01 Oktober 2009

refleksi minggu pertama Oktober 2009

Markus 10: 2-16

KELUARGA
“.. apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia..” (Markus 10: 9)


Kali ini mari kita kembali kepada keluarga. Mari kita refleksikan khususnya soal perceraian dan anak-anak.

Yang pertama, tidak hanya di era canggih sekarang saja marak perceraian dalam keluarga. Jauh di konteks Tuhan Yesus pun (Perjanjian Baru) rupanya sudah trend dan jadi salah satu pokok perdebatan jemaat. Bahkan, peristiwa perceraian-perceraian paling awal yang terekam dalam Alkitab adalah pada masa Musa (Perjanjian Lama).

Orang-orang Farisi mencobai Tuhan Yesus dengan, “Musa member izin untuk menceraikan dengan membuat surat cerai?” Tuhan Yesus menjawab tegas di ayat 5,”Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah itu untuk kamu.” Jelaslah pengesahan Musa terhadap perceraian adalah suatu kelonggaran bagi kelemahan manusia, untuk mengatur perceraian dalam keadaan masyarakat yang terpolusi banyak hal buruk.


Namun yang lebih penting Tuhan Yesus secara khusus mengembalikan kepada Rancangan Allah sejak mula. Bahwa perkawinan diadakan sebagai cita-cita ilahi dan bahwa persekutuan itu adalah tetap, tidak dapat ditiadakan. “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (ayat 9). Laki-laki dan perempuan dalam hal ini tentu mempunyai kedudukan sama di hadapanNya.

Lalu yang kedua, tentang anak-anak. Tuhan adalah Pelindung mereka. Perhatikan ayat 14, perkataan Tuhan Yesus, ”biarkanlah anak-anak itu datang kepadaKu” bukannya,”biarkan mereka dibawa kemari.” Ini respon kepada murid-murid yang memiliki penilaian keliru, baik mengenai seorang anak maupun sifat-sifat kerajaanNya. Kerajaan Allah bukanlah soal kekuatan, gagah, cantik, atau soal prestasi maupun jasa.

Kita harus menyambut Kerajaan Allah sebagai suatu karunia, dan dalam hal inilah anak-anak dibela, dipeluk (dikasihi), bahkan diberkati Tuhan Yesus. “Lalu ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tanganNya atas mereka Ia memberkati mereka.” (ayat 12). Bahkan kata aslinya (Yunani) kateulogei berarti,”Tuhan Yesus memberkati mereka dengan sangat, berulang kali.”

Mari kembali kepada keluarga saudaraku. Tolak perceraian. Kita masuki penghayatan, penghargaan dan ucapan syukur kita atas keluarga yang Tuhan sudah anugerahkan. Dengan lebih memberikan hati, waktu dan perhatian bagi keluarga.

“Pulanglah” jumpai suami, isteri, anak-anak dan saudaramu. Bela mereka, lebihlah peduli, bahkan peluk keluargamu, sayangi, cintai dan kasihi mereka dengan Kasih Tuhan yang berulang-ulang. Jangan berhenti! Karena di keluargalah nilai spiritualitas dan iman mayoritas dimulai dan tumbuh. Tuhan Yesus Kristus memberkatimu beserta keluarga. Amin.


Pdt. Lusindo Tobing