08 Oktober 2012

refleksi minggu kedua Oktober 2012


Tetaplah Hidup Jujur!





Markus 10: 2-16


Bagian Markus 10 ini memang bicara soal Surat Perceraian yang ditanyakan banyak orang kepada Tuhan Yesus. Tetapi jelas dan sangat tegas, Yesus menyatakan bahwa Musa (bukan Allah yang "mengeluarkan" surat seperti itu) membuat atau mengeluarkan itu karena kedegilan hati umat Israel. Bagian inilah sesungguhnya yang harus kita refleksikan.

Kedegilan hati berwujud dari kebiasaan yang buruk. Apa itu? Tidak bersedianya seseorang untuk apa adanya, mau lebih rendah hati dan benar-benar jujur. Jujur di hadapan Allah khususnya. Tetapi juga jujur di hadapan manusia.

Bicara pernikahan misalnya, betapa kita memang harus lebih terbuka jujur dan kembali kepada hal paling mendasar. Bahwa pernikan bukanlah rencana manusia belaka. Bukan pula sesuatu yang dibuat dan dirancang-rancang oleh gereja atau lembaga sosial apapun. Tetapi harus sungguh diketahui dan diyakini bahwa pernikahan adalah rancangan Tuhan saja. Oleh karenanya itu sangat suci, sangat mulia dan kudus. Bersifat selama-lamnya, hingga maut memisahkan. Hanya Allah yang bisa memisahkan (baca lagi ayat 9). Allah yang menentukan. 

Mari juga bersikap jujur seperti ini untuk semua dimensi di kehidupan kita. Appaun, di manapaun dan bahkan bagaimanapun. Bahkan ketika kejujuran semakin langka. Semakin mahal dan tentu dicari-cari orang. Mari, mari mulai dari diri sendiri. Kalau kita rindu orang lain jujur, maka sulit sekali kita sendiri mau melakukan kejujuran tersebut. Jika kita selalu berharap lingkungan kita adalah lingkungan yang memperjuangkan kejujuran, maka mulailah dari diri kita dulu untuk berjuang jujur!

Jujur di hadapan Tuhan. Jujur pada diri sendiri. Dan tentunya juga jujur kepada orang lain.

Dan untuk ini, Tuhan Yesus Kristus mengajarkan kepada kita, mari belajar kepada anak-anak. Menjadi seperti anak kecil. Memiliki hati, pikiran dan sikap bukan kekanak-kanakan, tetapi: seperti anak-anak. Mau diajar. Mau dibentuk olehNya. dan sekali lagi, jujur.. tulus bersih jernih dalam iman, pengharapan dan Kasih.

Hal terakhir yang sungguh patut direnungkan adalah: Siapa yang jujur.. maka akan dipeluk oleh Tuhan, lalu diberkati olehNya. Hal ini kita pantulkan dari sikap Tuhan Yesus sendiri kepada naka-anak (ayat 16). Tuhan memanggil mereka, mengajarkan soal ketulusan kejujuran menyambutNya kepada murid-murid. Lalu mengangkatnya di pangkuan lalu memeluk anak-anak itu, seperti akan masuk di dalam hatiNya. dan memberkati mereka.

Tuhan akan memeluk kita. Tuhan pasti juga memberkati kita. Jika kita mau hidup bersih dari hati, pikiran yang baik dan sikap yang penuh kejujuran.

Yang jujur, dipeluk dan diberkatiNya! Amin.




tulisan & foto: lusindo tobing




refleksi minggu pertama Oktober 2012




PEDULI







Ester 7: 1-10.


Bayangkan sosok Ester. Yup, Ratu Ester. Perempuan Yahudi pertama yang menjadi ratu, khususnya di pemerintahan dan bangsa di luar Yahudi. Paras sangat sangat sangat cantik. Hingga bisa memenangkan "kontes ratu" yang diikuti ribuan perempuan dari Persia sendiri maupun dari berbagai negeri dan bangsa lain.

Singkat cerita yang kurang-lebih juga kita sudah tahu, bahwa Israel dijajah oleh Babel (bahkan minimal yang tercatat adalah sebanyak 2 kali). Kemudian Babel -bangsa yang besar dan kejam itu- ditaklukkan oleh Persia. Kerajaan dan bangsa yang lebih besar dan kemungkinan besar juga lebih kejam. Ketika waktu demi waktu berjalan, raja demi raja berganti, tibalah saat pemerintahan seorang Raja Persia bernama Ahasyweros.

