24 Maret 2010

refleksi minggu ketiga Maret 2010


Yohanes 12: 1-8

TERBAIK
“… meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya…” (Yoh 12: 3)


Di Betania, di satu perjamuan untuk Tuhan Yesus, saat Marta melayani dan ada juga Lazarus turut makan di situ. Maria melakukan satu hal yang extra ordinary namun sangat indah dan “mahal” mulia nilainya.

Ayat 3 menjabarkan jelas, “Maka Maria mengambil setengah kati (Kati= 3,75 kg) minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu.”

Perhatikan, “yg mahal” itu bukan sekadar “harganya”
Walaupun harga sesungguhnya yang disebut-sebut bisa terjual tiga ratus dinar, memang sangat mahal.
Bayangkan saja teman2, gaji sorang buruh saat itu adalah satu dinar utk satu hari.
Tapi hati Maria..
Ketulusan hati, kesungguhan hatinya.. dan dilakukan dengan rendah hati.
Terbaik!

Ya, terbaik.
Terbaik untuk Tuhan
Dan berjuang terbaik bagi sesama

Ketulusan hati itu terbaik.
Lihat saja bagaimana Yudas Iskariot, seorang dari murid2Nya sendiri, protes, ”Mengapa minyak Narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” (ayat 4-5). Sekilas bagus banget ungkap teriak protes Yudas ini. Tapi sekali lagi Tuhan lihat hati.
Dia tahu hati tiap kita teman2.
Karenanya dengan kekuatan Tuhan sirnakan ketamakan, egoisme, kelobaan
bahkan ketidakjujuran!

Tuhan nda terlalu tertarik dengan apapun yang bisa kita miliki, capai bahkan ungkapkan selama ada di muka bumi. Wong semua milikNya! Segenap hidup dan kehidupan kita adalah kepunyaan Dia! Termasuk tubuh kita dan keselamatan kita!

Tapi..
Tuhan rupanya sangat tahu dan sangat tertarik dengan hati

Hati yang baik itu yang terbaik

Di ayat 6, penulis Yohanes sampai menorehkan indikasi bahkan menjelaskannya,”Hal itu dikatakan (Yudas Iskariot)-nya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya.

Mari hancurkan kemunafikan hati juga pikiran
Berhentilah menganggap diri sendiri paling benar, baik, saleh dan suci
Allah sangat membenci kesombongan.
Dan dengan itu semua sudah dipastikan kita tidak bisa memberi mempersembahkan yang terbaik.

Dan lakukan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh

Kesungguhan hati itu terbaik
Kita mengenal ungkapan, “jangan setengah-setengah” atau “jangan panas-panas kotoran ayam” dalam istilah Alkitab disebut “jangan suam-suam kuku”

Segala sesuatu di keadaan apapun bagaimanapun,
persembahkan yang murni, jangan palsu
Persembahkan yang wangi, jangan bau busuk
Jika itu adalah minyak wangi maka persembahkanlah minyak narwastu murni
Kwalitas tinggi dan yang mahal harganya.
Perjuangkan itu semua tanpa ragu dan bimbang
Layankanlah kepada Tuhan dan sesama tanpa takut

Beri yang terbaik, kita tidak akan salah!
Karena kesungguhan hati saya dan anda oleh Tuhan akan dibuat
Seperti harum minyak narwastu yg semerbak ke seluruh kehidupan.

Yang terbaik selalu beraroma harum..


Dan terakhir, rendah hati itu terbaik.
Sangat kita refleksikan saat Maria membungkuk lalu jongkok bersujud di hadapan kaki Yesus. Lalu meminyaki kakiNya.
Bukan basa-basi, bukan mengurapi kepala
Tetapi kakiNya! Sebagai penghormatan, sebagai penyembahan.

Tidak berhenti di situ, lihat, lalu Maria tidak menyeka kaki Yesus yang sudah dilumuri parfum cair Narwastu itu dengan kain belaka.
Namun dengan rambutnya!
Ya, Maria menyeka kaki Tuhan dan gurunya itu dengan rambutnya sendiri.
Wow.. sebuah keteladanan Kasih yang terbaik!


Mempersembahkan tidak hanya dari kelebihan kita
Namun kita harus mampu sujud hati menyembah, mempersembahkan yang terbaik dari kekurangan kita.

Semua yang ada pada kita untuk Tuhan
Bahkan tubuh dan tiap bagian tubuh kita (sekali lagi ingat rambut utk menyeka tadi) hanya untuk memuliakanNya

Taburlah Kasih dengan rendah hati
Maka kita akan berstudi, bekerja, berbisnis, bermasyarakat dan berbagi dengan orang-orang terdekat, dengan sebaik-baiknya, terbaik.

Dan pada gilirannya, saya dan anda akan menerima yang terbaik, lebih lagi.
Dari Tuhan melalui alam semesta dan sesame
Menerima dan menikmati hidup yang terbaik
Penuh kasih damai surgawi..

Beneran.. bahkan surgapun sudah bisa kita nikmati di dunia ini, saat yg dibagi2kan..
yg terbaik!

foto: lt


Dari
Ketulusan..
Kesungguhan..
Kerendahan
hati ..
Yg berwujud pada sikap tingkah laku nyata di keseharian

Karena kita tidak akan selalu ada di bumi ini
Sama seperti Dia yang secara jasmani tidak selalu ada bersama murid2Nya
Tuhan Yesus di bagian akhir perikop mengingatkan,”..tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu.”
Pada saatnya Tuhan naik ke sorga. Tempat yang terbaik dari semua yang terbaik!

