03 Februari 2010

refleksi minggu kelima Januari 2010

Lukas 4: 22-30
TENANG
“..berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi” (Lukas 4: 30)

 
Tuhan Yesus napak tilas. Napak tilas ke tempat Ia dibesarkan, Kota Nazaret. Jadi bisa dibayangkan betapa bahagia dan senangnya keadaan saat itu. Baik di diri Yesus sendiri, tetapi juga orang-orang Nazaret, yang notabene adalah warga yang mengenal Yesus juga orangtuanya. Bahkan saat Dia mengajar di Sinagoge –Rumah Ibadat Israel- dinyatakan pada bagian sebelumnya, mereka sampai memuji-muji Dia dan membenarkan apa yang dikatakanNya.

Tetapi apa selanjutnya? Terjadi perubahan sangat cepat! Massa atau orang-orang Nazaret itu dari memuji-muji cepat berubah jadi sangat marah. Dari membenarkan perkataan FirmanNya segera beralih ke meragukanNya kemudian tidak percaya bahkan “meledak!” hampir menjadikanNya korban penghukuman massa, hendak mendorong menjatuhkan Dia dari atas jurang. Namun semua itu dihadapiNya dengan tenang..

Perhatikanlah apa yang terjadi, apa yang dilakukan Tuhan Yesus di momen-momen akhir perikop kita kali ini. Dia tidak membalas kemarahan mereka dengan marah atau kemarahan juga. Tidak ada sungut-sungut ke luar dari mulutNya. Tidak ada pemberontakan merespon segala penolakan orang-orang sekampung tempat Ia dibesarkan itu. Hampir tidak ada perlawanan.

Perlawanan yang dilakukan, hanya dengan membalikkan badannya. Tanpa berbicara sedikitpun! Jadi ketika persis sudah di pinggir jurang tebing. Dengan damai dan tenang sekali, Tuhan Yesus membalikkan badan kea rah orang-orang yang marah dan mendorong-dorongNya tersebut. Lalu? Lalu berjalan di tengah-tengah mereka kemudian meninggalkan mereka tanpa perlawanan sedikitpun. Dan mereka tidak mampu berbuat apa-apa kepada Dia. Ini teladan kisah luarbiasa! Tuhan Yesus mencontohkan dengan nyata, ajaranNya sendiri,”Kalahkan kejahatan dengan kebaikan.”

                                                                                                                                                          foto: lt

Mari hadapi dan jalani pergumulan bahkan kesakita dengan tenang. Ketenangan di dalam Roh Allah saja. Sehingga kita bisa memiliki ketenangan yang Tuhan Yesus tampakkan tadi. Mari mengahadapi dan menjalani segala hal berat seperti Tuhan Yesus menjalaninya.

Hadapi pergumulan dan tantangan. Jangan lari dari itu. Juga ingat jangan cari-cari pergumulan dan tantangan! Tetapi sekali lagi, hadapi llau jalani! Minta hikmat dari Tuhan untuk kita bisa menemukan akar permasalahan. Hindari dan buang jauh sungut-sungut! Lalu selesaikan itu dengan tenang. Jangan lupa dan jangan berhenti berdoa. Bekerjasamalah dengan seluruh kemampuan diri, talenta, akalbudi bahkan appaun yang Tuhan berikan padamu untuk membereskan semuanya agar bisa jadi lebih baik.

Mari berbalik. Berbalik dari menuju jurang curam atau tebing menuju kematian. Berbaliklah kepada Allah. Jangan ragu dan jangan berenti atau bahkan berbalik kembali. Oleh karenanya ingat kembali, berbaliklah dengan tenang. Dengan damai yang mengatasi akal pikiran. Ketika kita melakukannya dengan baik dan konsisten, percayalah! Imanmu akan menyelamatkanmu dan bahkan akan mempengaruhi orang lain.

Apalagi ketika kita bisa menjalani saat-saat paling buruk sekalipun dengan ketenangan tinggi dalam Tuhan, itu akan mempengaruhi sekitar dan orang-orang sekitar. Untuk juga jadi tenang dan jadi baik. Bahkan ketika kita dapat menang melewatinya, wah.. orang-orang sekitar kita akan sedikit-banyak terpengaruh dan yang pasti akan memuji-muji. Dan biarlah kembali respon dengan ketenangan. Tenang menjawab “terimakasih” dan mengajak dunia melihat bahwa semua kemenangan hanya karena Tuhan yang memberi kekuatan dan hikmat bijaksana. Dan kemenangan demi kemenangan, apapun bentuknya, semua hanya untuk jadi puji-pujian kembali ke Kemuliaan Allah saja.

