10 Februari 2010

reflelksi minggu kedua Februari 2010

Lukas 9: 37-43a

BUKTI KASIH
“Tetapi Yesus.. menyembuhkan anak itu.” (Lukas 9: 42)


                                                                                                                                         foto: lt

Cinta dan sayang itu harus dinyatakan..
Jangan mencintai, menyayangi, mengasihi hanya imajinatif, ideal belaka..
Kasih itu harus dibuktikan.

Tuhan Yesus membuktikannya saat Dia menyembuhkan seorang anak.
Seorang anak penderita epilepsy (ayan) bahkan kerasukan setan.
Kasus-kasus kerasukan setan atau roh jahat rupanya sudah terjadi sejak di konteks Yesus. Tidak hanya merebak beberapa dekade belakangan ini saja.

Dikisahkan perjalanan pelayan Tuhan Yesus mewartakan khabar keselamatan, setelah turun dari gunung di daerah Galilea. Salah satu sambutannya adalah seruan minta tolong seorang ayah untuk anaknya tersebut. Dan dengan kasih yang dibuktikan, anak itu sembuh.
Pertama kasih yang dibuktikan seorang ayah.

Mari rasakan sungguh dari ungkapan permohonannya kepada Yesus,”Guru, aku memohon supaya Engkau menengok anakku, sebab ia adalah satu-satunya anakku.” (ayat 38). Kasih besar yang sangat manusiawi.
Kedua, tentu kasih yang dibuktikan Tuhan Yesus sendiri.

Murid-murid memang dalam kondisi membutuhkan pembuktian kuasa Guru dan Tuhan mereka itu. Sekaligus mengharapakan petunjuk yang lebih memastikan bahwa Dia yang mereka ikuti sejauh ini adala benar-benar Mesias.

Dan para murid sebenarnya sudah pernah diberikan tenaga dan kuasa untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit. Sebagai “bekal” mereka untuk siap diutus memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang (coba teman2 baca Lukas 9: 1-2).
Tetapi mereka belum juga percaya. Percaya penuh kepada kuasa dan kasih Tuhan Yesus, guru dan Tuhan mereka! Dan ini membuat Yesus kecewa dan marah. Kecewa dan marah kepada ketidak percyaan dan kesesatan para murid. Ayat 41 berbunyi,” Maka kata Yesus: “Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan yang sesat, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu dan sabar terhadap kamu?..”

Sebuah pertanyaan yang harus kita juga menjawabnya.
Bahkan tidak sekadar menjawab kasih Tuhan Yesus saja, namun benar-benar membuktikannya.
Karena Tuhan Yesus membuktikan kasihNya.

Dan ketika anak itu mendekati Yesus, setan itu membantingkannya ke tanah dan menggoncang-goncangnya. Tetapi Yesus menegor roh jahat itu dengan keras dan menyembuhkan anak itu, lalu menegmbalikannya kepada ayahnya. (ayat 42)

Bukan main.. indah sekali bukti kasih Yesus. Peratikan saja, Dia menegor si roh jahat, setan itu. Dan dengan kasih sayangnya memulihkan si anak penderita epilepsy dan kerasukan setan itu, hingga sembuh. Lalu perhatikan, lalu Dia mengembalikannya kepada ayahnya.

Bukti kasih itu harus diwujudkan rupanya. Harus dinyatakan.

Dari Tuhan dikembalikan sebagai bukti kasih kita kepada Tuhan. Diwujudkan dengan bukti kasih kita kepada orang-orang di dekat kita.

Baik dinyatakan lewat perkataan. Ingat Tuhan Yesus pernah sampai 3 (tiga) kali bertanya kepada Simon Petrus, “Apakah engkau sungguh mengasihi aku?” dan 3 (kali) juga dijawab Petrus,”Ya, aku mengasihimu Tuhan.” Sebuah pembuktian cinta kasih yang diungkapkan secara lisan dan refleksi lebih luasnya, pembuktian lisan sebanyak 3 kali tersebut merupakan cara Yesus memulihkan kesalahan penyangkalan Petrus, yang juga 3 kali menyangkal Yesus, di saat-saat perjalanan penderitaan pengadilanNya menuju Salib.
Tetapi bukti dari kasih itu paling penting dan indah haruslah melalui tindakan, usaha keras dan teladan sungguh-sungguh.

