka.” (ayat 12). Bahkan kata aslinya (Yunani) kateulogei berarti,”Tuhan Yesus memberkati mereka dengan sangat, berulang kali.”

Mari kembali kepada keluarga saudaraku. Tolak perceraian. Kita masuki penghayatan, penghargaan dan ucapan syukur kita atas keluarga yang Tuhan sudah anugerahkan. Dengan lebih memberikan hati, waktu dan perhatian bagi keluarga.

“Pulanglah” jumpai suami, isteri, anak-anak dan saudaramu. Bela mereka, lebihlah peduli, bahkan peluk keluargamu, sayangi, cintai dan kasihi mereka dengan Kasih Tuhan yang berulang-ulang. Jangan berhenti! Karena di keluargalah nilai spiritualitas dan iman mayoritas dimulai dan tumbuh. Tuhan Yesus Kristus memberkatimu beserta keluarga. Amin.


Pdt. Lusindo Tobing