05 September 2012

refleksi minggu keempat Agustus 2012



TUHAN TIDAK MENAHAN KEBAIKAN


Mazmur 84





                Kebaikan selalu diinginkan. Semua orang menginginkannya, anda dan saya, kita semua. Tetapi kecenderungannya, kita hanya rindu dan mau menerima kebaikan. Untuk melakukan atau membagikan kebaikan bagi sesama? Sekali lagi, cenderung lebih sedikit daripada mau dan menginginkan kebaikan tersebut. Padahal Tuhan telah memberikan banyak anugerah dan berkatNya kepada kita. Tidak terhitung pendampingan, bimbingan bahkan penyelamatanNya. Namun dunia (baca: saya dan anda, kita) cenderung menahan kebaikan.
                Dunia selalu cenderung lebih sering memberi alasan dan dalih. Sehingga yang seringkali muncul adalah hanya tanda tanya. Baik tanda tanya dari yang sesungguhnya bisa melakukan kebaikan, juga lebih banyak tanda tanya dari mereka yang sangat membutuhkan kebaikan dalam hidupnya. Sehingga mandiri dan kemandirian seringkali menjadi ungkap yang (memang) baik untuk dinyatakan. Tetapi apakah betul kita benar-benar bisa mandiri sebagai manusia yang menjalani hidup kehidupan?  O iya, Tuhan tidak menyukai kita untuk bermalas-malasan dan tidak berusaha-bekerja. Apalagi hanya makan dan hidup sebagai parasit atau bahkan mendapatkannya dari hasil kejahatan. Tetapi coba renungkan sekali lagi dengan dimensi positif, anda dan saya, tiap pribadi lepas pribadi kita, sesungguhnya tetap membutuhkan orang lain. Kita bisa hidup karena ada orang lain. Sesama yang dihadirkan Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan ketika ada orang lain/sesama, maka di situ akan lebih terasa adanya Tuhan dengan segala kebaikan-kebaikanNya.
                Camkanlah ini, cantik dan indahnya dunia hanyalah sementara. Tetapi kebaikan dan Kasih Tuhan Allah tiada habisnya. Selalu tersedia, selalu ada dan selalu dianugerahkan. Abadi kekal.  Abadi kekal Tuhan yang tidak pernah sama sekali menahan-nahan kebaikanNya untuk kita. Coba baca lagi ayat 12 dari Mazmur 84 (perikop kita kali ini), Tuhan bahkan digambarkan sangat menawan kekal indah dengan kebaikan, “Sebab Tuhan Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela.”
                Tuhan menahan yang buruk dan jahat berlaku bagi kita. Mungkin bisa kita yakini bahwa Tuhan menahan ketidakbaikan, selalu berusaha menjaga dan melindungi kita dari berbagai hal yang tidak baik. Kita sendirilah yang tergoda dan larut dalam kebiasaan memberlakukan hal-hal yang tidak baik itu. Kepada orang lain, juga kerap kepada diri kita sendiri. Sehingga lambat laun tidak terbiasa untuk merenungkan kebaikanNya. Selanjutnya kita agak lambat dan gagap memikirkan yang baik, menyikapi dengan baik, merespon berbagai hal dengan baik dan kebaikan. Sehingga kadang dan seringkali jadi lemah dan tidak berdaya kepada ketidakbaikan. Dan anehnya, malah jadi risi dengan kebaikan, kebenaran, hal-hal yang baik dan benar untuk diri kita sendiri. Yang akhirnya orang lain akan jarang bahkan mungkin tidak pernah melihat, merasakan dan menerima kebaikan dari kita. Tepatnya, mereka menerima kebaikan Allah melalui kita.
                Tuhan selalu menawarkan kebaikan. Seperti matahari, juga bisa penggambarannya seperti air sungai mengalir, terus-menerus mengalirkan kesegaran dan kehidupan. Dan tidak sekadar menawarkan, Tuhan juga tentu selalu menganugerahkan kebaikan. Kebaikan bagi kita semua, khususnya bagi mereka yang mau percaya dan mengasihiNya. Segala kehidupan dengan berbagai kebutuhan kita di dunia ini, bahkan hingga keselamatan sempurna di sorga abadi. Pasti dianugerahkan.
                Dianugerahkan tentu kepada yang hidup dalamNya. Karenanya mari, mari sungguh-sungguh dan lebih sungguh lagi untuk mengandalkan Tuhan Allah.  Di luar Dia tidak ada harapan, tidak ada kekuatan bahkan bisa dipastikan tidak ada kepastian keselamatan.
                Dan oleh karena itu juga, mari mulai mengandalkannya dalam doa-doa kita. Kita harus rajin dan lebih rajin bekerja berusaha. Tetapi ingat, berdoalah untuk sesama kita dengan kebaikan hati pikiran, lebih sering dan lebih sungguh lagi. Bertanyalah, belajarlah kepada Allah sekaligus mohonkan kekuatan dariNya, “Tuhan, apa yang belum aku persembahkan kepadaMu, lebih lagi, mempersembahkan kepadamu berwujud kebaikan yang bisa kubagikan bagi sesama?” Dan ketika Tuhan menegur sekaligus menuntun kita -responNya dari pertanyaan kita tadi- mari siap sedialah untuk dipakai menjadi alat-alat penyalur kebaikan bagi dunia.
                Mulailah mempersembahkan yang kecil dan sederhana, dengan melakukan kebaikan bagi orang lain. Dengan mau lebih mau mendengar orang-orang di dekat kita. Menulis dan berkomunikasi dengan baik, menggunakan alat komunikasi ataupun saat bertemu muka. Lontarkanlah sungguh tulus dan baik, kalimat-kalimat yang lebih baik. Mengungkapkan ungkapan-ungkapan yang baik dan membangun. Lebih banyak lagi mendoakan sesamamu. Lebih lagi memberi donasi uang, barang atau apapun, dimulai dari yang kecil jumlahnya, bagikan kepada yang berkekurangan. Bahkan siap membantu dan menolong mereka yang berada di dekat kita. Di konteks keadaan, bagaimanapun dan di manapun kita sedang ditempatkan Tuhan. Bahkan rindu dan senang memberlakukan itu, untuk orang-orang yang dekat dengan kita. Baik dekat secara lokasi maupun dekat di pikiran dan hati kami. Hingga sampai yang jauh sekalipun.
Teruslah menyalurkan dengan memberlakukan nyata kebaikan bagi dunia dan kehidupan. Sama-sama rindu dan melakukan kebaikan-kebaikan yang membawa kehidupan jadi sedikit dan banyak tambah ceria sukacita dan bahagia!  Sampai Tuhan Allah -Sang Sumber Kebaikan- akan datang kedua kali nanti.
Dan Dia lebih bersukacita bahagia lagi, karena melihat kita bersama sungguh berjuang dan bertekun, mewujudkan dunia penuh dengan kebaikan-kebaikan. KebaikanNya.



