03 Oktober 2013

refleksi minggu pertama Oktober 2013





Habakuk 2: 1-5


KELUARGA YANG BENAR






Di tengah berbagai ketidakbenaran yang makin menggila, jangan ikut-ikutan tidak benar. Sebaliknya, kita semakin “dituntut” untuk hidup lebih benar. Hidup benar karena hanya percaya kepada Sang Kebenaran Sejati: Allah Yang Hidup!

Ingat beberapa waktu lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi “mungkin yang terbesar di Tahun 2013”. Tangkap tangan tindakan korupsi terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi berinisial AM, di rumah dinas Jl. Widya Chandra, Jakarta Selatan, Rabu (02/10/2013) malam. Penyidik KPK juga menangkap beberapa orang lain (pejabat negara dan pengusaha) serta menyita sejumlah uang dolar Singapura dan dolar Amerika yang dalam rupiah senilai Rp 2,5 miliar-Rp 3 miliar. 


Ungkapan Nabi Hagai kini menjadi sangat dan teramat penting untuk kita, bahwa hanya “Orang benar akan hidup oleh iman percayanya” (ayat 4). Ungkapan yang diulang sebanyak tiga kali dalam Perjanjian Baru ini (bisa baca Roma 1: 17, Galatia 3: 11 dan Ibrani 10: 38), menegaskan konteks dua pasal pertama Hagai (ditulis sekitar 625 sM). Memberitakan akan datangnya serangan gencar Bangsa Babel (juga Khaldea) yang tak tertahankan. 
Hukuman bagi pemerintahan Raja Yoyakhim karena tiraninya yang jahat dan penuh ketidakbenaran. Namun, dalam proses itu umat Allah yang berjuang hidup benar akan hidup oleh iman percaya.



Selamat memasuki Masa Penghayatan Hidup Berkeluarga (MPHB) 2013. Selamat menjadi keluarga yang benar. Tentu diawali dengan menjadi seorang pribadi yang benar. Kemudian benar-benar menjadi Gereja, umat yang hidup dalam Kebenaran Allah. Hingga akhirnya aktif berperan membangun bangsa yang benar, bahkan kehidupan dunia yang lebih benar lagi. Mari hidup (tidak mati). Hidup benar. Menikmati kasih setia Allah Yang Benar. DikasihiNya untuk mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia. Benar-benar hidup benar!  Amin.









Tulisan: Lusindo Tobing.
Foto: Ibu Nastiti. 

26 September 2013

refleksi minggu kelima September 2013




Yesaya 55: 8-9 & Roma 11: 33-36




MENGGAPAI SUMUR TANPA DASAR






Mari memuji memuliakanNya karena takjub! Karena ketakjuban hati kita kepada Allah. Terus dan lebih belajar mendalami, menemukan hikmat atas rancangan dan kasih karunia Allah. Yang tiada henti.



Sesungguhnya Yesaya 55 berada di jajaran pasal Kitab Yesaya yang penuh nubuat dan kemuliaan. Tentang Mesias yang akan datang dan kerajaan-Nya di bumi kelak. Ditulis selama tahun-tahun akhir hidup Nabi Yesaya. Memberi kekuatan penghiburan kepada umat-Nya selama tertawan di Babel 150  tahun sesudah zaman Yesaya. Sehingga semua pendengar, khususnya kita sekarang, baru mengerti ungkap, “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.” (Yesaya 55: 8-9)


Begitu pula dengan konteks Roma 11. Menikmati puji-pujian Rasul Paulus, “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!” (ayat 33, dan baca berulang-ulang juga ayat 34-36). Lebih menegaskan lagi indahnya meninggikan Dia. Semua kita tidak bisa lagi menyombongkan diri. Kita hanya dapat tunduk bersyukur. Memuliakan hikmat, pengetahuan, keputusan, pikiran, kemurahan Allah yang tak terselami. Ia sungguh Pencipta, Pemelihara, Penyelamat yang ajaib dan sungguh patut kita puji selama-lamanya.

