04 Mei 2017

Refleksi Minggu pertama Mei 2017



1 Petrus 2: 19-25


Siap Menanggung Penderitaan

                                                                                                                                                           foto oleh: lusindo tobing
 

Memasuki bulan yang baru, Mei tahun 2017 ini, sebagai umat Tuhan Allah kita diingatkan penulis 1 Petrus bahwa siapapun yang dipenuhi Roh Allah, selalu memperoleh kemampuan yang baru setiap hari untuk memenuhi perintah-perintah yang tidak masuk akal, seperti: "Kasihilah musuh-musuhmu" (Matius 5:44), "Berikanlah pipimu yang lain.." (Lukas 6:29), dan yang lainnya.  Semua itu hanya mampu dilaksanakan oleh mereka yang dikuasai Roh Allah di dalam keteladanan Kristus: “Ketika Ia dicaci maki <3058>, Ia tidak <3756> membalas dengan mencaci maki <486>; ketika Ia menderita <3958>, Ia <546> <0> tidak <3756> mengancam <0> <546>, tetapi <1161> Ia menyerahkannya <3860> kepada Dia, yang menghakimi <2919> dengan adil” <1346> (ayat 23).

Tanpa dibekali dengan kasih karunia pada Allah, semua penderitaan karena berbuat baik dan benar, adalah sia-sia! Dalam bahasa Yunani, kata charis memiliki arti ganda yaitu "kasih karunia" dan "kemurahan hati." Kata ini dapat membuat kalimat di ayat 20 berarti, "Bila kamu melakukan yang benar, dan menderita dengan sabar, itu adalah kemurahan hati pada Allah" (bandingkan dengan ayat 20). Kristus adalah wujud kasih Allah. Kristus yang tidak membalas, tetapi menyerahkan semua kepada Allah yang akan menghakimi dengan adil. Ini juga penggenapan dari Roma 12:19-20 yang berbunyi, “Pembalasan itu adalah hak-Ku,.. Firman Tuhan. Tetapi jika seterumu lapar berilah dia makan..."

Mari kita berjuang di titik yang sama, selalu siap menanggung penderitaan karena Allah, tidak membalas jahat dengan berbuat jahat, dan kalaupun harus, “membalaslah” dengan terus berbuat baik! Ingat dan lakukanlah selalu ayat 20 yang berbunyi: “Sebab <1063> dapatkah disebut pujian <2811>, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa <264>? Tetapi <235> jika <1487> kamu berbuat baik <15> dan <2532> karena itu kamu harus menderita <3958>, maka itu <5124> adalah kasih karunia <5485> pada <3844> Allah <2316>.” [ <4169> <1487> <2532> <2852> <5278> <5278>]Amin.

 
Pdt. Lusindo Tobing[ <3739>]

 

27 April 2017

Refleksi Minggu kelima April 2017



Kisah Para Rasul 2: 36-41


Digerakkan oleh Kuasa Kristus


Khotbah yang disampaikan Petrus kepada semua orang di Yerusalem (baca kembali ayat 1), membuat hati mereka sangat terharu. Mereka tersadar sudah berperan dalam kematian Kristus. Petrus mendakwakan kejahatan itu kepada mereka, menggugah mereka, menjamah hati mereka. Mereka merenungkan semua peristiwa itu seperti pedang di tulang-tulang mereka, pedang itu menusuk mereka seperti mereka sudah mencambuk, memaku dan menusuk Kristus.

Inilah yang dinamakan hati yang koyak, hati yang patah dan remuk (Mzm. 51:19). Apabila orang sungguh-sungguh menyesali dosa-dosa mereka, dan malu dengannya, dan takut akan akibat-akibatnya, hati mereka tertusuk. Tusukan di dalam hati itu mematikan, dan di dalam kegundahan-kegundahan itu (ujar Paulus) aku mati (Roma 7:9-10). Lalu mereka bertanya, Apakah yang harus kami perbuat? Dalam kebulatan hati, mereka bertekad untuk tidak menunda agar terhindar dari kesengsaraan yang akan menimpa mereka. Perhatikanlah, orang-orang yang insaf akan dosa mereka dengan gembira ingin mengetahui jalan untuk mendapatkan damai sejahtera dan pengampunan.

Mari tertusuk dan malu di hati kita masing-masing. Seperti orang-orang di Yerusalem pada konteks perikop ini, mereka mau  mendengar suara teguran Allah, melalui khotbah Petrus, menyesali perbuatan mereka dan sangat terharu. Dengan mengingat semua kesalahan dan dosa dalam sikap, ucapan mulut dan perbuatan-perbuatan kita, mari insaf, danseperti hati kita ditusuk-tusuk sehingga koyak, patah dan remuk!
 