tulisan & foto: Lusindo Tobing.

  

29 Agustus 2012

refleksi minggu ketiga Agustus 2012



MEMPEROLEH HIKMAT DI DALAM KRISTUS








Amsal 9: 6
Mazmur 34: 9-14
Efesus 5: 19-21



                Memperoleh hikmat itu seperti kita mengambil pasir dengan genggaman dan kepalan tangan kita. Ketika mengambil pasir dengan berusaha sekuat mungkin menggenggamnya bahkan memaksa dengan sekuat mungkin mengepalkan pasir tersebut di tangan, maka, hasilnya pastilah sedikit. Tetapi sebaliknya, saat kita mengambil dan mengangkat pasir dengan wajar tenang dan genggam dengan terbuka tidak memaksa maka pasir yang kita dapatkan? Bisa dipastikan jauh lebih banyak dari cara yang sebelumnya tadi.
                
                Pemazmur punya ungkapan “kebodohan” untuk memaksakan diri dalam memperoleh hikmat. Hikmat hanya bisa diperoleh karena diberi, tepatnya dianugerahkan Allah. Tidak bisa dikejar, dicari-cari dengan kekuatan manusia kita. Karena yang muncul kemungkinan hanyalah “hikmat dunia”. Ungkapan, ajaran atau filosofi yang kelihatannya saja baik dan berguna, dan memang mungkin sebentar dan sedikit bisa bermanfaat. Tetapi tidak langgeng, tidak seterusnya apalagi selamanya.  Lalu segera akan memudar, berganti dan bahkan malah jadi sesuatu yang tidak terpakai. Jika terus dipaksakan dipakai, bisa menjadi sesuatu yang buruk.
                
                Kebodohan lain yang lebih mendasar adalah tentu hal-hal yang benar-benar salah, kebiasaan buruk, pemikiran dangkal dan sempit bahkan perilaku yang merugikan diri sendiri pun orang lain. Terlebih berbagai kebusukan dan kejahatan.  “.. buanglah kebodohan, maka kamu akan hidup, dan ikutilah jalan pengertian.” (Amsal 9: 6). Dan mengikuti jalan pengertian, itulah jalan di dalam Kebenaran. JalanNya Tuhan.  JalanNya. Harus dengan cara yang diinginkan hatiNya, barulah kita akan menerima dan memperoleh hikmat. Kemampuan untuk menimbang perkara dan bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik.
                
                Jalan atau cara yang diingini bahkan disukai Allah adalah iman dan kasih. Ya, mari beriman sungguh kepadaNya. Percaya penuh, berserah total dan yakin hanya kepada kekuatan dan kekuasaanNya. Lalu benar-benar mengasihi Dia. Menyembah, memuliakan Tuhan tiap saat. Memuji, menyanyi untuknya dan menaikkan syukur dengan bekerja, studi belajar dan memberlakukan pelayanan kita tulus bagi sesama dan kehidupan. Untuk kebesaran namaNya. Dilakukan tiap hari, tiap waktu dengan berbagai kesempatan dan keadaan. Tekun dan setia percaya dan mengasihi Allah saja. Selalu dan selalu berdoa berkomunikasi dengan Tuhan. Di ucap kata, pemikiran, tetapi khususnya lewat sikap dan perbuatan yang mengagungkan kasihNya. Bersamaan dengan itu, hikmat akan datang. Hikmat dari Allah akan mengalir saat jalinan kita denganNya sangat baik, intim. Allah selalu rindu menganugerahkan yang baik kepada kita. Termasuk menganungerahkan hikmat dan kebijaksanaan illahi dariNya. Saat kita terus dan tetap menjlain hubungan dengan Allah, maka itu semua termasuk khususnya hikmat akan menjadi bagian kita. Menjadi berkat yang kita peroleh sebagai sebuah kemestian juga kepastian. Saat kita berjuang nyata memberlakukan nyata percaya dan mengasihi.