Menikmati keselamatanNya, mungkin seperti terbang damai menggapai langit di atas langit. Atau berenang di lautan kasih karuniaNya yang dalam tiada bertepi. Juga, terus mendengar dan memberlakukan hikmatNya, seperti menggapai sumur tanpa dasar. Sumur rancangan dan penggenapan penyelamatanNya kepada dunia. Sehingga melalui kita, lebih banyak orang lain juga mengaku memuliakan, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” Amin.







Tulisan & foto: Lusindo Tobing.

19 September 2013

refleksi minggu keempat September 2013




1 Timotius 2: 1-7



BERSAKSI





Fenomena Vickynisasi  sedang banyak dibicarakan. Berawal dari Vicky Prasetya, mantan tunangan seorang penyanyi dangdut. Menjadi sangat terkenal (khususnya di dunia maya) karena hasil wawancara dengannya diunggah ke situs video sharing Youtube. 

Tanpa ada beban sedikitpun, Vicky yang terindikasi menipu beberapa orang itu, mengeluarkan kata-kata ajaib dan “tata bahasa gado-gado” yang tidak jelas artinya saat diwawancarai. Seperti “kontroversi hati”, “konspirasi kemakmuran”, “harmonisasi”, “statusisasi”, “labil ekonomi”,  hingga “kudeta keinginan”. 

Tidak mengherankan jika di dunia maya dan keseharian kini, nama Vicky banyak dibicarakan, dijadikan lelucon bahkan olok-olok.

Namun sesungguhnya, fenomena Vickynisasi seperti ini sudah lama terjadi dalam kehidupan kita. Misalnya, masih banyak diantara kita lebih sering menggunakan kata“merubah” dan bukan kata “mengubah”. 

Atau sejak zaman Orde Lama lalu misalnya, ada kebiasaan mengucapkan “daripada”. Juga di kalangan anak muda sekarang, yang sering mengucapkan misalnya kata atau kalimat, “secara”, “ngga mood”, “penting gitu,” dan lain sebagainya. 

Mari belajar berkata-kata yang benar. Khususnya menyampaikan isi dan arti yang benar. Sehingga kita tidak terus-menerus membodohi dan menipu diri sendiri. Apalagi tidak menipu orang lain. Untuk akhirnya kita akan berani bersaksi tentang Kebenaran kepada dunia. 

Seperti Rasul Paulus meneladankan lewat berbagai tulisannya, ucap kata nasihat dan kotbahnya. Juga jujur dan jelas mengajarkan kebenaran tentang Tuhan Yesus Kristus, melalui tingkah laku nyata sehari-hari. Kepada Timotius di konteks perikop ini, “Untuk kesaksian itulah aku telah ditetapkan sebagai pemberita dan rasul -- yang kukatakan ini benar, aku tidak berdusta -- dan sebagai pengajar orang-orang bukan Yahudi, dalam iman dan kebenaran.” (ayat 7). 

Dan juga sampai kini kepada kita. Di fenomena Vickynisasi atau fenomena lain apapun juga. Teruslah hidup benar, berkata dan bersaksi tentang Kasih dan FirmanNya, sumber kebenaran. Bahkan Kebenaran yang sesungguhnya! Amin.



Tulisan & foto: Lusindo Tobing.   

11 September 2013

refleksi minggu ketiga September 2013




Lukas 15: 1-10




BERTOBAT SETELAH MENDENGAR







Para Farisi dan ahli Taurat kembali bersungut-sungut tentang sikap dan perbuatan Tuhan Yesus Kristus, katanya: "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka" (ayat 2).  Bagi mereka, berdekatan dengan orang berdosa akan menyebabkan ketularan tidak `bersih'.  Tuhan Yesus pun merespon dengan trio perumpamaan: Domba yang hilang; Dirham yang hilang, dan Anak yang hilang.   