Raja Ahasyweros inilah yang membuka kontes pemilihan ratu tersebut tadi. Dilatarbelakangi oleh beberapa masalah karena pembangkangan ratu sebelumnya terhadapnya, maka Raja Ahasyweros mencari pengganti untuk dijadikan ratu. Singkatnya, terpilihlah Ester. Menjadi isteri Ahasyweros, sekaligus menjadi Ratu Persia, Ratu Ester.

Rupanya, Ratu Ester tidak hanya cantik "luar"-nya saja. Tidak hanya paras, penampilan secara menyeluruh bahkan tidak hanya cara dan sikap keseharian sebagai seorang ratu yang terlihat cantik. Tetapi khususnya hati Ester adalah dasarnya cantik! Ratu yang dibesarkan oleh Mordekhai ini, sepeninggal ayah kandungnya ketika Ester kecil, dan dirawat hingga besar lalu menjadi ratu, menerima "benih-benih" kemurnian, kebenaran dan kebaikan dari Allah. Dan itu sungguh tertananam di hati, pikiran juga sikap tingkah perbuatannya.

Jadi, tidak sekadar cantik "luar-dalam" yang sering dunia nyatakan dan banggakan. Tetapi mungkin yang jauh lebih tepat adalah Ratu Ester memiliki kecantikan "dalam-luar". Kecantikan yang sesungguhnya ada di dalam hati. Dan itu sungguh nyata keluar melalui sikap perbuatannya yang cantik dan manis bagi sesama.

Salah satu indikasi dan buktinya adalah peristiwa dalam perikop kita kali ini. Ketika Haman, salah satu orang terdekat Raja mencoba memutarbalikkan fakta dan berita sehingga hampir berhasil dengan rencana busuknya. Yakni: Memusnahkan Bangsa Israel! Dan itu berarti termasuk diri Ratu Ester sendiri.

Tetapi sesungguhnya posisi dan jabatan Ester sudahlah sangat aman. Aman bahkan sangat nyaman. Kemungkinan jikalau rencana jahat Haman tersebut terlaksana, maka dia pasti akan "tak tersentuh". Karena Ester sekali lagi adalah Ratu. Tetapi apapun juga, Ester tidak hanya melulu memikirkan dirinya sendiri. Ester sungguh peduli dan memikirkan keselamatan seluruh bangsa Israel yang saat itu masih "tersisa" ada dan tinggal di daerah kekuasaan Kerajaan Persia. Karena sebagain besar lainnya sudah terlebih dulu kembali ke tanah Israel, sebab Persia mempersilakan dan memebri kebebasan untuk itu.

Ratu Ester memiliki kepeduliannya yang sangat besar, dan hal inilah yang membuat dia berani. Ya, berani untuk menyatakan apa yang sesungguhnya, mana yang benar dan mana yang tidak benar. Bahkan Ratu Ester berani untuk berusaha menghentikan rencana kejahatan.yang direncanakan Haman kepada bangsa pilihan, "biji mata" Allah itu. Ratu Ester berani bersikap. Bahkan berani bertindak dengan hikmat Allah. Dengan cara dia sebagai Ratu dan berbagai konsekuensinya.

Kita tahu lanjutan peristiwa ini, ya, Ester dengan berani datang langsung menghadap Raja, tanpa diundang Raja terlebih dulu. Karena di jaman itu, bila seseorang atau pihak manapun yang bisa datang menghadap Raja adalah harus atas undangan juga panggilan sang raja. Tidak bisa asal saja datang dan menghadap lalu menyampaikan permohonan dan sebagainya. Jika ada yang melanggar ketentuan dan peraturan ini, maka hukumannya sangat jelas: hukuman mati!

Tetapi Ester berani menghadapi berbagai kemungkinan tersebut. Bahkan kemungkinan terburuk -hukuman mati- tadi. Sekali lagi karena ia sungguh peduli. Peduli yang penuh kasih kepada Allah dan dibuktikan nyata kasih pedulinya kepada bangsanya, Israel. Coba perhatikan apa yang akhirnya dilakukan Raja Ahasyweros, ia mengulurkan tongkat emasnya kepada Ester, sang ratu. Ini tanda penerimaan Raja kepada siapapun. Dan tentu, Ratu Ester selamat dari resiko hukuman karena "lancang" langsung menghadap Raja, selamat dari hukuman mati. Siapa peduli, berani!