Kalau tenang, kita menang!

Amin.



Pdt. Lusindo Tobing

21 Januari 2010

refleksi minggu keempat Januari 2010

Lukas 4: 14-21
GENAP

“.. Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.” (Luk 4: 21)


Pada satu hari Sabat, Tuhan Yesus datang ke kota tempat Ia dibesarkan, Nazaret. Di rumah ibadat itu seperti biasa dilakukan doa-doa, pembacaan dari hukum Taurat juga kitab para nabi, dan khotbah. Pemimpin kebaktian biasanya berdiri saat berdoa dan membaca dan duduk saat mengajar atau berkhotbah. Begitu pula Dia saat membaca bagian dari nabi Yesaya, “Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin..” (ayat 18). Kata “miskin” di sini maksudnya adalah sengsara, seperti eksplisit tertera pada Yesaya 61: 1-2. Allah di dalam Kristus datang ke kemiskinan moral manusia, kelam sengsara hati umat dunia.                                      
                       
                                                                                                                                                                                                                foto: lt


Untuk kemudian disampaikanNya kabar baik. Kabar baik itu adalah: Memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan (khususnya dari dosa). Memberitakan penglihatan bagi orang-orang buta. Dan membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang (ayat 19).

Dan yang paling menarik adalah langsung dilanjutkanNya tuturan kabar baik mengenai penggenapan, “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya” (ayat 21) demikian perkataan Tuhan Yesus di bagian akhir perikop kita kali ini.

Itu semua menunjukkan langsung perihal diri Yesus sendiri sebagai Anak Allah yang diurapi oleh Roh. Atau bisa kita sebut sebagai Penggenapan Pribadi. Namun kemudian sekaligus diperlihatkan penggenapan “hari ini” tadi, atau lebih tepat menunjuk “saat ini” atau Penggenapan Sekarang, semua nubutan melalui Nabi Yesaya, sekarang telah terwujud.

Namun ada penggenapan yang lebih penting lagi, yakni Penggenapan Rahmani. Yaitu tadi bahwa zaman keselamatan yang dari Allah telah tiba di dalam diri Sang Mesias, Juruselamat dunia, Tuhan Yesus Kristus.

Dengan minimal ketiga hakiki penggenapan tersebut (Pribadi, Sekarang dan Rahmani) , mari hadapi dan jalani terus Tahun 2010 dengan iman pengharapan teguh. Secara pribadi milikilah hubungan yang akrab dengan Tuhan, pribadi yang intim mengasihiNya setiap hari. Tepatnya sekarang atau hari atau saat ini, jangan tunda-tunda. Mari keseharian kita adalah keseharian yang diurapi Roh Tuhan. Dituntun, dibimbing, dijaga, dihibur dan diberkati oleh Roh Kudus.

Setelah itulah baru kita siap membagikan berkat-berkat kepada sesama. Khususnya tidak kapok-kapoknya membagikan Kasih dari hal-hal sederhana: Lebih sering tersenyum untuk orang yang kita jumpai, suka menyapa orang lain, mau juga mampu berkomunikasi dengan sopan, bersikap menyenangkan, rajin berterimakasih apalagi setelah mendapat pertolongan, selalu siap memaafkan, namun juga mau meminta maaf saat salah. Hingga kemudian kita akan terus dipakai oleh Allah untuk perkara-perkara yang lebih besar sebagai penggenapan rahmani bagi sesama (baca lagi ayat 18-19).

Mari, tiap hari berjuang membawa kabar baik bagi lebih banyak orang. Jangan berhenti menolong, membantu, hadir, berbagi dan terus melayani orang-orang sekeliling. Sehingga Rancangan Kasih Tuhan itu bukan hanya di awang-awang ideal belaka, namun benar-benar berwujud nyata lewat kita, membahagiakan hati sesama dan membuat hidup bersama jadi jauh lebih baik.

Menyenangkan hati sesama manusia, sebagai wujud menyenangkan Hati Tuhan. Genap! Amin.



Pdt. Lusindo Tobing

19 Januari 2010

refleksi minggu ketiga Januari 2010

Yohanes 2: 1-11

MANIS
“.. air, yang telah menjadi anggur itu - “ (Yoh 2: 9)


Ini tanda pertama.