                Pemazmur mempunyai istilah untuk hal tersebut, yakni “Takut akan Tuhan”. Coba baca dan renungkan lagi  Mazmur 34: 9-14. Pemazmur bahkan mengajak dan rindu untuk mengajarkannya. Karena ia sendiri memilikinya karena memperolehnya. Memperoleh hikmat yang dari Allah. Hikmat yang memapukannya menjawab berbagai tantangan kehidupan bahkan menghadapi manusia jahat dan kejahatan yang mengintainya sejak muda hingga masa tuanya. Dan pemazmur berhasil untuk menghadapi dan menjalaninya. Menghdapai dan menjalani berbagai tantangan bahkan pergumulan hanya dengan Tuhan. Dengan hikmatNya sajalah, seperti pemazmur, kita akan bisa mengalahkan berbagai masalah bahkan menang dan melewati pergumulan dengan gemilang. Gemilang yang akhirnya kita kembalikan untuk kemuliaan Sang Sumber Hikmat, Allah di dalam nama Tuhan Yesus Kristus dengan urapan Roh Kudus!

                Dan kini, saatnya untuk kita yang yakin akan dan sedang bahkan selalu diberkati dengan hikmat.  Ayo bagikan berkat kepada sesama, dengan memberlakukan hikmat itu di kehidupan sehari lepas sehari. Tiap keadaan masalah pergumulan dan perjuangan memerlukan jawabannya masing-masing. Bahkan tiap situasi, kondisi, tempat, waktu bahkan tiap manusia dengan keberadaannya satu dengan lainnya, membutuhkan sikap dan jawabannya. Untuk itu dibutuhkan hikmat.  

                Karenanya jangan terjebak hanya mau atau bangga ketika dunia menyebut kita berhikmat. Mari lakukan hikmat. Mau berhikmat dengan melakukan membagikan hikmat dari Allah adalah dua hal berbeda. Mau berbeda dengan melakukan, bukan?  Sekarang mari melakukan dan memberlakukan. Merenungkan di hati dengan hikmat dari Tuhan Yesus. Juga rasional kita, mau mengendapkan banyak hal ilmu pengetahuan informasi dan sebagainya dengan hikmatNya. Lalu mulai merespon. Seperti Tuhan Yesus Kristus merespon masalah dan pergumulan. Tidak lari dari masalah tetap menghadapi bahkan mengalahkan masalah. Bukan dengan kekerasan dan pemaksaan seperti refleksi kita di awal tulisan ini. Tetapi sungguh mau seperti Allah di dalam Yesus yang terus-menerus dengan sangat manis meneladankan untuk: mengalahkan kejahatan hanya dengan kebaikan! “.. dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati. Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus” (Efesus 5: 19-21).

                Dan akhirnya itu semua sedikit-banyak atau langsung-tidak langsung akan mengajak orang-orang di dekat kita. Tindakan hikmat akan mempengaruhi lingkungan kita untuk jadi lebih tenang. Ada damai di tengah pergulatan bahkan tangisan dan ketakutan. Sehingga yang muncul bukan iri, curiga dan saling menyalahkan. Tetapi kita mau dan bisa dipakai Allah untuk seperti Dia yang rela berkorban bagi kepentingan bersama. Melayani kebersamaan di dalam Kasih yang berkembang. Sehingga kebaikan yang murni akan membias. Mengalahkan pemikiran dan tingkah laku yang egois dan merusak.  

                 Sebaliknya yang muncul adalah kebiasaan saling sapa, mau peduli dan bahkan siap saling menolong dalam semangat kebersamaan. Ada terus perubahan. Perubahan tentu menuju yang baik. Bahkan jadi lebih dan semakin lebih baik. Tidak ada keraguan tertawa, merdeka bersukacita, dalam mengekspresikan segala sesuatu yang baik dan saling menjadi sumber inspirasi yang benar  satu dengan lainnya. Baik dari anak-anak hingga remaja, dewasa bahkan usia lanjut. Dari kehidupan bersama keluarga, melebar meluas penuh hikmat kebaikan kebahagiaan dari dan dalam Kasih untuk lingkungan. Dengan tetangga, sesama bahkan dengan semua orang yang kita jumpai, terus bertekun memberlakukan hikmat. Hikmat dari teladan Kristus. Hikmat Kasih sayang yang pasti dan selalu dibutuhkan semua orang di dunia. Dunia yang lebih berhikmat. Dunia yang lebih sorgawi. Dunia untuk hidup kita bersama, dengan bahagia.



tulisan & foto: Lusindo Tobing.