Ya, siapa yang memiliki kepedulian, maka ia akan memiliki keberanian untuk menyatakan mana dan apa yang benar dari hati nuraninya. Tidak ragu, tidak bimbang. Mari, kita belajar dari Ester tentang peduli yang murni ini. Peduli yang murni berindikasi kepada keberanian untuk berkata ya bila ya dan tidak bila tidak. Tanpa mengharap kompensasi atau pamrih dan bersih jernih tanpa pretensi apapun.


Mari setia peduli karena Allah sangat peduli kepada kita. Ini yang dilakukan Ratu Ester setelah ia diterima Raja tadi. Kita tahu dengan cerdas dan sangat mengetahui posisi dan potensi dirinya sebagai ratu, Ester mengundang Raja Ahasyweros dan juga Haman untuk jamuan makan. Nah, di saat jamuan tersebutlah, Ester dengan tetap dengan berani menunjuk Haman sebagai biang keladi dari rencana busuk untuk membinasakan bangsa Israel. Seketika itu juga Raja sangat murka kepada Haman. Dan hukuman diberikan kepada Haman yang akhirnya kita tahu mati tergantung di tiang yang dibangunnya sendiri. Yang sebelumnya disiapkannya untuk menggantung mati Mordekhai, saudara ayah Ester yang telah membesarkan dan mendidiknya dengan hikmat bijaksana Allah.

Dan terakhir: Yang peduli, pasti lebih lebih dan lebih lagi diberkati! Ratu Ester mendapat kesan yang sangat dan makin cantik di mata Raja Ahasyweros. Karena kejujurannya. Karena kepeduliaannya yang sangat besar. Dan kisah ini kita tahu berakhir happy ending, karena tidak hanya Ester dan Mordekhai yang tidak jadi terbunuh. Tetapi seluruh bangsa Israel, khususnya yang ada di bawah kekuasaan Persia saat itu, boleh selamat!

Ayo peduli, karena Allah telah dan selalu.. p.e.d.u.l.i.
Amin.




tulisan & foto: lusindo tobing

26 September 2012

refleksi minggu kelima September 2012




KELUARGA





Ayah, ibu dan anak(-anak) atau Keluarga disebut juga sebagai representasi persekutuan kasih, bagaimana hidup saling mengisi dan melengkapi. Keluarga harus mampu melukiskan dan menggambarkan bagaimana Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus hidup dalam kesatuan dan kasih yang indah. Sehingga suami istri dan anak-anak mampu mengisi satu nuansa persekutuan yang bisa menimbulkan satu kekuatan bahtera yang mampu mengatasi masalah apa pun, karena cinta kasih Allah saja. 

Apakah keluarga kita sudah menjadi saksi? Sudahkah kita saling mengasihi dan mendidik dalam melayani satu dengan lainnya. Kalau keluarga tidak menyadari tanggung jawab ini,, lalai dalam pembinaan anak-anak, maka keluarga sesungguhnya sedang menyiapkan “bom waktu”. Yang akan merusak ayah, ibu dan khususnya anak-anak juga orang lain (sesama). Misalnya suami gelisah pada istri, istri mencurigai suami, atau orang tua kehabisan akal menghadapi tingkah anak-anak, begitu pula anak-anak merasa tidak mendapat perhatian dan perlindungan dari orang tua. 

Seribu satu kasus bisa ada dalam keluarga, tetapi satu kalimat yang perlu kita pegang: Apa pun masalah, mari jadilah pemenang dengan KasihNya. Untuk membawa keluarga sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan bagi Allah khususnya. Juga bagi kehidupan masyarakat. Jangan pernah meremehkan pernikahan dan keluarga. Sebaliknya, jangan memandangkeluarga sebagai beban yang sangat terlalu amat berat dan bahkan menjadi momok. Ingat Tuhan Yesus Kristus berjanji bahwa bebanNya ringan dan kukNya enak (lihat Matius 11:30). 

