19 April 2013

refleksi minggu ketiga April 2013


 Yohanes 10: 22-30




SEMAKIN PEKA

 




Di dekat garis finis Maraton Boston, Amerika Serikat, dua ledakan bom mengguncang Lombard maraton tertia di dunia tersebut. 150 orang cedera dan sedikitnya tiga orang tewas. Aksi terorisme ini kembali menegaskan bahwa masih ada pihak yang menolak kehidupan yang baik, saling menerima, sportif, sehat, damai sejahtera dan berjuang menuju "garis finish" kebahagiaan sejati.

Tuhan Yesus Kristus pun beberapa kali pernah ditolak, seperti yang terjadi di perikop kita kali ini. Sesungguhnya bukan sekadar Yesus yang ditolak, tetapi ajaran dan teladan hidup dalam kasih damai sejahtera, sesungguhnya itu yang ditolak. Tepatnya di hari raya Pentahbisan Bait Allah di Yerusalem, orang-orang Yahudi mempertanyakan bahkan meragukan bahwa Dia adalah Mesias. Di ayat 25, Tuhan Yesus menegaskan, "Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya;.."

Jangan sekali-kali menolakNya. Karena itu berarti kita akan menolak hidup dalam kasih keselamatan Tuhan Yesus Kristus. Mari jadi umat yang menerima dan membagikan lebih banyak kasih dan kebaikan. Berani jadi domba-domba Allah yang mau percaya nyata. Dan percaya hanya bisa dimiliki jika kita mau lebih peka. 


Peka mendengar suara "Gembala yang baik", sehingga bisa lebih peka hatinya bagi sesama. "Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku" (ayat 27). Mari menolak kekerasan dalam bentuk apapun, termasuk yang kerap berawal dari hati yang keras. Mari miliki hati yang lembut, pikiran yang baik dan pribadi yang bisa lebih peka, peduli dan lebih mengasihi. 

Menyenangkan hati Tuhan dan memperjuangkan kehidupan bersama keluarga, tetangga dan siapapun, penuh kedamaian. Amin.

 



tulisan & foto: Lusindo Tobing

15 April 2013

refleksi minggu kedua April 2013

Kisah Para Rasul 9: 1-19a


TEGAR





Setelah ditebus lalu apa sikap kita? Setelah dimenangkan dari kuasa maut dan mendapat Keselamatan, lalu apa yang seharusnya kita lakukan? Kepastian Keselamatan kita di dalam Kristus, sama seperti pertobatan dan keselamatan Paulus, bukan saja berarti perintah untuk menyampaikan Injil. Tetapi juga suatu panggilan untuk tegar menderita bagi Kristus.

Sejak awal Paulus diberitahukan bahwa akan mengalami banyak penderitaan demi Kristus. ".., betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku." (ayat 16). Dan Paulus menjalani semua itu dengan tegar. 


Dalam kerajaan Kristus, menderita karena namaNya menjadi pertanda perkenan tertinggi Allah (baca juga Kisah Para Rasul 14:22) dan jalan menuju pelayanan yang berhasil dengan anugerah berlimpah di sorga. Penderitaan harus bekerja di dalam diri orang percaya, supaya Kasih Allah dapat mengalir dari tiap kita kepada orang lain (baca Matius 5: 11-12) bahkan membawa kebahagiaan sejati.

Mari tegar untuk bersedia jadi alat penyelamatan Allah bagi dunia. Tegar itu berarti setia dan taat melayani. Tidak sedikit orang menolak kesempatan melayani Tuhan. Ada yang merasa tidak punya waktu, tidak mampu atau merasa hidupnya terlalu kotor. Ananias sempat ragu menerima tugas dari Tuhan untuk menumpangkan tangannya ke atas Saulus, karena ia tahu betapa jahatnya Saulus (ayat 13). Tetapi setelah mendengarkan maksud Tuhan atas diri Saulus, Ananias taat. 


Begitu pula khususnya Saulus yang sebelumnya jahat, telah dipilih Tuhan untuk menjadi Paulus. Rasul besar yang setia memberitakan dan berani menderita bagiNya hingga akhir hidup. Meneladankan kepada kita di konteks kehidupan yang kian modern namun kian berat sekarang ini. Untuk tetap tegar menanggung penderitaan bagi kemuliaan Kasih Allah dalam Kristus. Amin.
 



tulisan & foto: Lusindo Tobing.