Tanda mujizat pertama yang dilakukan Tuhan Yesus mengawali pelayanan panjangNya di atas bumi. Dan Ia memilih konteks pentingnya perkawinan di Kana di Galilea. “Mereka kehabisan anggur” itu kalimat Maria, ibu Yes...us, kepadaNya. Padahal tanpa anggur sebuah pesta, jamuan makan, apalagi sebuah resepsi untuk tamu pernikahan atau perkawinan, sangat tidak bisa diterima. Berbagai menu makanan dan hidangan bisa disiapkan, tetapi tanpa anggur, maka acara tersebut akan dipandang tidak sempurna. Anggur memang memiliki tempat khusus dan tinggi nilainya. Dalam budaya bahkan kebiasaan hidup masyarakat Israel kuno. Hingga termasuk di jaman Tuhan Yesus.

Dengan iman yang kuat, Maria percaya Dia bisa mengatasi kekurangan anggur tersebut dan melengkapi kekurangan pesta perkawinan. Ayat 5 berkata,” Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayanan-pelayanan: “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!” Dan benar saja, kemudian Yesus meminta pelayanan-pelayanan itu,”Isilah tempayan-tempayan itu penuh dengan air” (ayat 7). Ada enam tempayan, masing-masing isinya dua tiga buyung, itu sekitar 100 liter ukuran sekarang. Jadi boleh dikatakan pesta perkawinan tersebut secara kwantitas cukuplah besar.

Namun tentu bukan kwantitasnya saja, tetapi perhatikanlah kwalitas atau isi pesan refleksi yang boleh kita maknai: Dengan kata “penuh” juga konteks perkawinan, nyata bahwa Allah yang kita sembah adalah Tuhan yang tidak akan pernah membiarkan dan menelantarkan anak-anakNya, Dia tidak pernah merancang keluarga kita berkekurangan. Rancangan Tuhan adalah agar hidup kita cukup bahkan penuh sesuai kebutuhan masing-masing.

Dan atas perintah Tuhan Yesus kepada para pelayan, dicedoklah air tersebut dan dibawa kepada pemimpin pesta. Orang yang paling bertanggungjawab atas acara tersebut. Apa yang terjadi? Air telah berubah jadi anggur! Ya, air yang tawar sudah berubah menjadi anggur yang baik kwalitasnya, anggur yang manis!
Perhatikan kalimat sang pemimpin pesta kepada mempelai laki-laki,” Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.” (ayat 10). Luarbiasa!

Teman2 terkasih.. mari, pertama milikilah iman percaya yang kuat di dalam Tuhan.

Kedua, terus berjuanglah, belajarlah, bekerjalah, berusahalah melakukan dengan patuh apa yang diperintahkan dalam Firmannya, ingat Dia tidak pernah akan membiarkan keluarga-keluargaNya berkekurangn terus-menerus.

Dan akhirnya yang ketiga, barulah kita akan dimampukan Tuhan untuk berubah, beralih, melakukan pertobatan kita pribadi namun khususnya ke orang lain: beralih dari tawar menjadi manis.

Sekali lagi renungkan ini: Dari air tawar menjadi anggur yang manis.. , dari tawar jadi manis, dari kurang baik menjadi baik, lalu terus menjadi sosok yang lebih baik seterusnya. Di manapun kita berada. Bagi diri sendiri, khususnya menyediakan dan melayankan yang manis bagi orang-orang yang ada di dekat kita sehari-hari, juga memberikan yang manis bagi lebih banyak sesama yang tawar hati bahkan menerima kepahitan hidup.

                                                                                                                                                       foto: lt

Bantulah mereka yang perlu dibantu, tolonglah sesama yang membutuhkan pertolonganmu, lakukan kepedulianmu bagi orang lain, lebih banyaklah memikirkan bagaimana membahagiakan orang-orang di sekitarmu, rancang dan rencanakan kebaikan demi kebaikan bagi satu atau lebih banyak orang tiap memulai hari, bersyukurlah senanglah dengan menikmati semua aktifitas sehingga orang lain nyaman berada di dekat kita bahkan senang bekerjasama dengan kita. Lakukan dari hal-hal yang sederhana hingga besar untuk membuat mereka tersenyum. Doakan lebih banyak orang. Dan sesulit apapun, tinggalkan satu tempat lebih baik daripada ketika pertama kali mendatanginya. Berjuanglah dengan Kasih mengkondisikan yang manis, sepanjang hidup kita.