28 Agustus 2012

refleksi minggu kedua Agustus 2012


ADA TUHAN DI TENGAH KEPUTUSASAAN

1 Raja-raja 19: 5-7
Mazmur 34: 7-8
Yohanes 6: 35-61
Efesus 4:25 - 5:2





                Ingat Nabi Elia yang ditolong Allah diberi makanan (juga minuman) disaat-saat lapar karena menyelamatkan diri dan juga saat mengalami kemunduran motivasi pelayanannya. Bahkan rawan menjemput keputusasaan. Sesungguhnya bukan sekadar kebutuhan perut (baca: jasmani) yang dicukupkan, namun tentu ada banyak pesan dan ajaranNya kepada Elia sendiri, tetapi juga kepada kita.Salah satunya adalah:
Jangan ambil keputusan untuk hidup dalam keputusasaan.

Ya, keputusasaan jangan pernah dijadikan keputusan. Walau putus asa adalah pilihan yang paling gampang bahkan paling banyak diputuskan atau diambil. Sekali lagi, jangan putus asa! Karena apa? Karena Tuhan Allah sendiri tidak berkenan untuk kita jatuh putus asa. Melalui Firman juga tindakanNya –salah satunya tadi melalui Nabi Elia-  juga kepada semua mereka yang percaya dan terlebih yang melayaniNya,  tidak diperkenankanNya untuk kita lemah iman, pasif dan kalah terhadap tantangan kehidupan.  Coba  baca lagi 1 Raja-raja 19: 5-7, jelas Allah ingin agar Elia juga kita semua untuk sungguh percaya dan berani meneruskan perjalanan hidup, tugas pekerjaan dan pelayanan dengan kekuatanNya. Jangan berhenti bersaksi. Tidak boleh gentar dan layu dalam iman kepada Kasih. Dan sesungguhnya kita dilarang untuk menyerah, apalagi atas sesuatu yang buruk, jahat dan tidak diperkenankan Tuhan.  Keputusasaan bukan keputusan!

Yang lebih indah lagi, bila kita cermati keberadaan hidup kehidupan kita manusia. Allah justru ada di tiap kerawanan keputusasaan tersebut. Bahkan bisa kita katakan, Allah justru lebih ada dan lebih nyata terasa justru di tengah-tengah situasi yang menghimpit dan sangat menggoda kita untuk nyerah kalah.

Ingatlah bahwa Allah Ada. Ya, Dia selalu ada di dalam berbagai fenomena dan kejadian. Di tiap bagian fase kehidupan dan perjalanan kehidupan kita.  Allah adalah Allah, Dia selalu hadir, selalu aktif mencintai mengasihi dan tidak tertidur bahkan tidak pernah gagal. Rancangannya untuk berproses menyelamatkan dunia khususnya kita umat manusia, tidak pernah gagal. Tidak ada produk gagal Allah. Semua ya. Semua berhasil. Rancangannya tidak bisa digagalkan. Tidak bisa diperlambat atau ditahan-tahan, oleh siapapun dan bagaimanapun. Jadi, mengapa kita harus menjadikan putus asa sebagai salah satu calon keputusan kita? Jangan! Jangan putus asa ketika kita sungguh beriman kepadaNya.  Walau di tengah penindasan bagaimanapun dan kesesakan yang besar. Allah ada. Andalkan selalu Dia. Kembali dulu pertama kali selalu kepada Allah. Takutlah akan Dia. Sembah puji dan bersyukur atas kebaikan kemurahan berkat-berkatNya. Yakini Allah selalu ada dan ada selalu Allah. Lalu persilakan Tuhan Allah yang bekerja menguasai hidup kehidupan kita. Mengatasi, memanage dan memberi solusi di tiap pergumulan dan perjuangan. Allah ada, ada Allah.

 Pemazmur di Mazmur 34: 7-8 dengan indah menandaskan, “Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya. Malaikat TUHAN berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka.” Coba perhatikan, MalaikatNya berkemah di sekeliling kita. Indah sekali dan sangat menguatkan kita! Dan minimal ada dua kata yang menarik tadi,  “menyelamatkan” dan “meluputkan”.  Setelah membuka beberapa bahan dan kajian, saya mendapatkan hal yang menarik lebih lagi atas dua kata ini. Rupanya, kata “menyelamatkan” bahkan juga berarti Allah sungguh fokus akan Cinta KasihNya dan Penjagaan PembimbinganNya (TuntunanNya) kepada kita. Allah tidak pernah berhenti mengasihi kita, keluarga kita dan setiap orang. Apa yang baik saja yang dicurahkan dan diberikan kepada kita semua. Dan kata yang kedua, yakni “meluputkan” sungguh menjadi pemahaman juga pencerahan baru karena punya arti Allah selalu rindu unuk kita dipindahkanNya dari satu keadaan yang tidak baik ke keadaan yang baik. Dengan kekuatanNya, Dia selalu akan berusaha membuat kita beralih dari yang buruk ke indah, dari jahat ke yang baik dan jika sudah baik dan indah maka akan dibuatNya naik lagi bepindah ke keadaan yang lebih dan lebihhh baik indah. Di tiap hari, tiap waktu kehidupan kita. Sampai kapan? Tentu sampai akhir hidup kita bahkan kerinduanNya kita akan kembali bersamaNya. Di kemuliaan abadi sorga.

