20 Oktober 2015

Refleksi Minggu Keempat Oktober 2015


Markus 10: 46-52 



 KELUARGA PENOLONG




“Ada seorang buta, duduk minta-minta, ..” cuplikan lagu Sekolah Minggu ini bila diteruskan keterangan agak lengkap dari perikop Firman kali ini, adalah: Seorang pengemis yang buta, bernama Bartimeus, miskin, sendiri, benar-benar hidup dari pertolongan dan belas kasihan orang lain. Dalam semua Injil Sinoptik, hanya Markus yang menyebutkan namanya. Dan Bartimeus bukanlah orang malas, ia berkemauan keras untuk terbebas dari penderitaan. Teriakannya "Anak Daud, kasihanilah aku," itulah yang menggerakkan hati Tuhan Yesus.   

Seperti bila kita lanjutan lagu tadi yang berbunyi,”.. Pada suatu hari, Yesus melalui, orang buta itu celik matanya..,” ketika melintasi kota Yerikho (ayat 46), Dia menolongnya. Cemoohan dan hardikan orang banyak bukan penghalang. Dari Bartimeus kita belajar tentang iman kepada kuasa pertolonganNya. Mari refleksikan, Tuhan Yesus mengawali dengan bertanya kepada kita (seperti kepada Bartimeus di ayat 51). Lalu kita (seperti juga Bartimeus) menjawab dengan permohonan yang tulus, “... supaya aku dapat melihat!” Dan dengan iman kita serta keluarga kita pasti ditolongNya.   

Selamat menjalani kehidupan dengan pertolongan Tuhan yang tiada berakhir. Keluarga kita sudah dan akan selalu ditolongNya!(bandingkan dengan ayat 52). Juga, sekali lagi, seperti akhir lagu Sekolah Minggu sebelumnya, “Celik matanya, celik matanya,..” Mari menjadi keluarga dan anggota keluarga yang celik (terbuka) mata hati, pikiran serta perbuatan pelayanan, berfokus menjadi penolong bagi keluarga lain. Ditolong untuk menolong. Amin. 


Tulisan & Foto: Lusindo Tobing.

Refleksi Minggu Ketiga Oktober 2015


Mazmur 91: 9-15 
 

KELUARGA PERJALANAN IMAN 




Allah menugaskan para malaikat mengawasi dengan teliti kepentingan keluarga orang percaya. Pemeliharaan yang diberikan para malaikat kepada orang-orang yang dikasihi Allah adalah: “Mereka akan menatang engkau di atas tangannya,” menunjukkan kemampuan maupun kasih sayang yang besar. Mereka mampu menatang orang-orang yang dikasihi Allah hingga tidak terjangkau oleh bahaya, dan mereka melakukannya dengan penuh kasih.  

Menurut pemazmur, kita pasti memperoleh perlindungan tersebut dari Allah. Jaminan ini berangkat dari iman percaya. Keyakinan yang hanya bisa muncul jika ada kedekatan dan pengenalan akan Allah. Yang telah mengeluarkan Israel dari tanah perbudakan Mesir. Kemudian datang di dalam Kristus, sebagai Juruselamat. Dan sampai hari ini, dengan para malaikatNya terus menjaga semua keluarga dan tiap anggota keluarga kita, rohani dan jasmani sampai selamanya-lamanya.     

Karenanya mari, menjadi keluarga yang berfokus pada perjalanan iman. Mari terus “bermazmur” menyanyikan dengan suara dan khususnya dengan perbuatan nyata sehari-hari, seperti lagu KJ. 370: 2, “ 'Ku mau berjalan dengan Jurus'lamatku di lembah gelap, di badai yang menderu. Aku takkan takut di bahaya apa pun, bila 'ku dibimbing tangan Tuhanku. (Reff) Ikut, ikut, ikut Tuhan Yesus; 'ku tetap mendengar dan mengikutNya. Ikut, ikut, ikut Tuhan Yesus; ya, ke mana juga 'ku mengikutNya!” Amin.     


Tulisan: Lusindo Tobing.
Foto: doc. keluarga.     

09 Oktober 2015

Refleksi Minggu Kedua Oktober 2015


Amos 5: 14-15 


KELUARGA KEBAIKAN  
    



Jikalau umat Allah sungguh-sungguh membenci kejahatan dan mencintai kebaikan, Allah akan mengasihani kaum sisa itu -“sisa-sisa keturunan” bangsa Israel di konteks ini (ayat 15)- dan juga kita sekarang ini. Yang rindu selamat dari hukuman karena dosa. Dengan mengabdikan hati dan diri kepadaNya: Mencinta semua standar kebenaran Allah dan mengasihi semua cipta karya kebaikan Allah.     

