06 Juli 2017

Refleksi Minggu kedua Juli 2017


Mazmur 145: 8-16


Pendidik Harapan
                                                                                                                          
Setiap orangtua memiliki harapan terhadap anak atau anak-

anaknya, dan bisa dipastikan harapan itu pasti besar dan baik.

Persoalannya adalah ke mana atau pada siapa kita (dan khususnya

tiap orangtua) menaruh harapan-harapan tersebut? Melalui

pemazmur yang memakai bentuk akrostik -mengawali setiap ayat

dengan sebuah huruf dari abjad Ibrani- firman Tuhan kali ini

memberi dan menegaskan jawabannya: Serahkan dan hiduplah

dengan pengharapan dalam tangan dan kuat kasih Allah. “Mata <05869>

sekalian <03605> orang menantikan <07663> Engkau, dan Engkaupun <0859> memberi <05414>

mereka <01992> makanan <0400> pada waktunya <06256>; [ <0413>]Engkau yang membuka <06605> tangan-

Mu <03027> dan yang berkenan <07522> mengenyangkan <07646> segala <03605> yang hidup” <02416> (ayat

15-16).

                                                                                       foto: lusindo tobing


Ya, sebab hanya Dialah pemberi dan pemenuh (disimbolkan

“makanan”) bahkan mengenyangkan segala kebutuhan, baik

jasmani maupun imani. Mazmur 145 mengajarkan kita untuk

mengucap syukur dan memuliakan-Nya. Sebab Allah adalah

pengharapan, sekaligus Sang sumber didikan/pengajaran untuk

berharap. Dia lamban marah karena pelanggaran kita dan cepat

menunjukkan kasih dan kemurahan apabila pengampunan diminta,

Allah adalah Guru di atas semua guru, Pendidik di atas semua

pendidik yang baik, penuh rahmat (bandingkan Keluaran 3:7 &

Hakim-hakim 2:18) dan pasti bisa diharapkan.
 
Mari tetap memiliki pengharapan dalam Tuhan Allah. Diajar dan
bersedia mengajar pengharapan; dididik dan siap menjadi pendidik
pengharapan,  kepada keluarga dan semua orang. Itulah mengapa
Gereja memberlakukan Baptisan dan Sidi. Baptis sebagai tanda
awal seorang (bayi atau sudah dewasa) masuk ke dalam keluarga
yang berpengharapan pasti akan keselamatan-Nya. Sedangkan Sidi
menjadi proses memantapkan pengharapan (juga iman dan kasih
dalam Kristus) secara pribadi, untuk akhirnya menjadi sosok yang
bisa diharapkan membawa terang keselamatan Tuhan kepada
orang-orang di sekitarnya. Selamat berpengharapan dan
berpengharapan selamat! Amin.
 
Pdt. Lusindo Tobing