16 Mei 2014

Kesehatian Dan Tekun Berdoa




Kisah Para Rasul 1: 12-14



Kesehatian & Tekun Berdoa









Setelah Tuhan Yesus Kristus naik ke surga, lalu apa yang bisa dilakukan oleh para murid dan pengikutNya? Mereka hanya kawanan kecil,  jumlah mereka saat itu tidak lebih dari 120 orang (coba perhatikan ayat 15). Mereka pun bukan orang-orang yang memiliki nama besar atau kekuatan tertentu. Hanya sekelompok orang yang tampaknya tidak memiliki apa-apa yang dapat diandalkan. 

Tetapi hebatnya, dengan setia mereka menaati pesan Tuhan Yesus untuk tinggal di Yerusalem menantikan kuasa Roh Kudus memenuhi mereka. Karena hanya oleh kuasa Roh Kudus mereka akan dimampukan menjadi saksi-Nya hingga ke ujung dunia. Mereka melakukannya dengan sikap bersekutu, bersehati dan tekun berdoa (ayat 14). 

Gereja pada masa kini tidak beda jauh dengan persekutuan murid-murid Tuhan yang perdana ini. Tidak signifikan secara jumlah dan sepertinya tidak memiliki kekuatan apa-pun untuk melaksanakan misi yang Allah embankan kepada mereka. Bahkan di beberapa penjuru dunia, gereja dikejar-kejar dan dianiaya agar musnah. Namun kunci kekuatan bahkan kemenangan terletak pada sikap mereka yang bersandar  penuh kepada Allah sumber kekuatan mereka. Oleh karena itu, dalam masa-masa menjelang peringatan Pentakosta mari kita meneladani para murid Yesus dengan bertekun dan bersekutu dalam doa. 

Seratus dua puluh orang berdoa bersama-sama dalam satu pikiran, dalam pikiran yang sama, dalam kehendak yang sama, dengan tujuan yang sama di sekitar dan di dalam jiwa dan hati. Kapan pun kita berdoa,  kita seharusnya melatih roh kita, tetapi kita juga harus ada di  dalam  pikiran yang  sama  dan  kehendak yang sama dengan tujuan  yang sama di sekitar dan di dalam jiwa dan hati kita. Ini berarti seluruh diri kita dilibatkan. 

 Setelah kenaikan Tuhan, seratus dua puluh orang menjadi orang yang ada di dalam satu pikiran,  di dalam satu tekad, dengan satu tujuan di sekitar jiwa dan hati mereka (baca dan maknai lagi ayat 12-13). Bagi mereka sehati berarti seluruh diri mereka adalah satu. Tidak ada kitab yang lain dari Alkitab yang memakai kata “sehati”  sebanyak Kitab Kisah Para Rasul.

Dalam konteks Kitab Kisah Para Rasul khususnya pasal 1 (satu) ini minimal ada dua faktor ditekankan untuk perwataan Injil yakni: 1. Kesehatian di antara jemaat dan 2. Doa yang harus tekun dinaikkan. Jadi menurut Firman Tuhan  dan menurut sejarah Alkitab, inilah dua jalan untuk membawa ke gerbang kemenangan Injil. Perwujudan proses penyelamatan Allah yang juga harus terus-menerus kita berlakukan untuk semua orang dan kehidupan yang lebih meluas.  
 
Dan rupanya, kesehatian adalah kunci dan urat nadi Doa. Kita bersama mungkin banyak berdoa, namun jika kita kekurangan kesehatian, kita tidak akan dapat melihat apalagi menikmati berkat-berkatNya diberlakukan atas hidup kita bersama. 

Sebaliknya, jika yang muncul  selalu perbedaan pendapat di antara kita, tidak ada kesehatian, maka bisa dipastikan tidak aka nada saling mendoakan. Jika doa dinaikkan, tampaknya hanya berhenti di langit-langit ruang ibadah, rumah atau di manapun tempat kita berdoa. Doa-doa akan sulit sekali “sampai” kepadaNya jika kesehatian kita semu. Ingat ada juga firman di Matius 18: 19-20: “Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga.  Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.”

Hanya dua orang! Maksudnya jumlah bukan merupakan masalah.  Syaratnya bukan jumlah, tetapi kesepakatan, komitmen bersama dalam melakukan iman, pengharapan dan kasih Tuhan. Harus ada kesehatian. Kesehatian memberlakukan segala FirmanNya.  Bahasa asli sepakat atau sehati adalah “sumphoneo” yang artinya harmonis, bersamaan, kompak, setuju.  Dari kata ini kita dapatkan kata simfoni, paduan suara hati (Iman) yang indah.  