              Sehingga tepat ketika Tuhan Yesus Kristus sendiri menyatakan lewat lisanNya, “Akulah Roti Hidup” (Yohanes 6: 35-61). Siapa yang mau datang kepadaNya, mendekat dalam hubungan spiritual dan kehidupan kesehariannya, maka akan hidup. Tidak mati lagi. Artinya memiliki kedamaian sorgawi, tenangan dan sejahtera yang illahi dari Tuhan selama hidup di dunia. Dan bahkan seterusnya ada kepastian keselamatan dan kesempurnaan keselamatan Sorga. Tidak akan lapar lagi, tidak akan haus lagi. Tidak akan ada tangis dan penderitaan lagi, tidak ada duka sengsara lagi nanti di Sorga abadi itu. Tetapi juga kini, sekarang, selagi ada berpijak di atas bumi, maka kita bersama mengecap kedamaian Allah. Yang membuat kita mampu mengalahkan kuasa buruk dan jahat. Bahkan bisa benar-benar berbahagia, lega sukacita dan pasti dalam melangkah.  Asal dan karena mau hidup makan “roti hidup”.  Menjalani hidup dengan roti hidup, hidup di dalam Kuasa Allah saja.

                 Dan Allah ingin kita membagikan itu semua. Membagikan pengetahuan bahwa Allah ada dan  selalu ada Allah. Dan menshare semangat hidup kepada sesama. Bagi siapapun juga, khususnya bagi orang-orang yang sedang menuju bahkan mungkin sedang mengalami keputusasaan. Mari untuk terakhir kita baca secara penuh dan maknai Efesus 4:25 - 5:2. Betapa segala perintahNya adalah untuk memberlakukan yang benar dan baik, bagi sesama. Satu dengan yang lainnya.

                Mari, jangan berhenti untuk diubah oleh Tuhan untuk terus berpindah dari keburukan ke kebaikan. Atau jika memang sudah baik maka jadilah lebih baik lagi. Untuk sesama dan bagi kemuliaanNya. Ayo jadi sosok yang gampang diajak dihubungi dan bekerjasama. Selalu siap bergandengan tangan dan hati, siap membantu dan menolong orang lain. Membagikan kekuatan dan mendampingi yang lebih lemah. Memberi telinga untuk mendengar dengan hati tulus. Memberi perhatian dan permakluman. Dan bahkan siap melayani dengan nyata. Dalam bentuk yang paling sederhana hingga besar. Sehingga orang-orang di dekat kita boleh tersenyum damai karena kehadiran kita. Ada jalan keluar saat bersama kita. Bahkan diri kita boleh member dan menjadi solusi tersebut. Bagaimanapun dan di manapun juga kapanpun, senang untuk membuat sesama senang. Bahagia karena membahagiakan orang lain. Ada encouragement, yang sesungguhnya berisi juga berbentuk membagikan doa, pujian, juga inspirasi dan bahkan keteladanan ketegaran iman juga sikap yang baik. Sehingga dunia sedikit maupun banyak, tidak menuju kepada keputusasaan. Atau jikalaupun sedang dan sudah, dengan kekuatan Allah saja, dalam terang KasihNya, kita dipakai jadi alat untuk membawa terang. Juga menggarami situasional dan kondisional yang hamper basi. Dan kehidupan kita bersama boleh menuju, hanya menuju kepada kebahagiaan sukacita, Damai Allah. :)




tulisan dan foto: Lusindo Tobing.

31 Juli 2012

refleksi minggu pertama Agustus 2012



BERTOBATLAH BANGSAKU DAN BERHARAPLAH KEPADA-NYA!


Mazmur 51:1-12





Ini (mazmur) ajaran sekaligus ajakan untuk diri sendiri, sesungguhnya. Tetapi juga secara lebih meluas, ini ajaran dan ajakan juga untuk sesama dan segenap rakyat juga bangsa Indonesia.

Bangsaku yang negaranya, oleh pihak luar bahkan dirinya sendiri (beberapa dari kita sebagai anak bangsa), dijuluki sebagai “Negara yang gagal”. Gagal karena demikian banyak korupsi!
Yang seterusnya berlanjut kepada sangat lambannya percepatan pendidikan dibandingkan pertambahan jumlah penduduknya bahkan dengan kecepatan tantangan dunia dan perkembangan zaman. Yang juga sangat merusak pondasi-pondasi dasar ekonomi dan apalagi berkembangannya ekonomi (dari negara berkembang maunya ke negara maju?), sehingga setelah berpuluh-puluh tahun tampaknya masih ketinggalan dan tertinggal dekat atau jauh dari bangsa-bangsa tetangga. Apalagi Negara dan bangsa lainnya yang sudah lebih dulu maju! Hal-hal sewarna dengan itu tentu juga melanda kedaulatan, kekuatan berdiplomasi, kepastian keamanan rakyat Indonesia di dalam negeri apalagi yang di di luar negeri, intoleransi antar pemeluk agama dan kepercayaan, pertikaian antar kampung dan kelompok-kelompok, maraknya berbagai kebohongan, tipu daya dan penipuan, dengan bentuk kejahatan dan kriminalitas bentuk baru yang menambah berbagai kriminalitas yang masih terus ada sejak lama, kekurangan tersedianya atau makin mahalnya bahan bakar, sembako (sembilan bahan pokok), makin derasnya impor bahan baku, barang-barang dibandingkan ekspor, dan  dimensi-dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara lainnya.