01 April 2013

refleksi minggu pertama April 2013




 Yohanes 20: 19-23



BERANI MENJADI UTUSAN KRISTUS

Maka kata Yesus sekali lagi: "Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu."(Yoh 20: 21)





Makin tua jaman ini, manusia makin berani melakukan yang bertentangan dengan Sabda Allah. Sebaliknya, semakin takut dan ciut melakukan kebenaran kebaikan. Persis seperti sikap para murid saat baru ditinggalkan Yesus, guru dan Tuhan mereka, “… berkumpul di satu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi” (ayat 19). 


Apakah hal seperti ini akan kita biarkan terus? Jangan! Mari berani. Ya berani, berani untuk melakukan nyata berbagai hal yang sesuai dengan perintahNya. Berani berbuat yang benar, berani mendukung dan melakukan kebaikan. Membagikan lebih banyak “damai sejahtera bagi kamu” (ayat 21) bagi orang-orang di kehidupan nyata.


Sang Juruselamat telah berani terima cawan sengsaraNya. Berani mati disalib untuk matinya dosa-dosa kita. Tuhan Yesus Kristus juga telah berani bangkit, untuk kebangkitan kita. 

Dan jika Yesus sudah menampakkan diri kepada murid-murid, juga kepada kita. Lewat segala berkat, hikmat dan khususnya Kasih KeselamatanNya. Sekarang mari, jadilah utusan-utusanNya yang lebih berani menampakkan Kasih Kebangkitan Yesus melalui diri dan perbuatan kita setiap hari. Amin.






tulisan & foto: Lusindo Tobing.

29 Maret 2013

refleksi minggu kelima Maret 2013



1 Korintus 15: 20-26



MENAKLUKKAN






Ketakutan terbesar kita adalah maut. Maut, kematian atau bahkan kepunahan adalah bagian akhir yang paling tidak bisa diatasi kekuatan kemampuan kita sebagai manusia. Namun hanya karena Tuhan Yesus Kristus yang adalah "yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal" (ayat 20). Maka maut itu sudah diatasi, dikalahkan, ditaklukkan! 

Dan untuk itu semua, Mesias kita harus menjalani penderitaan dan penyiksaan yang luar biasa kejam. Lalu Ia mati, bahkan mati di kayu salib. Namun tidak selamanya meninggal atau mati. Karena jika Tuhan Yesus Kristus hanya berhenti di titik mati atau meninggal dunia, bukankah itu sama saja dengan kita manusia? Tetapi Dia bangkit! 

Musuh yang terakhir, yang dibinasakan ialah maut (ayat 26). Kebangkitan Kristus benar-benar menaklukkan kuasa maut. Sehingga kita sebagai orang yang percaya kebangkitanNya, dianugerahkan Keselamatan dari ancaman maut. 

Selamat dibangkitkan bersama kebangkitanNya. Jangan takut dan jangan mau dihancurkan ketakutan, khususnya ketakutan akan maut. Selamat terus berjuang menaklukkan berbagai kebiasaan buruk dan berbagai hal negatif, gelap bahkan jahat di keseharian. 

Selamat Paskah! Amin.


tulisan & foto: Lusindo Tobing.

21 Maret 2013

refleksi minggu keempat Maret 2013



Filipi 2: 5-11



KETAATAN DAN KASIH

 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati (Filipi 2: 8)


 


“SetiaMu, Tuhanku, tiada bertara. Dikala suka disaat gelap. KasihMu, Allahku, tidak berubah. Kaulah pelindung abadi, tetap. SetiaMu, Tuhanku, mengharu hatiku. Setiap pagi bertambah jelas. Yang kuperlukan tetap Kauberikan. Sehingga akupun puas lelas...” Itulah cuplikan teks lagu PKJ 138  ”SetiaMu, Tuhanku, Tiada Bertara”Yang oleh Panitia Paskah Tahun 2013 dijadikan seperti Lagu Tema dan kerap kita lantunkan dalam tiap ibadah. Sangat menyentuh, menggugah hati dan diri kita untuk mau kembali kepada kesetiaan dan ketaatan.

