05 September 2012

refleksi minggu keempat Agustus 2012



TUHAN TIDAK MENAHAN KEBAIKAN


Mazmur 84





                Kebaikan selalu diinginkan. Semua orang menginginkannya, anda dan saya, kita semua. Tetapi kecenderungannya, kita hanya rindu dan mau menerima kebaikan. Untuk melakukan atau membagikan kebaikan bagi sesama? Sekali lagi, cenderung lebih sedikit daripada mau dan menginginkan kebaikan tersebut. Padahal Tuhan telah memberikan banyak anugerah dan berkatNya kepada kita. Tidak terhitung pendampingan, bimbingan bahkan penyelamatanNya. Namun dunia (baca: saya dan anda, kita) cenderung menahan kebaikan.
                Dunia selalu cenderung lebih sering memberi alasan dan dalih. Sehingga yang seringkali muncul adalah hanya tanda tanya. Baik tanda tanya dari yang sesungguhnya bisa melakukan kebaikan, juga lebih banyak tanda tanya dari mereka yang sangat membutuhkan kebaikan dalam hidupnya. Sehingga mandiri dan kemandirian seringkali menjadi ungkap yang (memang) baik untuk dinyatakan. Tetapi apakah betul kita benar-benar bisa mandiri sebagai manusia yang menjalani hidup kehidupan?  O iya, Tuhan tidak menyukai kita untuk bermalas-malasan dan tidak berusaha-bekerja. Apalagi hanya makan dan hidup sebagai parasit atau bahkan mendapatkannya dari hasil kejahatan. Tetapi coba renungkan sekali lagi dengan dimensi positif, anda dan saya, tiap pribadi lepas pribadi kita, sesungguhnya tetap membutuhkan orang lain. Kita bisa hidup karena ada orang lain. Sesama yang dihadirkan Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan ketika ada orang lain/sesama, maka di situ akan lebih terasa adanya Tuhan dengan segala kebaikan-kebaikanNya.
                Camkanlah ini, cantik dan indahnya dunia hanyalah sementara. Tetapi kebaikan dan Kasih Tuhan Allah tiada habisnya. Selalu tersedia, selalu ada dan selalu dianugerahkan. Abadi kekal.  Abadi kekal Tuhan yang tidak pernah sama sekali menahan-nahan kebaikanNya untuk kita. Coba baca lagi ayat 12 dari Mazmur 84 (perikop kita kali ini), Tuhan bahkan digambarkan sangat menawan kekal indah dengan kebaikan, “Sebab Tuhan Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela.”
                Tuhan menahan yang buruk dan jahat berlaku bagi kita. Mungkin bisa kita yakini bahwa Tuhan menahan ketidakbaikan, selalu berusaha menjaga dan melindungi kita dari berbagai hal yang tidak baik. Kita sendirilah yang tergoda dan larut dalam kebiasaan memberlakukan hal-hal yang tidak baik itu. Kepada orang lain, juga kerap kepada diri kita sendiri. Sehingga lambat laun tidak terbiasa untuk merenungkan kebaikanNya. Selanjutnya kita agak lambat dan gagap memikirkan yang baik, menyikapi dengan baik, merespon berbagai hal dengan baik dan kebaikan. Sehingga kadang dan seringkali jadi lemah dan tidak berdaya kepada ketidakbaikan. Dan anehnya, malah jadi risi dengan kebaikan, kebenaran, hal-hal yang baik dan benar untuk diri kita sendiri. Yang akhirnya orang lain akan jarang bahkan mungkin tidak pernah melihat, merasakan dan menerima kebaikan dari kita. Tepatnya, mereka menerima kebaikan Allah melalui kita.
                Tuhan selalu menawarkan kebaikan. Seperti matahari, juga bisa penggambarannya seperti air sungai mengalir, terus-menerus mengalirkan kesegaran dan kehidupan. Dan tidak sekadar menawarkan, Tuhan juga tentu selalu menganugerahkan kebaikan. Kebaikan bagi kita semua, khususnya bagi mereka yang mau percaya dan mengasihiNya. Segala kehidupan dengan berbagai kebutuhan kita di dunia ini, bahkan hingga keselamatan sempurna di sorga abadi. Pasti dianugerahkan.
                Dianugerahkan tentu kepada yang hidup dalamNya. Karenanya mari, mari sungguh-sungguh dan lebih sungguh lagi untuk mengandalkan Tuhan Allah.  Di luar Dia tidak ada harapan, tidak ada kekuatan bahkan bisa dipastikan tidak ada kepastian keselamatan.
                Dan oleh karena itu juga, mari mulai mengandalkannya dalam doa-doa kita. Kita harus rajin dan lebih rajin bekerja berusaha. Tetapi ingat, berdoalah untuk sesama kita dengan kebaikan hati pikiran, lebih sering dan lebih sungguh lagi. Bertanyalah, belajarlah kepada Allah sekaligus mohonkan kekuatan dariNya, “Tuhan, apa yang belum aku persembahkan kepadaMu, lebih lagi, mempersembahkan kepadamu berwujud kebaikan yang bisa kubagikan bagi sesama?” Dan ketika Tuhan menegur sekaligus menuntun kita -responNya dari pertanyaan kita tadi- mari siap sedialah untuk dipakai menjadi alat-alat penyalur kebaikan bagi dunia.
                Mulailah mempersembahkan yang kecil dan sederhana, dengan melakukan kebaikan bagi orang lain. Dengan mau lebih mau mendengar orang-orang di dekat kita. Menulis dan berkomunikasi dengan baik, menggunakan alat komunikasi ataupun saat bertemu muka. Lontarkanlah sungguh tulus dan baik, kalimat-kalimat yang lebih baik. Mengungkapkan ungkapan-ungkapan yang baik dan membangun. Lebih banyak lagi mendoakan sesamamu. Lebih lagi memberi donasi uang, barang atau apapun, dimulai dari yang kecil jumlahnya, bagikan kepada yang berkekurangan. Bahkan siap membantu dan menolong mereka yang berada di dekat kita. Di konteks keadaan, bagaimanapun dan di manapun kita sedang ditempatkan Tuhan. Bahkan rindu dan senang memberlakukan itu, untuk orang-orang yang dekat dengan kita. Baik dekat secara lokasi maupun dekat di pikiran dan hati kami. Hingga sampai yang jauh sekalipun.
Teruslah menyalurkan dengan memberlakukan nyata kebaikan bagi dunia dan kehidupan. Sama-sama rindu dan melakukan kebaikan-kebaikan yang membawa kehidupan jadi sedikit dan banyak tambah ceria sukacita dan bahagia!  Sampai Tuhan Allah -Sang Sumber Kebaikan- akan datang kedua kali nanti.
Dan Dia lebih bersukacita bahagia lagi, karena melihat kita bersama sungguh berjuang dan bertekun, mewujudkan dunia penuh dengan kebaikan-kebaikan. KebaikanNya.



tulisan & foto: Lusindo Tobing.