Kita diproses juga untuk ke sana
Diproses bukan sama dengan Tuhan
Namun diproses menjadi seperti Tuhan
Seberat, segelap bahkan di tengah “bau busuk” kedagingan manusia dunia.
Teruslah berjuang rajin menyalurkan yang “harum”
Seperti harum minyak Narwastu semerbak di seluruh rumah adalah
Perincian yang hidup yang tidak akan mudah dilupakan oleh
orang-orang di dekat kita
Yang terbaik untuk sesama

Harum semerbak untuk Tuhan
Terbaik bagi kemuliaanNya... Amin.





Pdt. Lusindo Tobing

15 Maret 2010

refleksi minggu kedua Maret 2010


Lukas 15: 11-32

PULANG
“… adikmu telah kembali..” (Lukas 15: 27)


Jadi teringat saat kecil, dengan teriakan ibu kita yang memanggil. Memanggil saat saya atau anda mungkin terlalu lama bemain2, keluyuran, hingga lupa pulang untuk mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah) atau tugas2 rumah, atau istirahat tidur yang memang sudah jadi bagian kita. Teriakan ibu / mama kurang lebih seperti ini,”Nak.. pulang!” atau jika sebut nama kita, “Dodo… pulang!” he he..

Ada nada perintah namun bersamaan ajakan untuk pulang, kembali ke rumah tempat kita berteduh. Tempat saya dan anda dibesarkan. Tepatnya keluarga di mana kita dicintai dan mencintai, mengasihi dan dikasihi.

Di lain sisi, jauh di lubuk hati si anak / kita, wah sesungguhnya ada rasa diingat, dianggap dan tentu sekali lagi dikasihi oleh orangtua kita. Rindu untuk pulang, rindu untuk kembali.

Hal itulah juga yang dirasakan dalam pergumulan di hidup si bungsu, dalam kisah yang sudah sangat kita kenal: Perumpamaan tentang anak yang hilang. Setelah memaksa ayah kandungnya memberikan bagian yang memang haknya. Lalu memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. Yang kemudian kita tentu tahu kelanjutannya, terjadi bencana kelaparan. Dan si anak bungsu-pun mulai melarat. Habis-habisan sampai dengan sangat terpaksa bekerja menjadi penjaga di peternakan babi!

Klimaks yang paling tragis adalah saat ia ingin mengisi perutnyadengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya.   



Si ayah datang berlari-lari mengahmpiri saat dilihatnya anak bungsu datang kembali, pulang.
Bahkan dengan ekspilisit Alkitab mengisahkan peristiwa emosional itu,”.. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.” (ayat 20)

Perhatikan kalimat, “.. lalu merangkul dan mencium dia (si anak hilang)”
Indah sekali…
Kuat sekali terasa kasih dan sayang yang sangat besar dari sang ayah untuk anaknya..!

Ya, Allah sangat sayang kpd saya dan anda!
Dia mengasihi kita.
Mengasihi dengan sangat rindu untuk kita mau dan berbuat, kembali pulang kepadaNya.

Penyanyi Nikita pernah menyanyikan lagu, yang sangat tepat mengena dgn refleksi kita ini, yang saya cuplik demikian, “pulanglah.. anakku.. Bapa rindu bertemu.. pulanglah hai anakku.. ada Kasih Bapa untukmu…”

Mari pulang teman2
Mari kembali.
Kembali kepada Allah.
Pulang kembali hidup dalam KasihNya
Kasih yang mau berkorban dan telah menyelamatkan

Jangan tunda, jangan tunggu!
Sekarang, kembali
Pulanglah..


Namun yang hilang atau terhilang, bukan hanya si bungsu!

Mengapa?
Karena si sulung pun terhilang!

Si anak sulung marah dan tidak mau kembali pulang, masuk ke dalam rumahnya. Saat diketahuinya, ayah mereka menerima si bungsu/ si anak hilang, tidak hanya dengan meberinya minum dan makan. Tetapi juga pakian yang terbaik, lalu membuat pesta syukur bahkan dengan khusus memotong anak lembu tambun sebagai hidangan pesta.

Ayat 28 bersabda,”Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk (“pulang” ke rumahnya)..”


Lalu dengan cinta kasih yg bijak, sang ayah keluar menemui si sulung
Dan berbicara dgn sangat dalam makna,”engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu.” (ayat 31).

Kalimat berikutnya (ayat terakhir, ayat 32) lebih hebat lagi..
Kalimat (baca: Firman) “terakhir” di perenungan kita ini..
“Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan di dapat kembali.”

                                                                                                                           foto: lt

Mari pulang secara pribadi kembali kepada Tuhan.
Agar akhirnya kita dilayakkan mencari yg terhilang
Bahkan dimampukan mengajak orang lain kembali

Kembali dekat dengan Tuhan
Lebih dekat..
Bahkan kita semua bisa hidup dalam rangkulan dan cium Kasih.
Yang membawa sukacita bahagia

Karena kita tadinya..
Telah mati dan menjadi hidup
Telah hilang namun didapat kembali!

hmhaaaaaahhhhhh….
kita selamat!