Simfoni indah yang dilantunkan oleh sebuah orkestra yang tidak berasal dari alat musik dan suara yang sekadar seragam sama. Tetapi berasal dari beragam suara dan alat musik, ada terompet melengking tinggi sementara dilengkapi suara cello berguman rendah. Suara piano timbul dan tenggelam, di sela-sela iringan banyaknya biola. Dan seterusnya. Namun semua kompak melantunkan lagu yang indah sekali!

Rupanya Tuhan sangatlah menyukai simfoni kesehatian ini.  Bila Ia mendengarkan lagu-lagu merdu orkestra kesehatian kita. Melalui doa yang terus-menerus , juga perbuatan mengasihi tiada henti (Ora et Labora). Yakinlah, Ia segera menyuruh para malaikat-malaikatNya memenuhi tempat di mana kita berada dengan berkat. “Tempat itu” bisa berupa rumah tangga kita masing-masing, kampus, sekolah, kantor Anda, maupun gereja dan kota Jakarta dan negeri kita Indonesia. Bahkan berlaku untuk seluruh kehidupan di planet bumi: “Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!  Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya.  Seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya.” (Mazmur 133:1-3)

Mari berpaling ke arah dan menujukan pandangan mata iman juga seluruh hidup kita hanya kepada Tuhan Yesus Kristus. Mensyukuri dan percaya sungguh atas berkat-berkat dari Allah Bapa. Dan selalu memohon urapan Roh Kudus agar menunjukkan cara untuk menaruh kepercayaan di jalan ketaatan. Ingat, Yesus sendiri sepenuhnya mempasrahkan hidup-Nya kepada Allah Bapa. Bahkan di konteks Salib, saat di tengah penderitaan fisik, emosional dan spiritual, Dia dengan setia dan taat berkomunikasi (berdoa) merangkul kehendak kasih Bapa-Nya. 

Beberapa saat lalu misalnya, terjadi satu hal yang sangat memprihatinkan di Sudan. Tanpa niat menghakimi, namun mari jadikan ini refleksi juga kekuatan kesehatian dan doa-doa kita, mengutip berita KOMPAS.com :
Di Khartoum, Pengadilan Sudan menjatuhkan hukuman gantung kepada seorang perempuan karena meninggalkan agama Islam dan menikahi seorang pria Kristen. "Kami memberi Anda tiga hari untuk meninggalkan agama (Kristen), tetapi Anda berkeras tidak akan kembali ke Islam. Saya memutuskan Anda harus digantung," kata hakim kepada perempuan itu, seperti dilaporkan kantor berita AFP, Kamis (15/5/2014).
Kedutaan-kedutaan besar Barat dan kelompok-kelompok hak asasi manusia mendesak Sudan menghormati hak perempuan yang sedang hamil delapan bulan itu untuk memilih agamanya. Media setempat melaporkan, hukuman itu tidak akan dijatuhkan hingga dua tahun setelah ia melahirkan. Mayoritas populasi Sudan beragama Islam dan negara itu pun menggunakan hukum Islam.

Oleh karena itu, marilah kita senantiasa berdoa dengan penuh ketekunan dan melihat bagaimana Allah menanggapi doa-doa kita dalam kasih. Allah sungguh mengasihi kita. Apabila ada sesuatu yang tidak bekerja seperti kita rencanakan, janganlah kita cepat-cepat merasa putus-asa atau mulai menggerutu, bahkan menyalahkan Allah. 

Marilah kita merenungkan teladan hidup Tuhan Yesus Kristus sendiri. Mari mau menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepadaNya. Jangan jemu-jemu berdoa (terlebih mendokan orang lain) dan memohon. Karena Allah Bapa selalu mempunyai pemikiran atau rancangan yang terbaik bagi kita – walaupun situasi dan kondisi yang berlangsung tampaknya sangat sulit di kehidupan ini.

Kesehatian dan tekun berdoa adalah kunci kita boleh saling menjadi saluran berkat Tuhan. Sebagai murid-murid dan pengikut Tuhan Yesus Kristus. “Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama,..” (ayat 14). Dan bahkan lebih lagi menjadi saluran berkat kasih penyelamatanNya bagi lebih banyak orang lainnya. 

Dari hati kita menyentuh hati siapapun, suku bangsa apapun bahkan agama apapun mereka. Lebih banyak melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan mengasihi sesama manusia. Hati yang mengasihi Tuhan dan sesama. Kesehatian dalam kasihNya terus memampukan kita lebih mendoakan dan memberlakukan pelayanan nyata setiap hari. Menjadi saluran berkat kasih karunia Allah. Mewujudkan kehidupan bersama yang lebih baik dan semakin indah. Amin.


Tulisan & Foto: Lusindo Tobing.