Mari membuat yang tawar menjadi manis..  Amin.


 
Pdt. Lusindo Tobing

13 Januari 2010

refleksi minggu kedua Januari 2010

Lukas 3: 15-22
KASUT
“.. membuka tali kasutNya pun aku tidak layak..” (Lukas 3: 15-22)


Melihat cuplikan keadaan dan isi kamar tahanan Artalita di siaran televisi dan foto di banyak media tulis, rasa keadilan kita benar-benar terusik. Dan dari sekian banyak hawa negatif, hal lain yang terasa sekali adalah hawa kesombongan demikian mengangkang. Saking tinggi besarnya, kesombongan itu tampaknya menggusur wadah penting dan nilai luhur pembelajaran yang bernama rumah tahanan (rutan).

Karenanya kini, mari saya ajak kita sama belajar dengan merenungkan kasut. Ya, kasut.

Kasut adalah alas kaki. Alas kaki yang sudah lazim digunakan sejak konteks Yohanes Pembaptis. Dan kasut sering digunakan untuk menggambarkan beberapa hal penting misalnya kesiapan bertugas melayani, tanggungjawab dalam tugas, kesediaan berlelah, pelindung melanjutkan perjalanan hidup dan sebagainya.

Kini, kasut bertambah maknanya. Yakni sebagai lambang rendah hati. Penulis Lukas dengan urut dan gamblang bagaimana Yohanes Pembaptis menjawab harap-harap cemas dan keingintahuan orang banyak saat itu yang mengira kalau-kalau dia adalah Sang Mesias yang telah lama mereka nantikan.

Di ayat 16, Yohanes menjawab,”Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan dating dan membuka tali kasutNya pun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.” Perhatikanlah penggunaan kata benda “kasut” sekali lagi, lalu ditambahkan dengan “tali” menjadi “tali kasut”. Jadi penekanan akan kasut yang rendah, berada di bawah, diinjak-injak, berdebu kotor dan siap haus habis dipakai, bertambah kuat permaknaannya ketika dikatakan,”..membuka tali kasutNya pun aku tidak layak”. Indah sekali!

Sebuah pengajaran Sabda yang mengoreksi kita kembali untuk mau merendah. rendah di hati, rendah menyembah dan percaya kuat kepada “Tuan” kita, Tuhan Yesus Kristus. Sebuah kesadaran yang membawa kita boleh beraktifitas apapun, mengalami suasana bagaimanapun juga bisa memiliki berapapun, itu semua takluk di bawah KakiNya.

Mari rendah hati kawan-kawan. Mari jadi kasut! Ya, sesungguhnya kita inilah kasut-kasut kecil Allah di dunia ini, si Kasut yang sesungguhnya. Kasut besar! Atau malah kita bisa juga menafsirkan lebih kuat lagi, bahwa saya dan anda sesungguhnya memang lebih murah dari kasut itu. Karena banyaknya kesalahan dan dosa kita.

Jangankan untuk disamakan dengan Dia, sekali lagi, membuka talinya, tali kasutnya pun kita tidak layak. Namun coba diam sebentar dan renungkan ini: kita yang lebih rendah dari yang rendah, lebih bawah dari yang paling di bawah. Tetapi Anak Tunggal Bapa mengangkat kita menjadi anak-anak Allah. Dikasihi oleh Allah hidup di dalam nama dan menjadi pengikut Tuhan Yesus Kristus. “.. dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atasNya. Dan terdengarlah suara dari langit: “Engkaulah AnakKu yang Kukasihi, kepadaMulah Aku berkenan.” (ayat 22).

Puncak perenungan kali ini adalah: Sudahkah kita berkenan?

Berkenan di hadapan Allah dan berkenan bagi sesama.
Mari teman-teman terkasih.. mari hidup berkenan. Layak disebut berkenan oleh Allah. Jika “alat penampi” atau “alat penyaring untuk memisahkan dan memilih yang berkenan” sudah ada di tanganNya. Mari buang dan bersihkan hati, pikiran dan diri dari “debu jerami” (ayat 17), dari kotoran kesombongan dan mengandalkan kekuatan sendiri.