Hal terakhir inilah yang sebenarnya paling penting.

Dan itu semua dilakukan Yesus. Yang semuanya berujung pada pengorbanan dan kematianNya di kayu salib, tebus dosa-dosa umat manusia. Termasuk saya dan anda! Tetapi juga KasihNya telah terbukti lewat semua ciptaan, anugerah, bimbingan, juga pengajaran-pengajaranNya hingga berbagai tindakan yang dilakukan Tuhan Yesus. Termasuk pada pembuktian kasihNya melalui peneyembuhan berbagai penyakit dan pengusiran roh-roh jahat. Seperti yang terjadi di perikop yang oleh LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) memberikan judulnya,”Yesus mengusir roh dari seorang anak yang sakit.”, perikop kita kali ini.

Mulailah dari apa yang Tuhan kita nyatakan tadi (ingat ayat 41). Marilah kita membuktikan kasih kita kepada Tuhan juga kepada orang-orang di dekat kita dengan: Jadi orang yang bisa dipercaya. Sekali lagi, dipercaya!
Kasih yang benar-benar kasih yang dibuktikan, adalah kasih yang tidak membawa kesesatan. Maksudnya tidak menuju jalan buntu, menimbulkan kekesalan, marah, bete bahkan dendam. Juga tidak melahirkan iri hati, kebencian dan apalagi kesombongan. Itu semua bukan bukti dari kasih, itu semua kesesatan!

Teman2 terkasih sudahkah menyatakan bukti kasih kita?
Sudahkah lebih lagi memberlakukannya?

Sekarang waktu pembuktian itu, lebih lagi.
Bahkan mari beralihlah dari sekadar kasih manusiawi tadi ke kasih yang illahi.

Kasih karena percaya, percaya anugerah Kasih Allah Bapa, dalam nama Tuhan Yesus Kristus.

Kasih yang selalu keluar, bukan kedalam belaka. Kasih yang dilakukan tidak melulu teori. Kasih yang memberi bukti, bukan janji doang.

Bukti kasih, dan atau kasih yang dibuktikan haruslah minimal memunculkan diri kita layak karena iman percaya kita kokoh kuat hanya kepada Tuan Yesus. Tiap hari berkata, dipulihkan bahkan diselmatkan dengan berkata dalam hati, pikiran dan sikap, “Aku mengasihi Tuhan.”. Sehingga layak untuk dipercaya, oleh keluarga, teman, kekasih bahkan sesama lainnya.

Pembuktian kasih adalah kita bisa jadi sosok yang dipercaya. Dan menjadi pembawa jalan keluar.

Mari menjadi pemecah permasalahan, pembawa damai juga sejahtera bathin. Senantiasa mendokan lebih banyak orang dan pihak lain, tetapi juga dimampukanNya untuk menggubah marah jadi senyum, humoris yang membawa tawa sehat orang-orang sekitar. Jadilah pejuang keadilan bagi yang ringkih, gemar berempati dan tulus peduli bagi mereka yang menangis dan sengsara. Sehingga kehadiran kita terbukti membawa terang dan garam bagi dunia, lebih banyak dan sering menolong, membantu dan membuat lebih banyak hati dan pikiran manusia sekeliling bernafas lebih lega, mmhaaahhhhhh… lebih tentram, lebih senang, lebih termotivasi, lebih semangat, lebih takjub (baca lagi ayat 43a), lebih bahagia, lebih bersukacita! Dan, lebih bersyukur dalam segala hal..

Itulah bukti kasih.



Pdt. Lusindo Tobing






08 Februari 2010

refleksi minggu pertama Februari 2010

Lukas 5: 1-11
DALAM & SETIA
“.. mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia..” (ayat 10)
                                                                                   
Banyak orang mengerumuni Tuhan Yesus untuk mendengarkan firmanNya. Kali ini terjadi di Genesaret, tepatnya sebuah danau di mana Dia mengajak dan mengubah beberapa orang menjadi muridNya. Dari penjala ikan menjadi penjala manusia.