Yuk balik kpd Tuhan dengan perbuatan nyata: Kembali kpd keluargamu, jemaat, umatmu, komunitasmu, saudara2 kita, teman2, tetangga, bahkan siapapun sesama kita yg lain.. 

Karena bukan hanya si "anak hilang" yg terhilang. Rupanya seseorang juga bisa hilang, walaupun ada di “rumah”. Pulang, kembalilah mencintai, menyayangi, mengasihi.. membahagiakan lebih banyak orang2 yg ada di dekat kita.


Pulanglah, kembalilah!
Bergembiralah, bersukacitalah



Pdt. Lusindo Tobing

05 Maret 2010

refleksi minggu pertama Maret 2010

Lukas 13: 1-9

BERTOBAT – BERBUAH
“.. jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa..” (Lukas 13: 5)


Bencana gempa bumi di Haiti, juga di Cile (Amerika Selatan). Banjir dan tanah longsor di Bandung, juga beberapa daerah di Jakarta seperti Kampung Melayu, Bukit Duri, Muara Karang, Pluit, dan banyak daerah lainnya. Apa yang Tuhan maksudkan dengan semua itu? Apa yang ingin disampaikanNya? Dan apakah pesan2Nya itu hanya untuk mereka yang terkena bencana dan penderitaan? Atau sesungguhnya Ia ingin berpesan untuk kita semuanya tanpa terkecuali?
             
Di perikop kali ini, kita mendapat jawaban dan penegasanNya. Salah satu yang terbesar adalah: Supaya kita semua bertobat. Sekali lagi bertobat!
            
Ketika beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahanya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. Tuhan Yesus dengan langsung juga jelas bahkan keras bersabda,”Sangkamu orang-orang Galilea  ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? Tidak! kataKu kepadamu. (ayat 2-3a).

Tuhan rupanya kerap menggunakan hal sederhana untuk menjelaskan berbagai hal yang jauh jauh dan jauh lebih besar.

Dia seringkali mengambil cuilan sederhana untuk menegur semua bagian lain yang lebih besar.

Jadi, dalam hidup ini. Rupanya apa yang sedang dialami, dirasakan, digumuli dan diperjuangkan oleh orang lain. Sesungguhnya itu juga “bagian” kita. Minimal. Saya dan anda mampu berempati dan lebih bagus lagi bersimpati kemudian bisa menyalurkan kasih dan berkat dari Tuhan kepada mereka.

Karena kita sendiri sebenarnya pantas untuk mengalami hal yang sama.

Perhatikan ini, diam sebentar dan renungkan dalam2: Kita tidaklah lebih hebat, lebih baik atau apalagi lebih suci dan kudus dari mereka yang terkena bencana dan penderitaan tersebut.

Di ayat 4, Tuhan melanjutkan sabda hardikanNya,”Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? Tidak kataKu kepadamu.

Tetapi rupanya.. karena Tuhan melayakkan kita. 

Dengan syarat: bertobat! Melakukan pertobatan (berubah) dari perbuatan-perbuatan kita yang tidak baik dan melanggar Firman Tuhan untuk menjadi baik dan lebih benar. Berkesesuaian dengan SabdaNya dan menyenangkan Hati Allah Bapa. 

Kalau tidak..!? 
Karena “jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.” (bagian akhir di ayat 3 dan ayat 4).

Mari teman2 terkasih, bertobatlah!
Berubahlah oleh pembaharuan hati, budi dan pikiran kita.
Dalam urapan Roh Allah.

Jangan sampai kita semua binasa.
Mari belajarlah dari setiap sekian banyak fenoma
Bahkan kejadian dan peristiwa yang miris dan menyedihkan
Terkhususkan berbagai penderitaan, kericuhan, kesakitan dan bencana demi bencana!
                            
                                                                                                                foto: lt

Semua kita berdosa. Dan penderitaan kesengsaraan yang dialami oleh orang lain, rupanya bukan karena mereka sangat berdosa dan kita sedikit berdosa.
Juga ingat lagi, demikian sebaliknya. Saat kesakitan juga bencana itu mampir pada saya atau anda, bukanlah berarti kita sajalah yang berdosa, dan orang lain tidak.
Titik perjuangan kita adalah mari lakukan pertobatan! Sungguh-sungguh bertobat!

Tetapi tidak hanya bertobat aja, lalu puas hati dan puas diri, itu juga tidak benar.

Satu pertobatan harus diteruskan, dengan iman dalam nama Tuhan Yesus Kristus sungguh-sungguh melaksanakan apa yang kita kenal dengan proses: berbuah.
Sekali lagi berbuah!
  
Berbuah seperti satu pohon ara, di perikop kita berikutnya.

Tuhan mencari buah-buah pertobatan kita.

Sesama kita mengharapkan bahkan membutuhkan buah-buah iman kita.

Digambarkan di ayat 6&7, dengan perumpamaan pemilik pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya juga. Berkata kepada pengurus kebunnya itu,”Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya.”  Lalu kelanjutannya sangat ekstrim. “Tebanglah pohon ini!”

Jadi jika kita tidak menghasilkan, tentu menghasilkan apa yang baik dan indah. Tidak jadi jalan keluar, jawaban, memperjuangkan damai sejahtera, saling memaafkan, mengampuni dengan melupakan, bersedia bekerjasma, siap juga menolong dan membantu mereka yang lemah, menyalurkan kasih karunia dari Tuha. Maka seperti pohon ara tadi, tebang!!  

Dan kalimat berikutnya tamba mendegum keras di hati pikiran perenungan kita, perhatikan:
“Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma!” (karena tidak berbuah…!)
  
Kemudian pantulan refleksi jawaban pengurus kebun di perumpamaan ini tambah mengajar kita, Tuhan masih beri kita waktu.“Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak tebanglah dia!” (ayat 8&9).
Dan Dia berikan waktu kesempatan itu selama kita masih hidup. Selama masih ada di dunia.

Mari selagi ada waktu kesempatan
Bertobatlah dan berbuahlah..

Ingat, kita tidak bisa berbuah tanpa didahuli pertobatan atau perubahan
Yang nyata dari hati ke tingkah laku juga teladan.
Sebaliknya,
Pertobatan kita baru sebuah benar2 pertobatan jika, diteruskan dengan menghasilkan buah. Kepada orang-orang sekitar khususnya yang menderita dan sengsara, memberi buah-buah Kasih.
  
Berbuah tetap bahkan dimampukan berbuah-buah lebat!

Yang pastinya akan membuat sang Pemilk taman kehidupan, hatiNya sangat bersukacita bahagia.
Dan so pasti membahagiakan sesama, 
Mari menghadirkan kelegaan, damai juga sukacita bagi orang-orang terdekat melalui buah2 nyata kita.

Bertobatlah! Berbuahlah…
Amin.



Pdt. Lusindo Tobing



03 Maret 2010

refleksi minggu keempat februari 2010

Lukas 13: 31-35


HARI INI DAN BESOK DAN LUSA
“.. tetapi kamu tidak mau” (Lukas 13: 34)


“Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau.” (ayat 31). Kalimat ini walau keliahatan ingin menolong Tuhan Yesus, namun hakikinya para Farisi itu berniat mengusir Dia dari Yerusalem. Mengusir karena mereka benar-benar menolak dan membenci Mesias.

Tetapi respon dan jawab Yesus sangat tegas, ”Tetapi hari ini dan besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalananKu, sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem (ayat 33). Sangat terasa sebuah penegasan tetapi juga menjadi Firman yang berpesan kepada kita saat ini untuk berulang-ulang. Ya, berulang-ulang / hari ini dan besok dan lusa, untuk saya dan anda meneruskan perjalanan iman, pengharapan dan kasih dalam Allah untuk lebih banyak orang.

Hari ini dan besok dan lusa juga dapat berarti sampai selamanya. Seterusnya hingga akhir, hingga selesai, tamat!

Namun selanjutnya berulang2 yangg bagaimana? Atau apa yang kita isi di hari ini dan besok dan lusa tersebut? Ini yang lebih penting. Jawabnya adalah: Jangan menolak Tuhan.

Tuhan Yesus sampai mengeluh.

Dia mengeluh karena ditolak oleh milik kepunyaanNya, adalah kita.

Bayangkan Dia pencipta dan pemilik alam semesta juga segala isinya itu, mengeluh?! Dan keluhanNya tidak tanggung-tanggung berkeluh kepada Yerusalem. Pusat dari segala nilai-nilai luhur hidup social, adat dan agama Yahudi kuno. Perhatikan keluhanNya di ayat 34, “Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau.” Milik kepunyaan bahkan kesayanganNya menolak Dia.
 
                                                                                                                                                                       foto: lt 


Tuhan Yesus ditolak di Yerusalem. Tetapi Dia tidak takut! Bahkan Dia mati di situ. Ingat jalan salib bahkan hingga Salib, dengan penderitaan habis-habisan dan kesakitan yang luarbiasa beratnya. Untuk tebus dosa kita.

Jangan gentar, jangan takut pada penolakan! teman2..

Perhatikan, kita juga di ayat 34 tadi mendapat dua ungkapan tambahan yang menguatkan hal sebelumnya, “Berkali-kali” dan “tetapi kamu tidak mau.”

Penolakan demi penolakan tersebut yang bisa membuat kita bertumbuh dan berbuah nyata!

Mari buka hati
Mari buka pikiran dan seluruh panca indera keidupan.
Terima Allah, dan jangan sedetikpun menolak Dia.

Biarkanlah Allah Bapa menguasai tiap lini panggung hidup kita.
Persilakan Tuhan Yesus jadi tamu yang tetap dalam keluarga.
Dan berilah tempat sluas dan selebar-lebarnya kepada Roh Kudus mengurapi tiap aspek di studi, pekerjaan bahkan pelayanan holistic atau secara meneyluruh bagi sesame di keseharian.

Tolak kejahatan!
Bencilah ketidakadilan!
Dan usir sekaligus buang jauh2 segala ego, dendam dan kesombongan pribadi!

Terima Tuhan Yesus. Jangan takut ditolak manusia dan dunia.

Beranilah berjuang untuk kebenaran, lakukan kebaikan.
Senangi respek, juga berempati bakan simpati dan peduli bagi mereka yang menderita, miskin, mengerang kesakitan, menangis bahkan berduka cita.
Dan undanglah selalu rendah hati, permakluman juga pengampunan dan lestarikan hati penuh Kasih siap menolong mereka yang memang benar2 perlu ditolong.

Terus-menerus, berkali-kali, ada juga ungkapan “berulang-ulang” (baca ulangan 6: 7), kita dilayakkan untuk menerima berkat-berkat dari Tuhan.