Ia tidak memanggil kita untuk menunjukkan pengabdiannya bagi dunia atau gereja dengan mengorbankan cinta kasih sayang kepada keluarga. Ternyata, hubungan dan pelayanan kasih dalam dan dengan keluarga adalah sebuah seni. Sekaligus ujian bagi kelayakan kita ada dalam Kasih itu sendiri. Sehingga menuju Keluarga Kristen yang harmonis, berhasil melewati berbagai tantangan dan perjuangan pergumulan zaman.  Sebuah komunitas keselamatan. Tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keluarga lain dan untuk keselamatan dunia. 

Komunitas keselamatan berarti Kristus hadir di dalam kehidupan keluarga di tiap waktu berjalan. Dan tekun melanjutkan memberlakukan misi penyelamatanNya.  Keluarga juga menjadi gereja rumah tangga, gereja rumah tangga setiap hari. Semua anggota keluarga, baik ayah, ibu dan anak-anak menjadi pewarta iman, pengharapan dan kasih. Melalui perkataan dan perbuatan/keteladanan bagi keluarga lain dan sesame khususnya mereka yang letih lesu dan berbeban berat. Keluarga sebagai evangelisasi, pemberita karya dan kabar baik bagi sekitarnya melalui praktek nyata, sikap dan tingkah laku kehidupan keluarga. 

Keluarga yang setia dan taat menjadi garam dan terang dunia. Amin.



tulisan & foto: Lusindo Tobing. 

refleksi minggu keempat September 2012



ANAK





Anak (jamak: anak-anak) adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua, di mana kata "anak" merujuk pada orang tua adalah anak dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Dan periode pekembangan anak merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan tahun tahun sekolah dasar. 

Begitu istilah ini juga sering merujuk pada perkembangan iman seseorang. Anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasannya. Anak merupakan mahluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih Tuhan dan tempat bertumbuh bagi perkembangan spiritualnya. Anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga haruslah memberi kesempatan bagi anak untuk terus belajar tingkah laku yang penting, baik dan benar sesuai FirmanNya. 

Untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama keluarga juga dengan tetangga dan sesama secara meluas. Harus tersedia pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangan menuju kea rah Kristus. Anak juga mempunyai perasaan, pikiran, kehendak tersendiri yang kesemuanya itu merupakan totalitas dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase kehidupannya. Perkembangan pada suatu fase merupakan dasar bagi fase selanjutnya. 

Karenanya, anak-anak sangat membutuhkan didikan Tuhan. Melalui kita semua, khususnya kita orangtuanya. Didasari sistem dan cara yang diajarkan banyak oleh Tuhan  kepada kita. Sepanjang perjalanan hidup kita, hingga diperkenankannya kita menjadi orangtua bagi anak-anak. Mendidik mereka sesuai dengan Firman Tuhan dengan tekun bersama memberlakukannya setiap hari, setiap waktu. 

Di konteks Perjanjian Lama, kita tentu akan kembali kepada Ulangan 6:6-9, “apa yang Kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun...” Orangtua dan lingkungan di sekitar anak-anak (khususnya keluarga inti) haruslah berusaha dan memberlakukan setiap hari apa yang dikatakan dan diajarkan oleh Allah sendiri. Melalui kita kepada anak-anak kita. 

Selanjutnya begitu pula di konteks Perjanjian Baru, misalnya Rasul Paulus mendorong orangtua membesarkan mendidik anak-anak dalam “Ajaran dan Nasihat Tuhan” (Efesus 6: 4). Sehingga menyiapkan mereka dan membentuk seorang anak untuk siap mengahadapi berbagai tantangan kehidupannya. Terus membawa karakter Tuhan Yesus Kristus di dalam hati, pikiran dan memancar di tiap tingkah laku kesehariannya. Kuat, Tidak mudah diombang-ambing oleh pengaruh dan ajaran yang jahat dan menyesatkan. Namun selalu bertumbuh di dalam dan ke arah Kristus. Siap menjadi saluran cinta kasih Allah sampai mereka menanjak remaja dan dewasa. 

Bahkan hingga nanti ketika Tuhan memberkatinya dengan keluarga dan anak. Amin.





             
             tulisan & foto: Lusindo Tobing.

refleksi minggu ketiga September 2012.




IBU





Semua manusia di atas muka bumi ini, berasal dari rahim seorang ibu. Cinta kasih sayang Allah pertama kali dikecap oleh seorang manusia adalah dari seorang ibu. Menjadi ibu adalah peranan yang sangat penting yang Tuhan berikan kepada banyak perempuan. Titus 2:4-5 berbunyi, “Dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang” para ibu diciptakan Allah secara natural hakikinya adalah mencintai anak-anak mereka.