Mari jadikan kenyataan real (nyata) bangsa kita sekarang menjadi tautan refleksi yang kuat untuk tiap hati juga pribadi kita dibentuk setiap hari oleh Tuhan. Mungkin dimulai tiap pagi kita. Karena boleh jadi, mazmur ini digunakan para imam saat mempersiapkan korban pagi hari atau oleh perseorangan saat mempersiapkan diri untuk beribadah. Seperti doa yang kerap dilakukan di pagi hari. Doa saat memulai hari-hari pemberian Tuhan.

Jika kita telusuri lebih jauh dan mendalam, maka terasa ada suasana perselisihan antara yang baik dan jahat, antara orang benar dengan orang fasik, sebagaimana sering kali dijumpai di dalam kitab ini. Situasinya mirip dengan pasal 3 dan pasal 4 karena di dalam keduanya ada musuh-musuh yang berbahaya mengelilingi. Bahkan dalam ayat-ayatnya sangat terasa kontras ganda; sikap orang benar dan orang fasik terhadap dosa dan penyembahan dikontraskan, demikian juga tanggapan berbeda Allah terhadap kedua kelompok itu. Pemazmur sadar bahwa Allah tidak mungkin membiarkan dosa dan tinggal bersama dengan orang jahat. Dan Allah tidak akan membiarkan pembual untuk berdiri di hadirat-Nya. Allah memandang jijik kepada orang yang melakukan kejahatan. Akhir dari hidup orang yang berkata bohong adalah pemusnahan menyeluruh, sedangkan para penumpah darah dan penipu merupakan kekejian yang dibenci Allah. Pada saat orang-orang fasik ini penuh pengkhianatan, pemazmur tersungkur di hadapan Allah memohon tuntunan ilahi.


Ajakan pemazmur menjadi kian jelas, bukan untuk menghakimi dan saling menuduh mencari siapa yang bias dipersalahkan. Tetapi pemazmur meneladankan. Ya, meneladankan untuk mau sujud malu dating ke hadapan Allah (setiap pagi) untuk bertobat. Memohon ampun dan berharap pemulihan yang dari Tuhan. Karena keyakinannya akan murka Allah pasti berlaku untuk siapapun yang memelihara kebiasaan hidup yang bohong dan jahat dan bergelimang dengan dosa.  “Engkau membinasakan orang-orang yang berkata bohong, TUHAN jijik melihat penumpah darah dan penipu” (ayat 6). Sebab kejahatan bukan hal yang abstrak.  Bukan (hanya) pembunuh, tetapi (juga) penindas, pemeras, penganiaya, orang fasik, penipu, pemecahbelah persatuan bangsa, pengkhianat bangsa dan sebagainya .Allah bukan hanya membenci dosa, tetapi sampai batas tertentu Ia juga membenci mereka yang melakukan kejahatan. Pada pihak lain, Alkitab juga menyatakan Allah sebagai Yang mengasihi orang berdosa, menjangkau mereka dalam belas kasihan dan kemurahan-Nya, dan berusaha untuk menebus mereka dari dosa melalui salib Kristus (Yoh 3:16).

Sedangkan di ayat 7, jelas ditegaskan pemazmur dengan menggunakan Kata Ibrani (hesed) yang diterjemahkan dengan "kasih setia" mengungkapkan kesetiakawanan yang berdasarkan hubungan alamiah dan wajar, keluarga, famili, suku. Kemudian kata itu dipakai untuk mengungkapkan kesetiakawanan antara umat Israel dan Allah berdasarkan perjanjian. Umat Israel dianggap sebagai isteri dan anak Tuhan. Akhirnya kata itu mengungkapkan kesetiakawanan antara Allah dan masing-masing orang. Di pihak Allah "kasih setia" mengandung kesetiaan pada janji, kasih dan rahmat, dan di pihak manusia "hesed" berarti  kesetiaan dan ketaatan untuk percaya, Iman.