Tetapi ingat, jangan puas hanya menerima berkat2Nya saja. Nanti kalau keenakan bisa2 kita malah menolak orang lain. Tidak mau repot dan mau enak sendiri saja! Tetapi, ayo selalulah siap bersedia menjadi saluran berkat-berkat Allah bagi lebih banyak orang khususnya yang menderita, ada di dekat kita. Khususnya berkat damai dan sejahtera Allah sampai ke mereka, termasuk khususnya melalui saya dan anda.

Jika terbiasa memberlakukannya dengan nyata. Maka akhirnya kita siap mengasihi bahkan orang-orang yang pernah dan sedang menolak kita. Membenci, mengusir, memfitnah, menolak dan pernah sangat menyakiti hati kita. Karena itu semua tidak akan mempan dan tembus mencuri damai sejatera dalam hati, apalagi keselamatan dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Dia sendiri menggambarkannya seperti anak-anak ayam yang selalu dilindungi di bawah sayapnya. Aman, hangat, terlindungi, bahkan nyaman dan selamat!

Sehingga kita pantas dan layak berkata, “Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!” (ayat 35). Kapanpun, dimanapun dan bahkan saat situasi kondisi berat bagaimanapun, kita bisa lebih melihat dan merasakan Kasih sekaligus kuat kuasa keselamatanNya! Kemudian setialah mensharekannya, membagi-bagikannya…

Hari ini dan besok dan lusa.

Amin.


Pdt. Lusindo Tobing

20 Februari 2010

refleksi minggu ketiga Februari 2010

Lukas 4: 1-13

DICOBAI
“.. dan dicobai iblis.” (Lukas 4: 2)

  
Mari meneladani Tuhan Yesus, mari sadari dan penuh dengan Roh, kalahkanlah 3 kelompok besar Pencobaan. - Pencobaan Yesus di padang gurun ini seperti “persiapan terakhir” dari persiapan Yesus menjalankan misi PenyelamatanNya di dunia. -

Pencobaan pertama (ayat 3&4) adalah Pencobaan Ketaatan.
Ketaatan kepada Allah Bapa diadu dengan godaan meredakan lapar. Keinginan perut, keinginan-keinginan jasmani kita. Di padang gurun Ia tinggal empat puluh hari lamanya dan dicobai Iblis. Selama di situ Ia tidak makan apa-apa. Iblis mulai menggoda,”Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjdai roti.” Lalu Yesus menjawab dengan tidak mau taat sedikitpun dengan Iblis. Ia malah menghardik, “Manusia hidup bukan dari roti saja.”. Anak Allah melawannya dengan penegasan bawa hidup yang sejati tidaklah sekadar makan dan makanan jasmani, dan karenanya hidup tidaklah bergantung kepada peredaan lapar jasmani. Makanan tetap perlu, tetapi dengan setia taat melakukan Firman Tuhanlah kita akan memiliki watak kepribadian tahan uji. Dan siapapun yang tahan uji, dia pasti siap ditaruh pada situasi kondisi apapun, mau belajar, senang bersosialisasi dengan orang dan lingkungannya, maunya berusaha dan bekerja keras, menghargai roti hasil kerja keras, bukan melulu roti dari “abrakadabra”, rajin juga senang bekerjasama juga membantu orang lain, akhirnya orang yang kerap mengasihi Tuhan dengan mengasihi sesame seperti inila yang pasti diberkati baik kebutuhan rohani juga jasmaninya. Siapa yang taat, dia beroleh berkat!

Pencobaan yang kedua adalah Pencobaan Kekuasaan, ayat 5-8 menjabarkannya.
Iblis membawa Yesus ke suatu tempat yang tinggi. Lalu godanya,”Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepadaMu, sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki. Jadi jikalau Engkau menyembah aku, seluruhnya itu akan menjadi milikMu.” Tapi semua ini adalah bohong! Sekali lagi nol besar alias omong kosong! Mengapa? Karena perhatikan: Dunia tidak pernah diserahkan kepada Iblis, dunia bukanlah kepunyaan iblis! Sekali lagi refleksikan dan pegang kuat dengan imanmu teman2, dunia bukan milik iblis! Iblis tidak punya kuasa apapun atas dunia, dia hanya menggoda dan mencobai. Dan perlu diakui, mereka pintar di titik itu, hingga banyak anak-anak Alah jatuh ke dalam dosa, bahkan sejak Adam dan Hawa sekalipun. Tetapi bagaimana dengan Anak Allah? Yesus Kristus kuat benar. Tidak tergoda dan tidak tertandingi, Ia membuktikan bawa janji manis iblis tidaklah dapat dipercaya. Dan sama sekali tidak mau tunduk pada goda rayu untuk menyembah iblis. “.. engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” Dia hanya tunduk dan beribadah kepada Allah. Ini lanjutannya langsung kepada kita teman2, mari hanyalah takut, tunduk dan menyembah beribadah kepada Allah. Minta kekuatan Roh Allah agar kita selalu cerdas mewaspadi trik-trik pencobaan dan penggodaan si iblis. Sehingga di keadaan bagaimanapun sulitnya, kita tetap berani berkata dan bersikap “Tidak” kepada Iblis. Dan “Ya” menyembah selalu berada dalam kekuasaan Tuhan saja!