Dalam Yesaya 49:15a Alkitab mengatakan, “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya?” Kapankah fungsi keibuan dimulai? Anak adalah hadiah – Anugerah  dari Tuhan (Mazmur 127:3-5). Dalam Titus 2:4 muncul kata Bahasa Yunani “phileoteknos.” Kata ini mewakili jenis khusus dari “kasih-ibu.” Ide yang mengalir keluar dari kata ini adalah “lebih menyukai” anak-anak kita, “memperhatikan” mereka, “membesarkan” mereka, “memeluk mereka dengan kasih sayang,” “mencukupi kebutuhan mereka,” “berteman dengan lemah lembut.” Setiap anak adalah pribadi yang unik yang berasal dari tangan Tuhan. Diadakan dan dirawat, dididik melalui kasih Ibu. Yang merupakan Kasih dari Allah yang tersedia – pagi, siang dan malam (Ulangan 6:6-7). Tidak pernah lelah mengajar – Alkitab, pandangan dunia yang Alkitabiah (Mazmur 78:5-6, Ulangan 4:10, Efesus 6:4).

Dengan setia dan tekun mendidik anak-anaknya, seraya sabar  menolong suaminya mengembangkan keterampilan dan menemukan kekuatan dan hakikat diri mereka masing-masing.  Pengambil keputusan, itulah peranan terbesar yang dilakukan perempuan ketika dia memasuki tahapan sebagai ibu. Baik ibu yang bekerja atau ibu rumah tangga. Pada saat memasuki tahapan sebagai ibu, para perempuan memiliki orientasi yang penuh kepada keluarga. Keluarga adalah yang paling utama. Untuk menjalankan perannya dengan optimal, para para ibu sangat haus akan informasi. Bahkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan akan rasa aman untuk ia dan keluarganya, para ibu akan mencari informasi mengenai berbagai hal yang baik untuk keluarganya.

Dan tak hanya kebutuhan akan rasa aman, para ibu juga akan memastikan dirinya serta keluarganya tetap sehat. Seraya selalu mendisiplinkan – mengajarkan takut akan Tuhan, menentukan batas secara konsisten, penuh kasih dan ketegasan yang benar juga baik. Menyiapkan generasi keluarganya, mendidik dan membesarkan – menyediakan lingkungan kasih Allah di mana terdapat dukungan secara pelayanan, perawatan dan pemulihan yang konstan, bisa  gagal tetapi tidak menyerah dan bangkit lagi dengan semangat baru, penerimaan, kemesraan, cinta kasih sayang yang tanpa syarat (Titus 2:4, 2 Timotius 1:7, Efesus 4:29-32, 5:1-2, Galatia 5:22, 1 Petrus 3:8-9).  Yang akan menangis bila anak dan suaminya menangis, bahkan kerap tangisannya tak berbunyi dan disampaikan langsung kepada Allah.

Selalu menyebutkan nama suami dan khususnya anak-anaknya di dalam setiap doa-doannya.
Amin.


tulisan & foto: Lusindo Tobing.

refleksi minggu kedua September 2012




BAPAK





Pemimpin bagi keluarganya. Seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya (1 Timotius 3:4). Dan karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Maka dasar kepemimpinan haruslah Kasih (Efesus 5:22-23). Sayang kepada anak-anaknya, meneladani TUHAN yang sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Menetapkan, mengarahkan, menuntun keluarga dengan berakar pada kehendak Allah. 

Dan dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih, membawa isteri dan anak-anaknya (keluarganya) bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah kepala dari semua keluarga kita. Mengawasi, menjaga dan melindungi keluarga sehingga ada kenyamanan yang selalu berwujud di tengah pergolakan juga pergumulan dan perjuangan hidup kehidupan keluarga sehari demi sehari. Memenuhi dan memelihara kebutuhan hidup keluarga dengan bekerja sungguh, jujur dan memuliakan namaNya. 

