12 Desember 2011

refleksi minggu pertama Desember 2011


BERDAMAI MENYONGSONG RAJA DAMAI

Yesaya 40: 1-11


Mari siap berdamai. Mari berdamai..

Ajakan ini terbentuk dari tafsiran sekaligus reflektif kuat dari apa yang dikatakan Allah di akhir-akhir masa hidup abdiNya yang luar biasa itu, Nabi Yesaya. Di masa-masa sangat sulit bangsa Israel yang telah sekitar 150 tahun di pembuangan babel, Allah memberikan penghiburan dan sekaligus pengharapan bagi umatNya itu. Sebuah nubuatan. Nubuatan tentang Mesias, Sang Penyelamat. Tentang kedatangan kehadiran Raja pembawa Damai. Raja Damai.

Sudahkah kita berdamai? Ya, berdamai dengan diminta maupun tidak diminta, dikondisikan maupun sangat tidak terkondisi. Siap berdamai sekarang? Mau berdamai sekarang? Berdamai dengan orang-orang yang pernah, sedang bahkan akan menyakiti hati kita. Memaafkan, dengan melupakan hal-hal yang pahit, bangun dari keterpurukan benci dendam dan berhasil tersenyum kepada godaan marah hingga semua kuasa buruk jahat jadi malu. Malu karena kedamaian hati juga diri kita. Kedamaian yang dapat kita miliki hanya dari Sang Raja Damai. Damai dari Tuhan Yesus Kristus.

Dan berdamai tentu adalah tindakan dan proses. Pertama kali, mari berdamai dengan Tuhan. Jujur, jernih dan tulus mengakui kelemahan kita, menyembah Dia Allah Yang Maha Kudus. Memohon “perbaikan” jalinan yang terputus antara kita denganNya, melalui Keselamatan Kristus. Ada proses sekaligus berdamai dengan diri kita sendiri. Mensyukuri diri sendiri sebagai berkat dan karunia anugerah besar dari tuhan. Dengan modal tersebut kita akan dimampukan mewujudkan tingkah laku yang sungguh mau berdamai dengan sesama. Ya, ini berikutnya, berdamai dengan sesama. Bahkan berdamai dengan musuh (lihat dan bandingkan Matius 5: 43-44 & Lukas 6: 27-35).

Bahkan kita bisa lebih ahli dan lebih berani untuk menyapa dan melayani mengasihi mereka yang sering tidak masuk hitungan. "Hiburkanlah, hiburkanlah umatKu, demikian firman Allahmu" (ayat1, juga baca hingga ayat 5) Kepada yang sakit, terkena bencana, yang miskin, yang terbelakang dan terpinggirkan. Tulisan dan perenungan janganlah hanya sebuah ungkapan manis saja. Mari berdasarkan Firman melalui Nabi besar Yesaya, kita sungguh-sungguh mengimani dan kuat percaya memberlakukannya ketika menghadapi berbagai agin taufan pergumulan dan ombak tinggi tantangan zaman yang kian egois individulisme ini!

Hadapi bahkan lawan dan kalahkanlah kebencian. Tentu bukan dengan kebencian lagi, tetapi harus dengan Kasih. Gelap kejahatan hanya pasti hanya takluk oleh Kasih Damai yang dari Tuhan. Hanya dengan damai kita baru benar-benar siap dan layak menyambutNya. Mari bawa kabar baik (ayat 9). Mari berdamai saudaraku-saudariku..

Selamat berdamai dalam menyongsong Sang Raja Damai! Amin.




tulisan & foto: Lusindo Tobing.

refleksi minggu keempat November 2011


MENANTI


1 Korintus 1: 4-9


Mari baca dan katakan kalimat ini,” Hati Bersyukur Melayani”. Sekali lagi, “Hati Bersyukur Melayani.” Ya, mungkin seperti satu kesatuan kalimat, tetapi seperti penulisannya kalimat tersebut terdiri dari tiga kata. Tepatnya tiga hal kristalisasi dari refleksi perikop kali ini.

Mari menanti Natal- Kelahiran Tuhan Yesus Kristus- atau peringatan perayaan kedatanganNya yang pertama, tetapi juga mari menanti kedatanganNya untuk kedua kali, bukan dengan sekadar jasmani apalagi cuma dimensi materi. Juga jangan hanya dengan pikiran, rasioa dan pengetahuan belaka. Tetapi marilah kita menanti kedatangan bahkan kehadiranNya dengan hati!

Persolannya hati yang bagaimana. Seperti hal kedua dari kalimat ungkapan di awal tadi, tentu dengan hati yang sungguh bersyukur! Rasul Paulus yang dahulu bernama Saulus mengalami perubahan dari dalam hatinya dengan juga seluruh akal budi dan karakter juag segenap sikap tubuh jasmaninya. Hingga indah ketia Paulus dipakai oleh Tuhan menyuarakan kebahagiaan menanti di dalam Tuhan. Kerinduan dan keinginan bertemu melalui surat yang ditulis sendiri oleh Paulus diawali dengan menarik. Paulus menyapa semua jemaat di Korintus dengan hati yang bersyukur. “Aku senantiasa mengucap syukur kepada allahku karena kamu atas karunia Allah yang dianugerahkanNya kepada kamu dalam Kristus Yesus.” (ayat 4).