Empat ayat berikutnya (ayat 9-12) menjadi “pertarungan” terakhir: Pencobaan Memakai Firman Allah.
Dengan mencaplok dan semena-mena menggunakan jasa firman, tepatnya Mazmur 91: 11-12, iblis merayu goda Yesus untuk menjatuhkan diri ke bawah dari bubungan Bait Suci yang sangat tinggi. Yang semua orang bisa melihat kejadian itu nantinya. (iihhh, saya jadi teringat dan kita berefleksi dengan “godaan” iblis yang membuat banyak orang khususnya belakangan ini, melakukan bunuh diri). Perbuatan ini digambarkan sebagai perbuatan anak yang percaya kepada Allah yang setia mengasihi dan menolong. “.. jatuhkanlah diriMu dari sini ke bawah, Ia akan memerintahkan malaikat-malaikatNya untuk melindungi dan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kakiMu jangan terantukkepada batu.“ Tampaknya indah sekali, Tetapi yang sebenarnya: itu adalah perbuatan ketidakpercayaan. Ketidakpercayaan kita manusia akan Kasih setia Allah. Jika kita kembali teruskan refleksi ini ke diri saya dan anda, maka mengalah pada pencobaan seperti ini adalah indikasi yang paling jelas bahwa kita sedang jauh dari Kasih setia Tuhan. Bimbang meragukan bahkan tidak percaya lagi kepadaNya. Mari, jangan pernah meragukan Tuhan. Jangan pernah sehela nafas hidup kita, per satu detak jantung kita, sedetikpun, menyangsikan kuat kuasa Allah. Apalagi, jangan pernah mencobai kesetiaanNya!    
                                                                                                                             foto: lt

Jangan melakukan sesutau karena penggodaan. Jangan berbuat karena bujuk rayu. Jangan bersikap bahkan melayankan sesuatu karena dicobai. Sebagus apapun tampaknya, seindah dan semanis apapun janji-janji si iblis!

Pencobaan itu selalu negatif.
Selalu bikin droup, jatuh!
Pencobaan itu sejatinya berasal dari kelemahan kita. Yang celah-celah kekurangan kita tersebut digunakan iblis.

Yang positif dan baik adalah ujian.

Dan berhenti sebentar pegang dan renungkan ini dengan kuat: Tuhan tidak pernah mencobai!

Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: “Pencobaan ini datang dari Allah!” Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun. Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.  (Yakobus 1: 13-14)

Tuhan selalu menguji kita.
Tuhan tidak pernah mencobai kita.

Dan ingat teman2.. ayat terakhir, ayat 13.
“Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari padaNya dan menunggu waktu yang baik.”
Ya ampuuunnnn!! Perhatikan baik2: Iblis tidak akan menyerah, iblis tidak akan pernah berhenti mengintai kita, Iblis tidak akan pernah stop mencobai.

Hanya Tuhan yang mau kita bertumbuh dan naik.
Tidak pernah mau sebaliknya.

Iblis yang rancang dan maunya selalu kita jatuh dan mati!

Jangan pernah menyalahgunakan kuasa ilahi yang Tuhan sudah dianugerahkan kepada kita. Lalu menaati Iblis?! Sekali lagi jangan terbuai, jagan mudah digoda dan terbujuk rayu tipu muslihat setan iblis!

Jangan ragukan cinta Kasih Allah.
Jangan ragukan pemeliharaan Tuhan.

Waspadai selalu si iblis, kuatlah dalam Iman Pengharapan dan Kasih, dalam Tuhan dan bagi sesama manusia. Jangan takut!

Dengan kuasa dari Tuhan, hardiklah si iblis. Supaya dia menjauh dan pergi.

Saat dicobai.
Kuat dan menanglah!


Pdt. Lusindo Tobing

10 Februari 2010

reflelksi minggu kedua Februari 2010

Lukas 9: 37-43a

BUKTI KASIH
“Tetapi Yesus.. menyembuhkan anak itu.” (Lukas 9: 42)


                                                                                                                                         foto: lt

Cinta dan sayang itu harus dinyatakan..
Jangan mencintai, menyayangi, mengasihi hanya imajinatif, ideal belaka..
Kasih itu harus dibuktikan.

Tuhan Yesus membuktikannya saat Dia menyembuhkan seorang anak.
Seorang anak penderita epilepsy (ayan) bahkan kerasukan setan.
Kasus-kasus kerasukan setan atau roh jahat rupanya sudah terjadi sejak di konteks Yesus. Tidak hanya merebak beberapa dekade belakangan ini saja.

Dikisahkan perjalanan pelayan Tuhan Yesus mewartakan khabar keselamatan, setelah turun dari gunung di daerah Galilea. Salah satu sambutannya adalah seruan minta tolong seorang ayah untuk anaknya tersebut. Dan dengan kasih yang dibuktikan, anak itu sembuh.
Pertama kasih yang dibuktikan seorang ayah.

Mari rasakan sungguh dari ungkapan permohonannya kepada Yesus,”Guru, aku memohon supaya Engkau menengok anakku, sebab ia adalah satu-satunya anakku.” (ayat 38). Kasih besar yang sangat manusiawi.
Kedua, tentu kasih yang dibuktikan Tuhan Yesus sendiri.

Murid-murid memang dalam kondisi membutuhkan pembuktian kuasa Guru dan Tuhan mereka itu. Sekaligus mengharapakan petunjuk yang lebih memastikan bahwa Dia yang mereka ikuti sejauh ini adala benar-benar Mesias.

