Siapakah Sesamaku Manusia? (Lukas 10: 25-37)
“Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: Dan siapakah sesamaku manusia?”
(Lukas 10: 29)
“Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: Dan siapakah sesamaku manusia?”
(Lukas 10: 29)
Seorang pendeta sekaligus teolog di abad 17 bernama Dr. John Lightfoot, menegaskan keadaan konteks bacaan kita kali ini, dengan berkata, “Mereka (pemimpin dan pemuka agama Yahudi) tidak akan menghukum mati seorang Israel yang membunuh orang bukan-Yahudi, sebab dia bukanlah sesama manusia mereka. Mereka memang berkata bahwa mereka tidak boleh membunuh orang bukan-Yahudi yang tidak sedang berperang dengan mereka. Namun, apabila mereka melihat seorang bukan-Yahudi sedang sekarat, mereka tidak merasa berkewajiban untuk menyelamatkan nyawanya.”Orang Yahudi khususnya di konteks Injil Lukas, menganggap hanya orang sebangsanya adalah sesama mereka.
Tuhan Yesus Kristus meluruskan gagasan dan sikap tersebut, dan menunjukkan melalui sebuah perumpamaan, bahwa orang yang darinya kita butuh perbuatan baik mereka dan yang siap membantu kita dengan perbuatan baiknya itu, tidak bisa tidak harus kita anggap sebagai sesama manusia kita. Dan sama halnya juga, kita harus memandang sebagai sesama kita, semua orang yang memerlukan perbuatan baik kita dan yang perlu kita bantu dengan kebaikan hati kita, meskipun mereka bukan sebangsa dan seagama dengan kita.
Bagaimana dengan kita di “jaman now” kini? Siapakah sesamaku manusia? Jawabannya jelas adalah semua orang, semua manusia. Tetapi Tuhan Yesus tentu hendak mengingatkan (dalam bentuk perumpamaan dan pertanyaan) kepada si ahli Taurat, sekaligus kini mengajarkan kepada kita semua bahwa orang-orang Samaria dalam hatinya bukan orang “kafir”, melainkan jauh lebih luhur dari para ahli taurat, imam dan pemuka Yahudi lainnya di konteks itu. Inti perumpamaan tersebut adalah: Tiap-tiap orang yang melihat orang lain dalam kesusahan, harus merasa dirinya sebagai “sesama-manusianya” dan wajib menolong dia, bahkan walaupun ia dipandang sebagai musuh. Konfirmasi kebenaran firman ini, kita tarik dari jawaban si ahli Taurat sendiri (di ayat 37), “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Mari mengasihi Allah dan mengasihi sesama kita manusia (baca dan maknai lagi Matius 22: 37-40). Siapakah sesamaku manusia itu? Sekarang pasti kita sudah bisa lebih mantap menjawab dan melakukannya nyata. Amin.
Oleh: Pdt. Lusindo YL Tobing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar