IBU
Dalam Yesaya 49:15a Alkitab mengatakan, “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya?” Kapankah fungsi keibuan dimulai? Anak adalah hadiah – Anugerah dari Tuhan (Mazmur 127:3-5). Dalam Titus 2:4 muncul kata Bahasa Yunani “phileoteknos.” Kata ini mewakili jenis khusus dari “kasih-ibu.” Ide yang mengalir keluar dari kata ini adalah “lebih menyukai” anak-anak kita, “memperhatikan” mereka, “membesarkan” mereka, “memeluk mereka dengan kasih sayang,” “mencukupi kebutuhan mereka,” “berteman dengan lemah lembut.” Setiap anak adalah pribadi yang unik yang berasal dari tangan Tuhan. Diadakan dan dirawat, dididik melalui kasih Ibu. Yang merupakan Kasih dari Allah yang tersedia – pagi, siang dan malam (Ulangan 6:6-7). Tidak pernah lelah mengajar – Alkitab, pandangan dunia yang Alkitabiah (Mazmur 78:5-6, Ulangan 4:10, Efesus 6:4).
Dengan setia dan tekun mendidik anak-anaknya, seraya sabar menolong suaminya mengembangkan keterampilan dan menemukan kekuatan dan hakikat diri mereka masing-masing. Pengambil keputusan, itulah peranan terbesar yang dilakukan perempuan ketika dia memasuki tahapan sebagai ibu. Baik ibu yang bekerja atau ibu rumah tangga. Pada saat memasuki tahapan sebagai ibu, para perempuan memiliki orientasi yang penuh kepada keluarga. Keluarga adalah yang paling utama. Untuk menjalankan perannya dengan optimal, para para ibu sangat haus akan informasi. Bahkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan akan rasa aman untuk ia dan keluarganya, para ibu akan mencari informasi mengenai berbagai hal yang baik untuk keluarganya.
Dan tak hanya kebutuhan akan rasa aman, para ibu juga akan memastikan dirinya serta keluarganya tetap sehat. Seraya selalu mendisiplinkan – mengajarkan takut akan Tuhan, menentukan batas secara konsisten, penuh kasih dan ketegasan yang benar juga baik. Menyiapkan generasi keluarganya, mendidik dan membesarkan – menyediakan lingkungan kasih Allah di mana terdapat dukungan secara pelayanan, perawatan dan pemulihan yang konstan, bisa gagal tetapi tidak menyerah dan bangkit lagi dengan semangat baru, penerimaan, kemesraan, cinta kasih sayang yang tanpa syarat (Titus 2:4, 2 Timotius 1:7, Efesus 4:29-32, 5:1-2, Galatia 5:22, 1 Petrus 3:8-9). Yang akan menangis bila anak dan suaminya menangis, bahkan kerap tangisannya tak berbunyi dan disampaikan langsung kepada Allah.
Selalu menyebutkan nama suami dan khususnya anak-anaknya di dalam setiap doa-doannya.
Amin.
tulisan & foto: Lusindo Tobing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar