25 Agustus 2017

Refleksi Minggu keempat Agustus 2017



Yesaya 51: 1-6 

Peka Mendengar Suara Tuhan

 

Sejak remaja, saya sudah menyukai seni khususnya music dan lagu tradisional. Anda pasti setuju bahwa ada keindahan illahi dalam nada yang dimainkan, ada terapi pemulihan dana atau pemberi semangat dalam suara music serta suara, dan kebijaksanaan di tiap kata kalimat syair juga harmoni yang kita dendangkan dan nikmati. Seperti keindahan perikop kita kali ini: Suara Allah yang menghibur Israel. Juga kita yang membacanya di konteks kekinian.

Israel masih menjalani penderitaan di tanah pembuangan akibat
dosa mereka. Keadaan tersebut membuat mereka sulit merasakan
penyertaan Allah. Namun Tuhan mengingatkan bahwa berkat
Abraham tetap berlaku. Allah mengajak umat-Nya mengenang
kembali perbuatan-Nya dahulu saat Ia memberkati keturunan
Abraham dan Sara sehingga mereka menjadi bangsa yang besar.
Kini Ia akan melakukan perbuatan yang sama yaitu membangun
kembali kesatuan umat Israel (ayat 2-3). Bahkan lebih lagi,
keselamatan juga akan datang kepada bangsa-bangsa lain (ayat
4-6). Mari peka dan mau semakin mendengar suara-Nya, agar masa
depan cerah berada di pihak kita, tetapi bila tidak, penghukuman
Tuhan menjadi bagian kita. Kata-kata penghiburan yang
disampaikan untuk orang yang menderita bagaikan air sejuk bagi
yang kehausan. Kalau Allah yang menghibur, kesejukannya
memancar dari hati dan mengalir ke seluruh tubuh.

Peka untuk mendengar dan mengeal Suara-Nya, melalui fenomena kehidupan sehari-hari khususnya melalui seni-budaya kita, tidak boleh berakhir. Budaya adalah warna dan cermin kehidupan, yang harus bisa kita gunakan menjadi saluran suara Tuhan yang menghibur, menuntun dan menguatkan, menjadi saluran pewartaan Keselamatan-Nya kepada semua orang. Amin.


Pdt. Lusindo Tobing