Dan para murid sebenarnya sudah pernah diberikan tenaga dan kuasa untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit. Sebagai “bekal” mereka untuk siap diutus memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang (coba teman2 baca Lukas 9: 1-2).
Tetapi mereka belum juga percaya. Percaya penuh kepada kuasa dan kasih Tuhan Yesus, guru dan Tuhan mereka! Dan ini membuat Yesus kecewa dan marah. Kecewa dan marah kepada ketidak percyaan dan kesesatan para murid. Ayat 41 berbunyi,” Maka kata Yesus: “Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan yang sesat, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu dan sabar terhadap kamu?..”

Sebuah pertanyaan yang harus kita juga menjawabnya.
Bahkan tidak sekadar menjawab kasih Tuhan Yesus saja, namun benar-benar membuktikannya.
Karena Tuhan Yesus membuktikan kasihNya.

Dan ketika anak itu mendekati Yesus, setan itu membantingkannya ke tanah dan menggoncang-goncangnya. Tetapi Yesus menegor roh jahat itu dengan keras dan menyembuhkan anak itu, lalu menegmbalikannya kepada ayahnya. (ayat 42)

Bukan main.. indah sekali bukti kasih Yesus. Peratikan saja, Dia menegor si roh jahat, setan itu. Dan dengan kasih sayangnya memulihkan si anak penderita epilepsy dan kerasukan setan itu, hingga sembuh. Lalu perhatikan, lalu Dia mengembalikannya kepada ayahnya.

Bukti kasih itu harus diwujudkan rupanya. Harus dinyatakan.

Dari Tuhan dikembalikan sebagai bukti kasih kita kepada Tuhan. Diwujudkan dengan bukti kasih kita kepada orang-orang di dekat kita.

Baik dinyatakan lewat perkataan. Ingat Tuhan Yesus pernah sampai 3 (tiga) kali bertanya kepada Simon Petrus, “Apakah engkau sungguh mengasihi aku?” dan 3 (kali) juga dijawab Petrus,”Ya, aku mengasihimu Tuhan.” Sebuah pembuktian cinta kasih yang diungkapkan secara lisan dan refleksi lebih luasnya, pembuktian lisan sebanyak 3 kali tersebut merupakan cara Yesus memulihkan kesalahan penyangkalan Petrus, yang juga 3 kali menyangkal Yesus, di saat-saat perjalanan penderitaan pengadilanNya menuju Salib.
Tetapi bukti dari kasih itu paling penting dan indah haruslah melalui tindakan, usaha keras dan teladan sungguh-sungguh.

Hal terakhir inilah yang sebenarnya paling penting.

Dan itu semua dilakukan Yesus. Yang semuanya berujung pada pengorbanan dan kematianNya di kayu salib, tebus dosa-dosa umat manusia. Termasuk saya dan anda! Tetapi juga KasihNya telah terbukti lewat semua ciptaan, anugerah, bimbingan, juga pengajaran-pengajaranNya hingga berbagai tindakan yang dilakukan Tuhan Yesus. Termasuk pada pembuktian kasihNya melalui peneyembuhan berbagai penyakit dan pengusiran roh-roh jahat. Seperti yang terjadi di perikop yang oleh LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) memberikan judulnya,”Yesus mengusir roh dari seorang anak yang sakit.”, perikop kita kali ini.

Mulailah dari apa yang Tuhan kita nyatakan tadi (ingat ayat 41). Marilah kita membuktikan kasih kita kepada Tuhan juga kepada orang-orang di dekat kita dengan: Jadi orang yang bisa dipercaya. Sekali lagi, dipercaya!
Kasih yang benar-benar kasih yang dibuktikan, adalah kasih yang tidak membawa kesesatan. Maksudnya tidak menuju jalan buntu, menimbulkan kekesalan, marah, bete bahkan dendam. Juga tidak melahirkan iri hati, kebencian dan apalagi kesombongan. Itu semua bukan bukti dari kasih, itu semua kesesatan!

Teman2 terkasih sudahkah menyatakan bukti kasih kita?
Sudahkah lebih lagi memberlakukannya?

Sekarang waktu pembuktian itu, lebih lagi.
Bahkan mari beralihlah dari sekadar kasih manusiawi tadi ke kasih yang illahi.

Kasih karena percaya, percaya anugerah Kasih Allah Bapa, dalam nama Tuhan Yesus Kristus.

Kasih yang selalu keluar, bukan kedalam belaka. Kasih yang dilakukan tidak melulu teori. Kasih yang memberi bukti, bukan janji doang.

Bukti kasih, dan atau kasih yang dibuktikan haruslah minimal memunculkan diri kita layak karena iman percaya kita kokoh kuat hanya kepada Tuan Yesus. Tiap hari berkata, dipulihkan bahkan diselmatkan dengan berkata dalam hati, pikiran dan sikap, “Aku mengasihi Tuhan.”. Sehingga layak untuk dipercaya, oleh keluarga, teman, kekasih bahkan sesama lainnya.

Pembuktian kasih adalah kita bisa jadi sosok yang dipercaya. Dan menjadi pembawa jalan keluar.