Mari menanti Tuhan dengan hati yang bersyukur. Setia menghitung berkat-berkatNya, di kurang-lebih satu tahun ini, bahkan di sepanjang hidup kehidupan kita. Syukuri semua “kekayaan” yang dari Tuhan (baca lagi 5-8) dengan jalan mempertanggungjawabkan semua berkat Tuhan itu.

Dengan cara apa? Deangan cara benar-benar bersedia untuk diutus dipakai menjadi saluran berkat-berkat tersebut. Bagi keluarga, jemaat hingga bagi sesama yang sunguh membutuhkan. Membawa kebahagiaan Kasih bagi orang-orang yang letih lesu berbeban berat. Mengkondisikan bahkan mewujudkan kebaikan yang bertambah di kondisi dan situasi yang bagaimanapun. Dengan menggunakan hati, pengetahuan, perkataan bahkan segala potensi dan karunia-karunia yang dianugerahkan Tuhan , di manapun kita berada bagi lingkungan dan sesama.

Inilah semua yang mungkin bisa kita sebut sebagai penantian atau menanti dengan setia (ayat 9) dan aktif! Jangan menanti dengan lalai dan pasif, tetapi harus dengan aktif. Menanti dengan Hati yang selalu mau Bersyukur dan benar-benar nyata Melayani. Bersyukur mendoakan lebih banyak orang lain, melawat mengunjungi yang sakit dan bergumul. Membantu yang butuh bantuan, menolong yang sangat memerlukan pertolongan. Bahkan kita mau hadir dan menjumpai mereka dengan Kasih yang dari Tuhan Yesus Kristus, melayani. Menanti dengan hati bersyukur melayani. Amin.




tulisan & foto: Lusindo Tobing.

reflleksi minggu ketiga November 2011


SIAP

Matius 25: 31-46

Di awal renungan ini ijinkan saya mengajak kita, mari semua pembaca terkasih.. mari berjuang dalam hidup kita masing-masing dengan sungguh, agar kita masuk ke dalam golongan/kumpulan/kelompok “domba”.

Apakah kita masuk kelompok “domba”, atau malah kita sesungguhnya masuk kelompok “kambing”? Perikop kali ini kembali menyentak kesadaran iman kita. Ketika Tuhan Yesus Kristus sendiri menyatakannya. “Domba” penggambaran yang telak tentang hati dan sikap yang mau berserah dan setia kepada Allah Tuhan, “Tuan” – Gembala pemilik kita. Menyatakan sekaligus menjadi undangan rohani agar para Jemaat yang mengikutiNya saat itu benar-benar mau berubah dan berbuah.

Ya, berubah karena ada ujung dari perjalanan kita di kehidupan dunia ini. Untuk waktunya nanti kita harus melanjutkan bersama ke kehidupan berikutnya, Kehidupan Kekal Sorgawi. Masih banyak yang berpikir bahwa kematian adalah akhir segala kehidupan kita. Tidak! Kehidupan akan terus berlanjut. Dan titik peralihan itu ada di saat Tuhan Yesus Kristus sendiri akan datang untuk kedua kali. Dia sudah pernah datang dengan Natal-Nya. Kemudian tumbuh besar layaknya manusia, mengajar, hingga rela berkorban tebus dosa kita di Kayu Salib. Dan kemudian bangkit, naik ke sorga dan janjiNya sendiri Dia akan datang untuk kedua kali. Tidak ada lagi pengampunan dosa seperti kedatanganNya yang pertama tadi, di kedatangan Tuhan Yesus Kristus untuk kedua kali nanti, yang ada hanyalah: Penghakiman.

Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. (ayat 32-33). Dan saat Kristus datang kembali, orang yang sudah selamat dan yang tidak selamat yang masih hidup di bumi ini dan lolos dari masa kesengsaraan besar masih bercampur.

Penghakiman itu meliputi pemisahan orang fasik dari orang benar. Sungguh-sungguh dilandaskan pada perbuatan kasih dan kebaikan terhadap mereka yang menjadi milik Kristus dan yang menderita. Ungkapan kasih dan belas kasihan ini dianggap sebagai tindakan yang menunjukkan iman dan keselamatan sejati (baca ulang ayat 35-46). Orang fasik tidak akan diizinkan untuk memasuki Kerajaan Kristus, tetapi akan langsung dicampakkan ke dalam tempat hukuman keal. Tetapi orang benar atau kelompok “domba” akan mewarisi hidup kekal dan Kerajaan Allah. Berbenahlah, BERUBAHLAH, bersiaplah! Amin.



tulisan & foto: Lusindo Tobing.