Mari lebih taat. Berjuang untuk tetap taat. Memiliki memberlakukan karakter taat setia di keseharian. Karena dan hanya di dalam Kasih Allah yang setia. Dan yang tertinggi adalah ketaatan menuju kematian oleh Tuhan Yesus Kristus untuk  selamatkan saya dan anda. Ayat 8 pembacaan kita kali ini jelas menandaskan, “… taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”

Jika Tuhan Yesus mau merendahkan diri-Nya di dalam ketaatan, bersedia menerima peran sebagai hamba menderita. Seperti itulah perjuangan yang harus kita lakukan. Memulainya dengan seperti apa dinyatakan di ayat 7, mau lebih mengosongkan diri (kenosis), mengingkari diri sendiri.  

Bersedia menjadi hamba, hamba Allah. Melayani orang lain, khususnya mereka yang jauh lebih lemah. Sehingga dalam kehidupan bersama, kita dimampukan menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus. Hingga seperti tertulis di ayat paling akhir (ayat 11), benar-benar akan tergenapi.  Bahwa segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!  Amin.





tulisan & foto: Lusindo Tobing.




14 Maret 2013

refleksi minggu ketiga Maret 2013




Yohanes 12: 1-8


MEMBERI YANG TERBAIK







Yang diminyaki itu seharusnya di bagian kepala, bukan kaki! Diseka dengan rambut lagi! Dan setengah kati (sekitar setengah kilogram) minyak Narwastu murni itu terlalu banyak dan terlalu mahal!  Mungkin seperti itulah gugatan Yudas Iskariot atas tindakan Maria.


Tetapi Maria bukan Yudas. Maria memiliki kasih pengabdian sangat berbeda dengan Yudas! Walau Yudas Iskariot adalah salah satu murid tetapi malah nanti mengkhianati Tuhan dan Guru-nya itu. Namun Maria, meminyaki kaki Yesus (bukan kepalaNya) dengan rambutnya karena kerendahan hati di depan Tuhan, yang sangat dia kasihi. “Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu” (ayat 3).


Tindakan Maria tersebut merupakan suatu pengorbanan besar. Selain karena minyak Narwastu murni sangat mahal harganya. Maria sadar kesempatan untuk mengungkapkan pengabdian kepada Yesus segera akan berakhir. Iman dan pengabdiannya kepada Tuhan merupakan teladan tertinggi dari apa yang diinginkan Allah dari orang percaya.


Kasih itu berarti rela memberikan yang terbaik! Mari memberikan yang terbaik.  Selagi masih ada kesempatan, lebih mengasihiNya, yang diwujudkan lebih mengasihi sesama manusia. 

Tuhan Yesus Kristus telah memberi pelayanan terbaik kepada kita hingga KematianNya!  Kematian yang selamatkan kita. Kematian yang merupakan karya terbesar dan terbaik dari Kasih Allah.  Amin.

                                




tulisan & foto: Lusindo Tobing.




04 Maret 2013

refleksi minggu kedua Maret 2013



Lukas 15: 11-32




KASIH MERANGKUL MENERIMA

Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. (Lukas 15: 20)





Mari kembali kepada Kasih. Kasih yang pasti akan merangkul dan menerima kita, apa adanya. Kasih Allah Bapa. 

Titik balik untuk kembali tersebut, di perikop kali ini, mulai di ayat 16. Ketika si anak yang hilang dalam perumpamaan ingin mengisi perutnya dengan ampas makanan babi, tetapi tidak seorangpun memberikannya.  Ia tersadar, lalu rindu untuk pulang. “.. katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.  Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa,..” (ayat 17-18).

Benar saja, ketika pulang, masih jauh ayahnya telah melihatnya, berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium (ayat 20). Sebuah wujud kasih yang merangkul, kasih yang sungguh menerima kembali anaknya yang telah berbuat kesalahan besar. Lalu pakaian terbaik diberikan, makanan ternikmat disiapkan dan semua bersukacita!  

 Bahkan ketika sang kakak protes, lagi ayahnya mengingatkan dengan kasih, “Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." (ayat 31-32)

Sehingga kita yang telah dirangkul dan diterima Allah Bapa, sekarang mau juga memaklumi bahkan bersedia memaafkan. Memaklumi sesama atau keadaan yang bagaimanapun beratnya. Dan dimampukan Allah untuk memaafkan siapapun yang pernah, sedang (atau akan) menyakiti hati kita. Siap sedia hidup nyata dengan kasihNya. Kasih yang selalu merangkul dan menerima pertobatan. Amin.



tulisan & foto: Lusindo Tobing.