                                                                                                                  foto: lt

Lalu apapun resikonya, bertobatlah! Berubahlah! Dan mari rendah hatilah.. melayaniNya dengan lebih sabar dan tekun membuat bahagia sesama sekitar di keseharian. Khususnya membantu, menolong dan mengangkat mereka yang dipandang "rendah" oleh dunia.

Allah yang Maha Besar telah dan akan selalu mengangkat harkat dan keselamatan kita. Allah sayang banget sama kita! Amin.



Pdt. Lusindo Tobing

refleksi minggu pertama Januari 2010

Yohanes 1: 10-18

MENERIMA

“Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa…” (Yohanes 1: 12)



Sekali lagi, Selamat Tahun Baru teman-teman terkasih. Masuk dan menjalani tahun 2010 ini, sebenarnya kita tidak hanya menerima tahun baru. Jadi selain menerima dimensi waktu, mari melalui perenungan Injil Yohanes kali ini, kita bersama menerima dimensi yang lebih mendasar: Dimensi Iman.

Dimensi iman yang baru di sini bukan berarti memiliki iman yang lain. Tetapi tentu iman percaya yang benar-benar menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Pemilik hidup dan kehidupan kita. Menerima bahwa Dialah yang menyeberangkan kita, meninggalkan Tahun 2009 lalu memasuki Tahun 2010, secara pribadi lepas pibadi, namun juga kita bersama dengan keluarga, umat dan sesama di seantero dunia.

      foto: lt.


Mari menerima Tuhan lebih sungguh di tahun baru ini. Mari berkenan dan berjuang untuk menjadi anak-anak Allah. Ayat 10-12 berfirman,”Ia (Tuhan Yesus) telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan olehNya, tetapi dunia tidak mengenalNya. Ia dating kepada milik kepunyaanNya, tetapi orang-orang kepunyaanNya itu tidak menerimaNya. Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya.”

Jadi ketika kita menerima Anak Tunggal Bapa (baca ayat 14), maka otomatis kita menjadi anak-anak Allah. Ketika kita hidup menerima dengan menampakkan Kristus di kehidupan sehari-hari, maka iman percaya kita bekerjasama dengan pelayanan Kasih kita kepada sesama. Pelayanan membagikan Terang Firman melalui perbuatan yang baik. Itulah yang dimaksudkan Yohanes dengan perkataannya,”..Kemudian dari padaku akan dating Dia yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum aku.” Karena dari kepenuhanNya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia. (ayat 15-16)

Coba perhatikan sekali lagi kalimat tadi, luarbiasa!: Menerima kasih karunia demi kasih karunia!

Jadi jelaslah kini runtutannya, ketika kita mau menerima Tuhan di dalam kehidupan sehari-hari, maka kita akan menerima predikat anak-anak Allah, dan semuanya bermuara kepada menerima kepenuhanNya dalam wujud kita layak menerima kasih karunia demi kasih karunia. Dan jika format ini kita balik, lihat dari belakang, maka syukur dan iman kita juga bertambah besar, bahwa kasih karunia demi kasih karunia telah disediakan bagi semua orang yang mau menerima Dia.

Mari teman-teman terkasih, jika kita telah diberkati dengan menerima dimensi waktu dari 2009 ke 2010. Sekaranglah saatnya untuk kita sadar menerima Anak Tunggal Bapa. Dikasihi Tuhan, mengasihi Tuhan dengan tulus dan akrab, dan dimampukan untuk lebih banyak mengasihi membahagiakan sesama dan kehidupan. Yang akhirnya itu semua akan berbalik lagi, sesama dan alam semesta akan tambah-tambah mengasihi saya dan anda.

Selamat menerima Tahun 2010.
Selamat menerima kasih karunia demi kasih karunia. Amin.



Pdt. Lusindo Tobing

22 Desember 2009

refleksi minggu keempat Desember 2009

Lukas 2: 47-52

RUMAH BAPA
“..Aku harus berada di dalam rumah BapaKu?” (Lukas 2: 49)