Itulah mengapa Amos menyampaikan kesedihan Tuhan karena dosa-dosa Israel sebelumnya. Dua ayat yang masuk kategori nyanyian ini, mengimbau umat dan siapapun yang mengaku angggota keluarga karena kebaikanNya, benar-benar mau berbalik kepada Allah. Hidup berfokus kepada kebaikan-kebaikan Tuhan Allah. Sehingga dari "sisa-sisa keturunan" itu akan lebih banyak anggota keluarga yang membagikan kebaikan. “Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup; dengan demikian TUHAN, Allah semesta alam, akan menyertai kamu, seperti yang kamu katakan. Bencilah yang jahat dan cintailah yang baik dan tegakkanlah keadilan di pintu gerbang; ..”     

Mari kita sekarang, setiap keluarga berkomitmen. Bahkan komitmen tiap anggota keluarga untuk (lebih) membenci dan membuang berbagai kejahatan dari dalam hati, pikiran, perkataan juga perbuatan kita. Dan berjuang di tengah maraknya ketidakbaikan dunia, tiap hari dan tiap waktu menjadi keluarga yang semakin mencintai kebaikan. Mensyukuri semua kebaikanNya, dengan hidup membagikan kebaikanNya kepada sesamanya manusia. Kebaikan karena kebaikan dengan menjadi keluarga kebaikan. Amin. 
  

Tulisan & Foto: Lusindo Tobing.

29 September 2015

Refleksi Minggu Pertama Oktober 2015


Markus 10: 1-12 



KELUARGA KEUTUHAN





Belakangan kembali ramai berita tentang perceraian. Apalagi menyangkut seorang artis wanita Indonesia, dengan pria yang selama ini sangat terkenal sebagai (artis) penyanyi rohani Kristen di Indonesia. Lewat media sosial, mereka berdua menyampaikan sudah bercerai dengan pasangan (sebelumnya) masing-masing. Kini kedua artis tersebut siap untuk menikah. Berita ini langsung menuai banyak dan beragam reaksi. Tetapi bagaimana sesungguhnya ajaran mendasar tentang perceraian? Kita memang mungkin perlu diingatkan lagi, apa yang Tuhan Allah katakan tentang perceraian. 
  
Seperti dalam perikop kali ini. Jelas ditegaskan perceraian adalah hal yang sangat dilarang Allah. “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (ayat 9). Karena Allah-lah yang membentuk pernikahan, kesatuan antara seorang pria dan seorang wanita. Pernikahan ini menghasilkan hubungan yang unik, yaitu hubungan "satu daging". Lebih erat daripada hubungan orangtua-anak (band. Kej 2: 24). Pernikahan bukan sebuah kontrak sementara waktu dan bukan keutuhan yang dapat dibubarkan begitu saja. Adalah salah, bila manusia memisahkan suatu keutuhan. Dalam pandangan Allah, tidak ada perceraian.   

Mari jangan pernah melihat perceraian sebagai suatu (apalagi satu-satunya) solusi, meski situasinya sangat buruk. Dan mari, kita bersama-sama dalam kehidupan tiap keluarga dan berkeluarga kita, tidak “tegar hati”/”keras hati” (baca dan renungkan kembali ayat 5). Mari kembali pada Dia yang mempersatukan, menolong terjadinya pemulihan, hingga kembali kepada keutuhan. Mari menjadi keluarga yang fokus kepada keutuhan. Keutuhan yang hanya ada dalam Cinta Kasih Allah. Hidup berjuang saling sayang, mengasihi, saling mengampuni, melayani dan meng-utuhkan dalam keluarga kita, sebagai Gereja kecil sehari-hari. Amin.


Tulisan: Lusindo Tobing
Foto: dok. keluarga.

22 September 2015

Refleksi Minggu Keempat September 2015


Mazmur 19: 8-15 


HIKMAT YANG BERTUMBUH  
   



Terik panasnya sinar matahari yang menjamah muka bumi (khususnya hampir sebagian Indonesia) saat ini menjadi bukti: Tak terbantahkannya keberadaan Tuhan Allah. Begitu pula hujan yang (telah dan akan) diberikanNya. Dan setiap bagian musim yang ada di negara dan bumi belahan manapun juga.     

Mari “menyanyikan” mazmur ini, dari pikiran serta hati kita yang tergugah keagungan Hikmat dan Kasih Allah. Semakin ditarik mendekat kepadaNya. Setia beribadah hanya kepada Tuhan Allah. Seraya kita disadarkan betapa jahatnya dosa-dosa dan bodohnya kita karenanya. Sehingga perlu di tiap ibadah kita (Ibadah Minggu dan di tiap ibadah dalam aktivitas kita sehari-hari) memohon dan kita boleh lebih menerima Hikmat.     

Bertumbuh dan terus bertumbuhlah melalui ibadah, hati-pikiran bertumbuh dengan dan dalam keindahan Hikmat Allah. Renungkan bagaimana pemazmur dengan indah memaparkan tujuh (menunjukkan angka sempurna) karakter Taurat-TitahNya-Ibadah yang takut hanya kepada Allah: 1.Sempurna; 2.Teguh; 3.Tepat; 4.Murni; 5.Suci; 6.Benar; dan 7.Adil (mohon baca lagi dengan tenang ayat 8-9). Sehingga kita semakin menuju “lebih indah daripada emas dan lebih manis daripada madu (ayat 11). Terhindar banyak hal negatif termasuk kesesatan, pelanggaran, dan tipuan orang jahat (ayat 12-14). 