Juga dengan hikmat Allah, seorang bapak mampu mengenali karunia yang dimiliki setiap anggota keluarga, mengarahkan dan berupaya memfasilitasi guna pemberdayaannya untuk mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Selalu bersemangat untuk mempersatukan keluarga, keluarga inti utamanya juga keluarga besarnya dan keluarga juga komunitas di mana ia beserta keluarganya ditempatkan. Seperti Allah yang selalu mengasihi dalam kerinduan untuk hidup dalam kebersamaanNya. Yesaya 40:11 menyatakan, “seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati.” 

Memberi kepercayaan kepada isteri dan anak-anaknya, karena percaya sang bapak kepada Allah Bapa. Sehingga ia mampu menjadi teladan bagi keluarga. Menjadi teladan iman pengharapan dan kasih. Yang terus dilengkapi dengan tanggungjawab kuat  atas seluruh aspek kehidupan keluarga. Setia dan taat melalukan dan mengarahkan, mengajar, mendidik dan membimbing (berjalan bersama) keluarga untuk bertumbuh ke arah Allah dalam nama Tuhan Yesus Kristus. 

Memberlakukan dengan bertekun Ulangan 6:6-9, “apa yang Kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.” 

Memastikan bahwa keluarga hidup takut akan Allah.
Amin.


tulisan & foto: Lusindo Tobing.

17 September 2012

refleksi minggu pertama September 2012


BERHIKMAT


1 Raja-raja 3: 1-15




Ingat Raja Salomo? Tentu ingat. Seorang Raja yang dikenal dan terkenal bukan sekadar karena kekuasaan atau kekayaannya. Tetapi karena hikmat kebijaksanaanNya. Putra dari Raja Daud yang tidak pernah menganggap bahwa takhta jabatannya bukanlah cuma diturunkan atau diteruskan dari ayahnya, Daud. Tetapi Salomo sadar betul, semua itu karena kebaikan Kasih anugerah Allah dan kehidupan iman yang dinyatakan ayahnya juga dirinya sendiri.

Hal itulah yang membawa Salomo layak menerima hikmat Allah. Hal apakah tadi itu? Ini, bahwa Hikmat dari Allah itu diberikan adalah karena ada: Iman dan Kasih yang besar kepada Allah. Ya, karena ada percaya yang sungguh kuat. Dan mencintai mengasihi. Dari hati Salomo hanya kepada Allah, Sang Sumber Hikmat Bijaksana itu. Juga kepada manusia. 

Coba baca lagi dan lihat perikop kita kali ini. Betapa hidup kehidupan Salomo meneruskan semua yang baik dan benar yang telah dilakukan ayahnya, juga semua yang diperintahkan Allah. Termasuk khsususnya soal mempersembahkan korban bakaran yang terbaik di mezbah Tuhan. Dan tidak tanggung-tanggung, Alkitab mencatat bahwa ia mempersembahkan 1000 korban bakaran yang harum hanya kepadaNya. "Dan Salomo menunjukkan kasihnya kepada Tuhan dengan hidup menurut ketetapan-ketetapan Daud, ayahnya; hanya, ia masih mempersembahkan korban sembelihan dan ukupan di bukit-bukit pengorbanan." (ayat 3).

Di satu malam, setelah Salomo mempersembahkan korban bakarannya yang selalu terbaik itu. Allah datang kepadanya dalam mimpi. Tetapi ingat, kisah ini bukan cuma mimpi. Hal ini semua benar-benar terjadi, Salomo ditanya Allah, "apa yang mau kau minta kepadaKu, mintalah.. pasti kuberikan."  Wow... coba bayangkan hal tersebut terjadi pada kita. Pastilah untuk menyusun list atau daftar permintaan kepadaNya, kita akan sangat bingung dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Tetapi tidak dengan Salomo.

Salomo tidak membutuhkan waktu yang lama. Juga tidak meminta salah satu dari yang Allah tawarkan kepadanya. Walau Allah bisa memberi semua. Ada tiga hal besar yang secara eksplisit tercatat dan ditawarkanNya apakah meminta: Umur panjang, Kekayaan atau darah musuhmu. Hal pertama dan kedua tadi pastilah mayoritas dari kita secara kedagingan sangat menginginkannya. Terlebih untuk hal yang ketiga, sangat ekstrim, tetapi yang dimaksudkan adalah kepastian penjagaan dan keselamatan dari Allah. Salomo tidak memilih salah satu ataupun ketiganya.