Mari menjawab ajaran dan ajakan ini. Ajaran dan ajakan untuk melakukan pertobatan tiap kita. Juga pertobatan sebagai rakyat dan bangsa Indonesia. Sehingga kita akan menjadi benar-benar “merah” (berani karena benar, terlebih di dalam KebenaranNya) dan benar-benar “putih” (dibersihkan, ditahirkan dan dilayakkan untuk terus berharap perbaikan-perbaikanNya nyata melalui kita dan bangsa kita!). Pemazmur mengajak kita juga supaya memohon kepada Allah untuk memperhatikan keadilanNya dengan "menuntun" pendoa, artinya mengatur hidupnya dan bangsanya sehingga keadilan Tuhan menjadi nyata. Dan dalam dilindungiNya, maka orang-orang benar dimampukan “melawan bahkan mengalahkan” orang fasik yang melawan pendoa. Melawan dan mengalahkan kebiasaan buruk/dosa, di setiap hari kita. Itulah jalan yang "diratakan" Allah. (baca lagi ayat 8)

Sehingga makin jelas di ayat 10, ketika permohonan-permohonan itu perlu ditempatkan pada latar belakang keyakinan orang Israel di zaman Perjanjian Lama yang belum kenal akan hidup kekal (kebangkitan). Di konteks mazmur ini, Allah akan mengganjar dan membalas manusia selama hidupnya di dunia. Kalau ditinjau demikian maka permohonan-permohonan itu mengungkapkan kerinduan wajar hati manusia akan keadilan yang dijamin Allah yang adil. Akibat pengalaman hidup yang kerap kali mengecewakan dan berkat perkembangan wahyu ilahi, paham tsb. ternyata tidak tahan uji, tetapi semakin diperhalus dan dimurnikan. Akhirnya dimengerti bahwa cara Allah mempertahankan keadilan tetap merupakan suatu rahasia yang tidak tertembus (bdk kitab Ayub). Tetapi Perjanjian Baru, Mat 5:43-48 mengajak supaya orang dalam kasih melupakan dirinya sendiri. Setelah dibersihkan demikian dan perasaan dongkol pribadi diambil dari padanya, maka Mazmur-mazmur itu bagi tiap kita yang percaya, tetap mengungkapkan kerinduan dan hasrat akan kuasa dan keadilanNya yang sama dalam dunia secara universal. Khususnya juga di negeri dan bangsa kita, tempat kuasa-kuasa jahat masih saja merajalela.

Namun yang tetap berpengharapan. Walau seburuk apapun dan bagaimanapun, harus mampu berkata “semua keadaan ini sesungguhnya baik dan pasti akan jadi lebih baik lagi” untuk semua. Semua golongan, kelompok, bahkan untuk semua agama, suku dan tiap pribadi rakyat bangsa Indonesia. Asal tetap ada orang-orang yang mengandalkan Allah. Manusia-manusia Indonesia yang mau takut dan takluk kepada Allah. Mau lebih bersyukur karena anugerahNya yang besar kepada Indonesia yang memang sesungguh-sungguhnya sangat kaya! Dengan setia saling berbagi, bergotong-royong/saling bantu, membawa kelegaan, damai, sukacita dari hal paling sederhana sekalipun di keseharian. Dimulai di rumah kita masing-masing, dengan tetangga lingkungan, di jalanan, di pasar atau pusat perbelanjaan, di sekolah, kampus, atau juga di tempat kita bekerja tiap hari, terus-menerus tidak ada habisnya. Maka akan membuat Indonesia boleh menjadi tanah air juga bangsa yang lebih berpengharapan. Menjadi lebih layak, bahkan jauh lebih baik dan indah untuk jadi tempat hidup bersama. Amin.


tulisan & foto: Lusindo Tobing.

30 Juli 2012

Terpuji dan terima kasih Tuhan Yesus Kristus..

Kini Blog aku (Lusindo Tobing) ini akan berlanjut kembali!  
Setelah kurang-lebih 6 bulan berkonsentrasi menyiapkan menyusun 2 Buku aku yang baru:
1. Blog to Book (kumpulan renungan-refleksi di Blog Lusindo Tobing ini)
2. Chocolate for The Soul (kumpulan status di Halaman facebook aku)

Dan hanya dengan berkat-Nya, catett.. direncanakan akan terbit 12 Februari 2013 (Ulangtahun ku ke-40).

dan inilah sedikit "bocoran" Draft Cover dan Isi Buku tsb..:









06 Maret 2012

refleksi minggu ketiga desember 2011







KUJAWAB YA

Lukas 1: 26-38
                
              Tuhan selalu berkata, menyapa bahkan memanggil kita. Tiap hari, tiap waktu. Untuk lebih dekat dan kita bisa lebih akrab denganNya. Dengan berbagai cara dan pemaknaan, agar kita terus hidup di dalam Kasih Karunia.
                 
             Yang kemudian juga sangat penting adalah apa jawab kita. Respon jawab kita terhadap sapaan bahkan panggilan Allah tersebut.  Dari sapaan konfirmasi akan penyertaanNya, bahwa Dia selalu ada untuk kita di manapun dan dalam kondisi situasi bagaimanapun. Sampai kepada panggilan untuk diutus. Untuk dipakai oleh Allah menjadi salah satu alatNya dalam proses penyelamatan dunia?! Apa jawab kita?
                
 Mari belajar kembali dari sosok Maria, perawan suci, ibu dari Yesus.  Saat belum hamil, bahkan belum bersuami, Allah menyapa dan memanggil dia. Untuk sebuah misi. Tugas menjadi perantara Logos (Firman) menjadi daging. Allah yang menjadi manusia. Yang secara natural, tentulah melalui rahim seorang perempuan. Dan sekali lagi, perempuan itu adalah Maria. Yang kelanjutan dari panggilan sekaligus pengutusan tersebut, prosesnya pasti sudah kita mengerti. Terlebih Maria mengerti. Minimal seperti darimana benih anak itu, lalu harus mengandung selama 9 (Sembilan) bukan, mengalamai berbagai kesakitan, perubahan di tiap pertambahan waktu kehamilan, makanannya, minumannya, gerak tubuh saat berjalan akan berbeda, penampilan secara menyeluruh, hingga saat tidurpun akan tentu berbeda, dan seterusnya. Hingga apalagi saat-saat persalinan!

Dan yang lebih hebat lagi adalah, tanggungjawab sosial berhubungan kehamilannya. Maria saat itu belum bersuami. Yusuf adalah tunangannya. Belum suaminya. Tuntutan masyarakat yang pasti meminta penjelasan. Dengan kecenderungan yang lebih besar adalah langsung curiga kepada dia dan Yusuf. Hingga tuduhan-tuduhan menghakimi dan ujungnya kita bisa bayangkan yang terburuk. Hukuman masyarakat Israel kepada perempuan yang kedapatan berzinah atau kedpatan hamil di luar nikah? Paling sadis adalah direjam dengan batu oleh banyak orang, hingga mati!

Maria tahu itu.  Sehingga saat malaikat Tuhan menyapanya dengan salam (ayat 28) dan memberikan tugas misi kudus mulia itu, “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi..” (ulangi baca lengkap ayat 31-33) Tampak ia sempat bertanya, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” (ayat 34)  Tetapi akhirnya ia jelas menjawab “ya”.                

Apalagi setelah Malaikat itu memberi penjelasan yang sebetulnya sangat suprarasional “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Maha Tinggiakan menaungi engkau..”  yang akhirannya ditutup dengan penjelasan bahkan penegasan, “.. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.” (ayat 35-37). Maria menjawab ya dengan rendah hati dan kalimatnya yang sangat indah di ayat 38, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”

Mari menjawab “ya” kepada Tuhan. Kepada sapaan bahkan panggilanNya. 

Karena dalam Dia tidak ada yang mustahil.. Mari kita sadar, waspada dan selalu setia berjuang menjawab “ya”. Menjawab jawab hanya “ya” untukNya.  Amin.



tulisan & foto: Lusindo Tobing.


refleksi minggu kedua Desember 2011



PERBUATAN BESAR

Lukas 1: 46-56

Sesungguhnya perbuatan demi perbuatan kita manusia, mungkin tetaplah perbuatan kecil. Karena tangan kita memang kecil, kekuatan dan kemampuan kitapun kecil. Tetapi, tidak semua dan tidak akan selalu demikian. Mengapa? Karena dalam kekuatan TanganNya Yang Besar, semua yang dihasilkan bisa menjadi sesuatu yang besar. Dan Tuhan kerap memakai tangan-tangan yang kecil, di dalam tangan dan kekuatanNya yang besar. Untuk akhirnya melakukan bahkan menghasilkan perbuatan yang besar. Karena hasilnyapun besar. Makna dan dampaknya juga besar. Sehingga kebahagiaan benar-benar tercipta dan kita nikmati. Maria mengalaminya.

Ya, Maria –ibu Yesus- menikmati bahagia! “Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia,” demikian sorak Maria di ayat 48 saat ia mengunjungi Elisabet sanak saudaranya. Karena apa ia berbahagia? Coba kita teruskan di ayat 49, “Karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatanbesar kepadaku dan namaNya adalah kudus.” Wow.. indah sekali nyanyian pujian Maria. Sekaligus sebuah pengakuan bahwa Allah telah memberlakukan perbuatanNya. Melalui dirinya, sehingga ia dimampukan melakukan perbuatan yang bagi dunia adalah tidak mungkin.

Tidak sekadar soal kehamilannya karena urapan Roh Allah Yang Maha Kudus tadi. Tetapi sesungguhnya perbuatan besar berlaku dalam diri janin yang sedang dikandungnya. Bahkan perbuatan-perbuatan besar yang akan dilakukan bayi itu. Yakni membebaskan mereka yang tertawan dosa, menolong semua yang letih lesu berbeban dan melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar (baca dan maknai ulang 51-54). Bayi dalam kandungan Maria itu tidak lain adalah Sang Juruselamat Dunia. Yang memang sudah lama dijanjikan sejak lama sekali. Bahkan sejak konteks Abraham, bapa semua orang yang beriman.

Perbuatan-perbuatan kita yang kecil, namun di dalam Tuhan, bisa menjadi perbuatan-perbuatan yang besar. Walau bagi dunia tampaknya apapun itu akan tetap kecil. Tetapi tidaklah dengan kaca mata iman. Dengan percaya, takut takluk menyembah Allah. Kita akan bisa melihat bahkan mengalami perbuatanNya yang besar. Bahkan luar biasa besar! Ayat 50 perikop ini menegaskan: RahmatNya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia.

Dan hidup kitapun akan seperti pujian sorak Maria, akan sungguh berbahagia! Bahagia yang besar! Amin.



tulisan & foto: Lusindo Tobing.