                                                                                                                                            Foto oleh: Natasya "Caca" Tobing
 
Mari bertanya kepada Tuhan Allah, “apa yang harus aku perbuat?” (ayat 37) Atau bahkan bertanya, “apa yang belum aku lakukan dan persembahkan bagi keluhuran dan kemuliaan-Mu Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus?” Hati kita akan lebih terbuka, tenang-damai karena diampuni Juruselamat, gembira sebab diberi petunjuk oleh Allah, dan dikuatkan Roh-Nya untuk melakukan kebaikan kepada sesama manusia, kebaikan kasih yang lebih baru dan lebih banyak. Amin.


Pdt. Lusindo Tobing    

 

21 April 2017

Refleksi Minggu keempat 2017



Kisah Para Rasul 2: 22-32


Saksi Kebangkitan
 <3739> <2249> <3956> <1510> <3144&

                                                                                               foto oleh: lusindo tobing
 
Pemilihan umum Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta 2017 (
disingkat Pilgub DKI 2017) sudah terlaksana Rabu, 19 April 2017
lalu dengan lancar, damai dan demokratis. Seluruh rakyat Jakarta
menjadi saksi atas perjalanan penyelenggaraan Pilgub DKI untuk
menentukan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode
2017–2022. Fase kampanye sudah usai, ke depan fase kerja
bersama menanti untuk ditunaikan bersama seluruh warga
Jakarta, dengan menjaga kebhinnekaan dan terus
memperjuangkan persatuan.
Refleksi yang lebih besar tentang jadi “saksi,” khususnya secara
iman Kristiani kita, adalah Paskah di bulan April tahun 2017 ini
juga. Dosa kita sudah mati bersama kematian-Nya, dan kita semua
dibangkitkan bersama kebangkitan Tuhan Yesus Kristus! Pada
konteks perikop kali ini, Petrus berkhotbah tentang penggenapan
nubuat-Nya bahwa Allah akan mencurahkan Roh-Nya atas semua
manusia (baca Yoel 2:28). Petrus menegaskan bahwa berita
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru berpusat pada Tuhan Yesus
Kristus.
Kesaksian Petrus itu berhubungan dengan pengalamannya sendiri,
"Yesus <2424> inilah <5126> yang dibangkitkan <450> Allah <2316>, dan tentang hal itu <3739> kami <2249>
semua <3956> adalah <1510> saksi <3144>." (ayat 32). Seperti Petrus, mari setia berani
bersaksi. Berani mengasihi semua orang, berani mengampuni,
berani menerima perbedaan, berani menyatakan kebenaran,
berani terbuka, memberi ruang, rendah hati, peduli dan berani
bekerjasama dengan siapapun di kehidupan nyata sehari-hari.
Selamat menjadi saluran berkat, selamat setia menjadi saksi
kebangkitan-Nya! Amin.
Pdt. Lusindo Tobing

 

Selamat Hari Kartini (21 April 2017)

 
 
 
 

Utk Pretty (istriku), Caca (putriku), serta semua ibu dan perempuan Indonesia.. "Selamat Hari Kartini"

13 April 2017

Refleksi Minggu Ketiga April 2017 (Minggu Paskah 2017)



Matius 28: 1-10


Dibangkitkan Bersama Kristus
 



Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus berbeda dengan “kebangkitan” Lazarus. Tubuh Lazarus yang keluar dari kubur adalah tubuh yang sama ketika Lazarus dikuburkan dalam goa. Dia masih tetap mengenakan kain kafan (Yohanes 11:44). Sedangkan kain kafan yang dikenakan Yesus, terlipat rapi di dalam kubur Yesus (Yohanes 20:6-7). Lazarus pada akhir usia tuanya akan meninggal (lagi), tetapi Tuhan Yesus Kristus tidak (Roma 6:9). Kebangkitan Kristus bersifat kekal dan abadi.

Mari dibangkitkan bersama Kristus. Perempuan-perempuan itu tidak disuruh untuk pergi dan mengabarkan hal itu kepada para imam kepala dan orang-orang Farisi supaya mereka tercengang, melainkan untuk mengatakannya kepada para murid (ayat 5-7) supaya mereka dihiburkan. Allah lebih suka memberikan sukacita kepada para sahabat-Nya dibandingkan melempar aib kepada para musuh-Nya (baca kembali ayat 10 dan coba hubungkan dengan ayat 8).


“Tiba-tiba Yesus <2424> berjumpa <5221> dengan mereka <846> dan berkata <3004>: ‘Salam bagimu <5463>.’ Mereka mendekati-Nya <4334> dan memeluk <2902> kaki-Nya <846> <4228> serta <2532> menyembah-Nya” (ayat 9) <4352> <846>. [ <2532> <2400> <1161>]Kita tidak dapat mengalami kebangkitan iman dan harapan, tanpa kebangkitanNya yang nyata dan abadi. Jika tidak dibangkitkan bersama Kristus, maka bersama siapa lagi kita bisa terus kuat, dihibur, bersemangat, setia berpengharapan dan semakin bersukacita bahagia menjalani pergumulan serta perjuangan hidup? Amin.