Tetapi ia meminta hikmat. "Maka berikanlah kepada hambaMu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umatMu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umatMu yang sangat besar ini?" (ayat 9). Ya, Salomo memohon hikmat dari Allah. Dan hal tersebut sangatlah menyenangkan dan sangat baik di mataNya. Karenanya mari, kita mohonkan yang baik kepada Allah. Khususnya mari memohon Hikmat. Agar Allah melayakkan hati kita. Bahkan melayakkan seluruh tubuh dan hidup kita. Sehingga kita berkenan di hadapanNya. Baik dan sesuai dengan Sabda perintahNya. Seperti ayat 10 dengan jelas menggambarkan hati dan responNya atas permohonan Salomo yang meminta hikmat, bukan yang lain-lain, "Lalu adalah baik di mata Tuhan bahwa Salomo meminta  hal yang demikian."

Kemudian Allah menganugerahkan hikmat kepada Salomo. Dan memanglah demikian adanya. Hikmat itu adalah anugerahNya. Ilmu bisa dipelajari. Pengetahuan bisa dikejar dan dicari. Tetapi hikmat? Sekali lagi ingat dan pegang ini: Hikmat itu Anugerah langsung dari Allah saja.

Oleh sebab itu, jika memang ada di antara kita yang kekurangan hikmat. Seperti yang tertulis di Yakobus 1: 5.  Mari jangan ragu datang mendekat kepada Allah. Dari dan dalam hati, pikiran juga semua panca indera kita percaya dan sungguh hidup menyatakan kasih sayang Allah bagi sesama di kehidupan ini. "Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit, maka hal itu akan diberikan kepadanya."

Dan ketika kita boleh dianugerahi HikmatNya, maka sukses. Ya istilah "kunci sukses" yang sering kita dengar adalah sesungguhnya hikmat ini. Bukan sekadar uang, kekuatan, kekuasaan, jaringan dan apapun juga kemampuan kita. Tetapi lebih lagi hati-hatilah juga, jangan cuma mau dibilang sebagai orang yang punya hikmat. Sebab setiap jaman dan setiap kita ingin bahkan senang sekali jika disebut sebagai orang berhikmat. Tetapi pertanyaan terakhir di perenungan kali ini, apakah kita benar-benar telah dan berjuang memberlakukan hikmat? Dengan nyata melakukan dan membagikan hikmatNya melalui kita kepada sesama di keseharian. Mari sungguh-sungguh, melakukan hikmat.

Kembali, ingat Salomo. Ingat apa yang dilakukannya dengan hikmat Allah padanya. Ingat peristiwa ketika Raja Salomo didatangi oleh dua ibu yang membawa satu bayi dan sama-sama mengaku bahwa tiap mereka adalah ibu kandung anak tersebut. Mereka berdua memperebutkan bayi tersebut. Di tengah semua orang bingung dan galau (seperti kita sekarang, yang kerap di hadapi tantangan pergumulan yang formatnya serupa, namun dalam bentuk berbeda), kita tahu kisahnya, Salomo meminta diambilkan pedang, lalu memerintahkan untuk bayi itu dipotong dibelah menjadi dua. Setengah untuk ibu yang satu dan setengahnya lagi diberikan ke ibu yang lain. Sikap dan keputusan ini tampaknya sangat kejam dan tidak manusiawi bukan? Tetapi kemungkinan besar, Salomo tahu bahwa hanya dengan cara itulah maka akan ada solusi. Dan memang itulah solusinya. Karena akhirnya respon kedua ibu tadi berbeda. Yang satu menerima, namun yang lain menangis dan menolak sembari memohon dengan sangat agar bayi tersebut jangan disakiti apalagi dibunuh. Bahkan ibu terakhir ini rela jika bayi tersebut diberikan saja ke ibu yang lain tadi. Dan lihat.. akhirnya kita tahu baukan siapa ibu kandung sesungguhnya bayi tersebut. Yap, tentu ibu yang menangis dan mengasihi sungguh memohon agar bayinya tidak disakiti sedikitpun. Inilah hikmat. Seperti inilah hikmat. Hikmat Allah. Bukan hikmat dunia atau hikmat-hikmatan. Selamat memohon, hidup dan membagikan hikmat. Hikmat yang membawa solusi. Membawa kehidupan bersama jadi lebih indah, bermakna, tenang, damai dan bersyukur nikmat. Berhikmat hikmatNya.  Amin.



tulisan & foto: Lusindo Tobing.