Cara yang dilakukan sangat menarik. Sangat kena mengena dengan kehidupan nyata di sana, sebagai nelayan. Yang aktifitasnya kita sudah tahu, berangkat malam hari karena mengandalkan angin darat ke arah danau. Dan sebaliknya pulang ketika pagi hari karena hembusan angin dari danau ke daratan yang membawa mereka pulang. Dan bukan kebetulan, saat itu para nelayan tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.

Dari dua perahu tersebut, ada perahu Simon Petrus. Tuhan Yesus menyuruh dia,”Bertolaklah (lagi) ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menagkap ikan.” Simon langsung merespon,”Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.” (ayat 4-5).

                                                                                                                                       foto: lt

Ini dialog yang sangat indah, perhatikan.

Pertama, Tuhan Yesus menyuruh kita untuk “dalam”, tidak sekadar berada, berkubang atau menuju kepada tempat yang “dangkal” atau apalagi “cetek”. Perahu hidup kehidupan kita tidak akan berfungsi. Jika kita mau menghasilkan yang baik dan benar, ayo mau dan beranilah ke tempat yang dalam.

Kemudian kedua, kita juga dapat manis indanya refleksi soal setia dan taat! Saya membayangkan seperti seorang remaja yang menggerutu saat disuruh melakukan sesuatu oleh orangtuanya, namun sambil menggerutu ia tetap melakukan apa yang diperintahkan. Itu saja sudah baik. Apalagi jika kita mau setia dan benar-benar taat melakukan firmanNya tanpa gerutu, tanpa sungut-sungut.

Maka hasil yang akan kita dapat pasti banyak. Analogi tetapi juga sekaligus peralihan tugas dan fungsi dari penjala ikan menjadi penjala manusia ini menjelaskan hal tersebut. Siapa yang mau dalam dan ya hanya kepada firmanNya, maka akan menikmati banyak berkat. Bahkan jika kita mau melakukannya maka orang lain di dekat kitapun akan menikmatinya. Mari ulangi dan maknai lebih dalam ayat 6-7, “Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumla besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya… mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.” Luarbiasa!

Mari datang di hadiratNya dengan hati tersungkur menyembah. Persilahkan hati, pikiran kita diubah, diperbaarui lebih lagi menjadi pengikut-pengikutNya. Bahkan menjadi para pelayan Tuhan.

Mari menjala manusia. Merangkul hati lebih banyak insan manusia. Untuk lebih melihat dan akhirnya rindu dekat dengan Tuhan. Bahkan dengan kemauan sendiri mau memiliki hubungan yang akrab intim dengan Tuhan. Akhirnya kelak akan disiapkan oleh Tuhan juga untuk siap menjala hati dan manusia lain berikutnya. Terus begitu.

Dari dalam hati yang tulus kudus, sentuhlah hati yang ada di dalam orang-orang di dekat kita. Lalu mari berpikirlah yang dalam, sekali lagi dalam artinya sesuai firman Tuhan, lalu bersikap jugalah dengan dalam, berkata-kata dengan pesan makna yang “dalem” dalam. Tangan dan kaki juga akirnya mewujudkan dengan melakukan tugas akifitas dengan dalam. Belajar dalam, rajin di studi kita. Bekerjalah dengan dalam, displin dan tidak korupsi. Apalagi mari melayani sesama dengan Kasih yang dalam, selalu dan lebih sungguh khususnya bagi mereka yang mengalami kecetekan iman dan hidup. Mereka yang menangis, lapar dan menderita.

Terus-meneruslah membawa kebahagiaan bagi lebih banyak orang. Lakukan semua itu dengan setia. Dengan tetap berkata “ya” kepada Kasih dan Kebenaran setiap hari bahkan setiap saat. Dan jangan takut! Ya, jangan takut untuk melakukannya, menerima dan membagikan kekayaan hidup, baik tubuh maupun rohani. “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.” (ayat 10), siapa penjala manusia itu? Jawabannya sudah tentu saya dan anda, adalah kita.

Mau diberkati banyak menerima anugerah “ikan-ikan dalam perahu” mu? Mau juga membagikan itu kepada lebih banyak orang di sekitarmu?
Jika ya, mari lakukan segala sesuatu dengan dalam dan setia, penjala manusia! Amin.



Pdt. Lusindo Tobing

(tulisan & foto: lt)