Dan semakin berbagi, bersaksi yang berhikmat. Hikmat tidak boleh dipendam. Bersaksi yang berhikmat melalui ucapan mulut (ayat 15), serta khususnya tingkah laku kita kepada sesama manusia serta seluruh kehidupan. Hikmat yang setia dilakukan dengan tepat. Hikmat yang terus membagikan berkat. Hikmat yang tiada tamat. Amin. 



Tulisan: Lusindo Tobing.
Foto: Doc. Komisi Wanita GKJ Nehemia.

Refleksi Minggu Ketiga September 2015

Markus 9: 33-37 



KERENDAHAN HATI 




Ketika Tuhan Yesus Kristus mengambil seorang anak kecil, menempatkannya di tengah-tengah para murid (ayat 35-36), kemudian Ia memeluk anak itu dan mulai mengajarkan cara bagaimana para murid (dan kita juga sebagai jemaatNya di masa kini) menyambutNya dalam kerendahan hati.     

Ini terjadi ketika Ia kembali ke Kapernaum, lalu menuju ke rumah Petrus, yang merupakan markas kegiatanNya dan para murid di Galilea. Dengan pertanyaannya yang kata kerja “bertanya”, kemungkinan ini menunjukkan Tuhan Yesus terus menanyai para murid, mengenai pembicaraan mereka waktu di jalan sebelumnya. Namun bukannya menjawab pertanyaan Guru (Rabbuni), “mereka diam” (baca ayat 33-34). Menunjukkan kemungkinan para murid malu mengungkapkan pembahasan tidak layak itu. Karena saat dan baru saja menjelaskan tentang kematian-Nya yang sudah dekat, pikiran mereka rupanya malah dipenuhi hasrat tentang kesombongan pribadi dan di pertanyaan siapa yang terbesar di antara mereka?     

Tuhan menghardik para murid. Dan sesungguhnya Tuhan juga sedang menghardik kita sekarang! (baca dan renungkan kembali ayat 37). Mari menyambutNya dengan kerendahan hati. Tindakan rendah hati dalam Kasih Kristus, merupakan tindakan sangat mulia. Kerelaan untuk mengambil kedudukan yang rendah sebagai hambaNya, bahkan mengasihi-melayani anak kecil (bahkan perluasan permaknaannya berwujud: Melayani yang “kecil”, miskin, lapar-haus dan korban berbagai kejahatan serta bencana) merupakan tanda kebesaran sejati. Karena dengan melakukan hal itu, kita berarti sedang melayani Allah Bapa di dalam Kristus. Amin. 



Tulisan: Lusindo Tobing
Foto: Doc. Komisi Wanita GKJ Nehemia.

08 September 2015

Refleksi Minggu Kedua September 2015.


 Yesaya 50: 4-9a 


MELALUI IBADAH 




Bagian pasal ini sesungguhnya ditulis selama tahun-tahun akhir hidup Yesaya. Allah menyatakan nubuat-nubuat memberikan pengharapan dan penghiburan kepada umat-Nya selama tertawan di Babel 150 tahun. Penuh dengan penyataan nubuat mengenai Mesias yang akan datang dan kerajaan-Nya di bumi kelak. 

Mesias yang akan menghibur orang lemah dan penuh kesusahan itu, dikatakan akan memiliki kebiasaan bersekutu "setiap pagi" dengan Bapa-Nya. Melalui bentuk kontras, Tuhan Yesus Kristus, dinyatakan sebagai Israel sejati, seorang hamba yang taat secara sempurna. Setiap pagi, menandai persekutuan dengan sang Bapa pada pagi-pagi buta. Yang membuatNya memiliki lidah seorang murid. Artinya Mesias akan berbicara karena telah menerima pesan Allah untuk menghibur orang-orang letih lesu karena dosa. 

Mari teladani Tuhan Yesus Kristus, melalui ibadah tiap hari (“tiap pagi”), Iman kita ditopang dan ditumbuhkan. Mari memelihara hubungan akrab dengan Bapa di sorga. Di tiap Ibadah Minggu kita, juga di tiap hari. Ibadah kita setiap hari. Mengutamakan Allah, mendengarkan Firman tiap hari. Proses pembentukan itu berat, tetapi melaluinya kita akan jadi tegar (maknai lagi ayat 6,7-9).

Sehingga kata-kata, juga sikap dan perbuatan kita bukanlah kita sendiri, tetapi dariNya. Bahkan bisa dipakaiNya menjadi saluran berkat kepada semua orang, khususnya yang letih dan lesu, ahli membagi kekuatan-penghiburan dan semangat baru. Amin. 


Tulisan & Foto: Lusindo Tobing.