Mari menjadi pemecah permasalahan, pembawa damai juga sejahtera bathin. Senantiasa mendokan lebih banyak orang dan pihak lain, tetapi juga dimampukanNya untuk menggubah marah jadi senyum, humoris yang membawa tawa sehat orang-orang sekitar. Jadilah pejuang keadilan bagi yang ringkih, gemar berempati dan tulus peduli bagi mereka yang menangis dan sengsara. Sehingga kehadiran kita terbukti membawa terang dan garam bagi dunia, lebih banyak dan sering menolong, membantu dan membuat lebih banyak hati dan pikiran manusia sekeliling bernafas lebih lega, mmhaaahhhhhh… lebih tentram, lebih senang, lebih termotivasi, lebih semangat, lebih takjub (baca lagi ayat 43a), lebih bahagia, lebih bersukacita! Dan, lebih bersyukur dalam segala hal..

Itulah bukti kasih.



Pdt. Lusindo Tobing






08 Februari 2010

refleksi minggu pertama Februari 2010

Lukas 5: 1-11
DALAM & SETIA
“.. mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia..” (ayat 10)
                                                                                   
Banyak orang mengerumuni Tuhan Yesus untuk mendengarkan firmanNya. Kali ini terjadi di Genesaret, tepatnya sebuah danau di mana Dia mengajak dan mengubah beberapa orang menjadi muridNya. Dari penjala ikan menjadi penjala manusia.

Cara yang dilakukan sangat menarik. Sangat kena mengena dengan kehidupan nyata di sana, sebagai nelayan. Yang aktifitasnya kita sudah tahu, berangkat malam hari karena mengandalkan angin darat ke arah danau. Dan sebaliknya pulang ketika pagi hari karena hembusan angin dari danau ke daratan yang membawa mereka pulang. Dan bukan kebetulan, saat itu para nelayan tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.

Dari dua perahu tersebut, ada perahu Simon Petrus. Tuhan Yesus menyuruh dia,”Bertolaklah (lagi) ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menagkap ikan.” Simon langsung merespon,”Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.” (ayat 4-5).

                                                                                                                                       foto: lt

Ini dialog yang sangat indah, perhatikan.

Pertama, Tuhan Yesus menyuruh kita untuk “dalam”, tidak sekadar berada, berkubang atau menuju kepada tempat yang “dangkal” atau apalagi “cetek”. Perahu hidup kehidupan kita tidak akan berfungsi. Jika kita mau menghasilkan yang baik dan benar, ayo mau dan beranilah ke tempat yang dalam.

Kemudian kedua, kita juga dapat manis indanya refleksi soal setia dan taat! Saya membayangkan seperti seorang remaja yang menggerutu saat disuruh melakukan sesuatu oleh orangtuanya, namun sambil menggerutu ia tetap melakukan apa yang diperintahkan. Itu saja sudah baik. Apalagi jika kita mau setia dan benar-benar taat melakukan firmanNya tanpa gerutu, tanpa sungut-sungut.

Maka hasil yang akan kita dapat pasti banyak. Analogi tetapi juga sekaligus peralihan tugas dan fungsi dari penjala ikan menjadi penjala manusia ini menjelaskan hal tersebut. Siapa yang mau dalam dan ya hanya kepada firmanNya, maka akan menikmati banyak berkat. Bahkan jika kita mau melakukannya maka orang lain di dekat kitapun akan menikmatinya. Mari ulangi dan maknai lebih dalam ayat 6-7, “Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumla besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya… mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.” Luarbiasa!

Mari datang di hadiratNya dengan hati tersungkur menyembah. Persilahkan hati, pikiran kita diubah, diperbaarui lebih lagi menjadi pengikut-pengikutNya. Bahkan menjadi para pelayan Tuhan.

Mari menjala manusia. Merangkul hati lebih banyak insan manusia. Untuk lebih melihat dan akhirnya rindu dekat dengan Tuhan. Bahkan dengan kemauan sendiri mau memiliki hubungan yang akrab intim dengan Tuhan. Akhirnya kelak akan disiapkan oleh Tuhan juga untuk siap menjala hati dan manusia lain berikutnya. Terus begitu.

Dari dalam hati yang tulus kudus, sentuhlah hati yang ada di dalam orang-orang di dekat kita. Lalu mari berpikirlah yang dalam, sekali lagi dalam artinya sesuai firman Tuhan, lalu bersikap jugalah dengan dalam, berkata-kata dengan pesan makna yang “dalem” dalam. Tangan dan kaki juga akirnya mewujudkan dengan melakukan tugas akifitas dengan dalam. Belajar dalam, rajin di studi kita. Bekerjalah dengan dalam, displin dan tidak korupsi. Apalagi mari melayani sesama dengan Kasih yang dalam, selalu dan lebih sungguh khususnya bagi mereka yang mengalami kecetekan iman dan hidup. Mereka yang menangis, lapar dan menderita.

Terus-meneruslah membawa kebahagiaan bagi lebih banyak orang. Lakukan semua itu dengan setia. Dengan tetap berkata “ya” kepada Kasih dan Kebenaran setiap hari bahkan setiap saat. Dan jangan takut! Ya, jangan takut untuk melakukannya, menerima dan membagikan kekayaan hidup, baik tubuh maupun rohani. “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.” (ayat 10), siapa penjala manusia itu? Jawabannya sudah tentu saya dan anda, adalah kita.

Mau diberkati banyak menerima anugerah “ikan-ikan dalam perahu” mu? Mau juga membagikan itu kepada lebih banyak orang di sekitarmu?
Jika ya, mari lakukan segala sesuatu dengan dalam dan setia, penjala manusia! Amin.



Pdt. Lusindo Tobing

(tulisan & foto: lt)