Perikop kita kali ini berisi perumpamaan yang pertama tadi.  Si gembala menyadari  ada satu ekor domba yang hilang. Lalu ia mencari sampai ia menemukannya (ayat 4). Tidak sedikit pun ia menyalahkan domba yang hilang itu (berlawanan dengan sikap ahli Taurat dan orang Farisi terhadap orang berdosa).  


Mari mendengar ajaran Sang Gembala kita, Gembala Yang Baik! Mendengar FirmanNya, bahkan lebih dalam bersedia mendengar “suara hati” Sang Bapa. Yang selalu mencari kita yang hilang, menemukan dan merayakan penemuan itu (ayat 6). Bahkan di ayat terakhir, Tuhan Yesus menyuarakan tegas, “Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan."


Ya, mau bertobat setelah mendengarkan Firman Tuhan. Itulah keinginanNya, suara hati Allah yang harus selalu lebih kita dengar. Baik melalui telinga kita, juga melalui seluruh panca indera, berdasar hati kita yang juga bersedia terus mendengar.  Di berbagai peristiwa dan kejadian pada masyarakat luas (contohnya berbagai kejahatan, penembakan, bahkan ketidakmenentuan harga kedelai di Indonesia bahkan ekonomi dunia),  maupun khususnya pergumulan perjuangan di kehidupan keluarga (misal: kecelakaan di jalan tol yang melibatkan seorang remaja putra seorang artis terkenal, yang merenggut nyawa 6 orang meninggal dunia) ataupun pribadi lepas pribadi kita. 

Bertobatlah karena mendengar, mendengarlah untuk bertobat! Amin.




Tulisan: Lusindo Tobing. 
Foto: doc. keluarga. 

06 September 2013

refleksi minggu kedua September 2013






Filemon 1: 4-22





TRANSFORMATIF FIRMAN






Mari mengalami proses transformasi (perubahan). Khususnya ketika kita membaca, mendengar dan merenungkan Firman Tuhan setiap hari. Penulis Kitab Filemon mengajak kita memulai dari lingkungan terdekat: Persekuatuan keluarga dan kemudian persekutuan jemaat. 

Karena dalam persekutuan, komunikasi tidak hanya tukar menukar informasi, melainkan juga mengalami daya perubahan dari dalam hati. Daya transformasi karena Firman Allah.

Rasul Paulus tentu telah mengalaminya. Dan relasi intimnya Filemon dan kawan-kawannya membuat Paulus bersyukur (ayat 4-7). Apalagi mendengar pertumbuhan kasih mereka kepada saudara-saudara seiman, karena kedewasaan iman mereka terhadap Tuhan Yesus Kristus. 

Dan jelas sekali Paulus sedang mempersiapkan Filemon untuk lebih berani dan terbuka menyatakan kasihnya (ayat 21-22) terhadap satu saudara seiman, juga tingkat selanjutnya yang lebih luas: Sesama manusia yang lain dan segenap kehidupan.

Paulus sendiri meneladankan kasih tersebut dengan rela menanggung kerugian harta Filemon akibat pelarian Onesimus (ayat 18-19). Penjara tidak menghalangi Paulus mengajarkan daya dan mencontohkan karakter  transformasi Firman yang harus nyata dalam hidup setiap anak Tuhan.

Ingin merasakan daya transformatif Firman (Alkitab)? Mari baca Alkitab juga kehidupan dengan pikiran dan hati yang terbuka, bukan dengan pikiran dan hati yang tertutup. Pikiran dan hati kita tertutup, jikalau kita membaca dengan tergesa-gesa, tanpa meresapkan dan merasakan KasihNya. 

Itu berarti, agar kita bisa mengalami daya transformatif Firman, kita harus membaca dan mendengarkan  Firman dengan kerendahan hati, membuka hati  dan hati mau dibentukNya. Terus berubah menjadi sosok yang lebih baik dengan melakukan Firman dengan nyata. Amin



Tulisan & foto: Lusindo Tobing.