“Dalam Rumah Bapaku banyaklah tempat...” itu secuil penggalan lagu yang biasa dinyanyikan saat ada teman dan keluarga yang meninggal dunia. “Rumah Bapaku” menunjuk langsung kepada Sorga. Tempat abadi kekal yang penuh kedamaian Kasih sejati.Hakiki penuh damai dan penuh Kasih itulah yang ditampakkan remaja Tuhan Yesus saat bersama orangtuanya mengunjungi Sinagoge di hari raya Paskah. Jadi bentuknya kini yang berbeda, “Rumah Bapa” di konteks bacaan kali ini menunjuk pada Sinagoge atau Bait Suci Allah tempat ibadah kaum Yahudi.
                                                                                                                     foto: Difri
Saking hari raya Paskah sangat dipegang teguh, 100.000 orang pribadi maupun
biasanya keluarga dan kelompok besar mengunjungi Yerusalem dan memadati kota yang berpenduduk sekitar 25.000 orang. Kafilah-kafilah besar mengadakan perjalanan bersama-sama demi perkawanan dan keamanan. Yusuf dan Maria tidak terlampau mempedulikan Yesus pada hari pertama perjalanan pulang. Hari kedua mereka tersadar Yesus “hilang”, lalu langsung balik ke Yerusalem, mereka menemukanNya pada hari ketiga. Sedang asyik melakukan pembicaraan cerdas dengan para Rabi di Bait Allah. Dan jawab Tuhan Yesus yang sebenarnya adalah “Kamu seharusnya tahu di mana mencari Aku, di sini, di rumah Bapaku.” (ayat 49)

Di akhir dan sebentar lagi menutup Tahun 2009, mari saudaraku, kita mencari Tuhan dengan rindu datang ke rumah Bapa. Rumah Bapa abadi nanti di Sorga. Tetapi sekarang, selagi kita ada dan menjalani hidup juga pelayanan di dunia, Rumah Bapa itu bisa apa dan di mana saja namun inti paling mendasar, Rumah Bapa itu adalah hati kita masing-masing. Hati yang penuh damai dan Kasih. Sejak kecil Tuhan Yesus sadar bahwa ia mempunyai hubungan Kasih mesra dengan Allah Bapa. Hubungan anak yang mengatasi pengetahuan agamawi para orang saleh Yahudi sekalipun. Remaja Yesus tetap juga mengasihi orangtua manusiawinya (Yusuf dan Maria), Ia hormat juga taat kepada mereka (coba baca lagi ayat 51).

Dan mari terus bertambah-tambah baik dan positif di tiap menjelang tahun saudaraku. Ayat terakhir (ayat 52) jelas meneladankan kita, “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatnya dan besarNya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” Selamat Kasih Damai Natal 2009 saudaraku, Selamat makin mengasihi dan layak dikasihi di tahun 2010, seterusnya. Amin.



Pdt. Lusindo Tobing

15 Desember 2009

refleksi minggu ketiga Desember 2009

Lukas 1: 39-45

SAMBUT
“… melonjaklah anak yang di dalam rahim Elisabet..” (Lukas 1: 41)


“Syalom..”, mungkin itulah salam Maria ketika berkunjung bahkan masuk ke rumah Zakharia dan isteri yang sedang mengandung: Elisabet. Lalu ayat 41 eksplisit mengisahkan: Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus.

Mari menyambut Bayi Kudus dengan hati dan iman yang “melonjak” sehingga kita semua boleh penuh diurapi oleh Roh Kudus. Dan bersama Elisabet, mari kita mau lebih memuji-muji namaNya, dengan suara nyaring bersyukur bernyanyi menyambut Sang Mesias Juruselamat, “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah rahimmu.” (ayat 42) Kita diberkati Keselamatan Natal yang sempurna. Kemudian dimampukan menyalurkannya kepada orang-orang terdekat, sekeliling maupun kepada sesama yang menderita bergumul dan tidak pernah disambut oleh dunia.

Dan mari sambut Natal dengan rendah hati. Rendah hati menyambut orang lain, bahkan rendah hati menyambut hidup kehidupan di waktu juga tahun baru depan. Sadarlah sesadar-sadarnya bahwa yang sedang kita nantikan 1-4 minggu belakangan ini adalah seorang Raja. Raja di atas segala raja. Penguasa alam semesta yang mau berwujud dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Kalimat Elisabet yang terkenal,” Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku dating mengunjungi aku?” (ayat 43)

Berbahagialah, bersyukurlah dan bersukacitalah semua kita yang mau sambut (memperingati) kelahiran Penyelamat dunia satu-satunya, Tuhan Yesus Kristus dengan iman yang setia kuat.. “Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.” (ayat 45). Karena selalu ada berkat dan kebahagiaan besar saat kita mau sambut Dia! Amin.


Pdt Lusindo Tobing