Pdt. Lusindo Tobing

 

06 April 2017

Refleksi Minggu kedua April 2017



Matius 21: 1-11


Dia yang Datang dalam Nama Tuhan

                                                                                                      foto oleh: lt
 
Betfage adalah sebuah desa yang terletak di antara Betania dan Yerusalem - di malam sebelumnya Tuhan Yesus menginap di Betania (baca Yoh. 12:1, 2). Tetapi di desa (secara eksplisit disebut-Nya: kampung) yang kecil itu, Tuhan menunjukkan kebesaran-Nya dan pentingnya peristiwa yang akan terjadi, saat dengan terperincinya Dia memberi perintah kepada dua murid tentang meminjam keledai betina dan anaknya.

Sebuah nubuatan (Zakharia 9:9) kembali digenapi Tuhan, di kampung Betfage ini sampa memasuki Kota Yerusalem. Diwarnai kerendahan hati “Dia yang datang dalam Nama Tuhan,” karena bukan mengendarai kuda besar, tetapi keledai. Orang banyak <3793> yang sangat besar <4118> jumlahnya menghamparkan <4766> pakaiannya <2440> di <1722> jalan <3598>, ada pula <243> yang memotong <2875> ranting-ranting <2798> dari <575> pohon-pohon <1186> dan <2532> menyebarkannya <4766> di <1722> jalan <3598>” (ayat 8). [ <1161> <1438> <1161>]Ketika semua orang menyambut-Nya dengan sorak-saorai, “Hosana,” (ayat 9) dari bahasa Ibrani yang artinya “berilah kiranya keselamatan. Mari umat, kita menjadi orang kampung, yaitu orang-orang kampung Betfage di konteks perikop ini, hingga menjadi orang kota, Kota Yerusalem, yang menyambut Dia dengan murni dan tulus meneriakkan kerinduan kepada Yesus untuk menjadi Mesias bagi mereka dan bagi semua orang.

Selamat Minggu Palmarum, selamat semakin rendah hati dan murni di perilaku keseharian yang penuh goda keangkuhan. Selamat menuju Jumat Agung, seraya menyambut undangan Perjamuan Kudus, dari Dia yang datang dalam nama Tuhan. Amin.


Pdt. Lusindo Tobing

30 Maret 2017

Refleksi Minggu pertama April 2017



Yohanes 11: 33-44


Dibangkitkan oleh kasih-Nya

"Semua Menyatakan Kemuliaan-Nya"
                                                                                                                                           foto oleh: lt
 

“Lazarus, marilah ke luar!” (ayat 43) adalah kalimat seruan Tuhan
Yesus kepada Lazarus yang sudah empat hari meninggal dunia dan
sudah dikubur dalam sebuah gua yang ditutup batu (baca lagi ayat
38-39). Lalu apa yang terjadi? Ayat 44 secara eksplisit
menyatakan,”Orang yang telah mati itu [yaitu Lazarus] datang ke
luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan
mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka:
‘Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi.”

Perhatikan, proses peristiwa mujizat ini terjadi, sebelum seruan
kepada Lazarus tadi, Tuhan Yesus berdoa. Namun sebelum Ia
berdoa, atas perintah-Nya: batu penutup gua kubur itu diangkat.
Setelah dialog-Nya dengan Marta, yang menekankan bahwa,
“bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau percaya
engkau akan melihat kemuliaan Allah?” (ayat 40). Namun dari
semua proses itu, diawali sebuah fenomena menarik di ayat 33,
ketika Ia melihat Maria dan orang lain yang datang sedang
menangis, “maka menangislah Yesus.” (ayat 35). Tangisan-Nya itu
tulus, betul-betul karena cinta kasih-Nya. Membuat orang-orang
Yahudi spontan berkata,”Lihatlah, betapa kasih-Nya
kepadanya!” (ayat 36).  

Mari datang kepada Sang Kasih. Khususnya di tengah berbagai
pergumulan dan perjuangan hidup yang berat. Datang kepada
Tuhan dengan lebih dulu bersedia membuka “batu penutup” hati
dan pikiran setiap kita. Walau banyak pertanyaan dan gugatan yang
mungkin muncul, berdoalah. Berdoa bukan sekadar meminta segera
segala sesuatu jadi beres dan pergumulan selesai. Berdoalah untuk
cinta kasih-Nya. Berdoalah dengan cinta kasih, kepada Allah di
dalam Tuhan Yesus Kristus dan kasih karunia Roh Kudus. Maka
seperti Lazarus, kita akan dipanggil ke luar! Kita akan
“dibangkitkan.” Kita akan berupaya, hidup lagi, kembali semangat,
bahagia dan selamat. Amin.

 
Pdt. Lusindo Tobing