03 November 2011

refleksi minggu pertama November 2011


HARI TUHAN

Amos 5: 18-20



Walau semua hari adalah hari Tuhan, hari ini harinya Tuhan, besok dan kapanpun adalah harinya Tuhan. Sering dimaknai bahwa istilah “hari Tuhan” itu adalah “hari kedatanganNya ke dunia kedua kali”. Yang beredar cukup hangat belakangan adalah Tahun 2012 adalah tahun “hari Tuhan” tersebut. Armagedon, kiamat?

Tetapi “harinya Tuhan” bagi bangsa Israel di konteks perikop Amos adalah hari ketika Allah akan menghukum semua musuh mereka dan mereka sendiri akan dimuliakan (maknai ayat 19) . Yang sangat menarik, Nabi Amos mengejutkan mereka dengan menegaskan bahwa ketika hari itu tiba, itu akan berarti hukuman bagi bangsa Israel (juga kini berlaku untuk kita semua) yang berdosa.

Hal “hari Tuhan” di beberapa konteks dan pemahaman berbeda di atas sesungguhnya menorehkan satu refleksi kuat bagi kita. Soal kedatanganNya kedua kali, itu kepastian. Tentu tidak boleh ada keraguan mengenai itu. Kapan waktunya? Itu hak dan kuasa Allah yang menentukan, satu-satunya hanya Allah yang tahu. Ingat Firman yang berkata,” Aku akan datang seperti pencuri” (Matius 24: 43 & Wahyu 3: 3). Begitu pula tentang hal yang lebih “kecil atau sederhana” yakni hari Allah akan menghukum musuh-musuh Israel, prerogratif waktu penentuannya Allah! Namun di kedua perbandingan ini, bukankah kita yang harus bersikap lebih takut kepada Allah. Lebih mau melihat diri kita ke dalam. Lebih mau jujur mengakui dosa dan kesalahan, yang telah dan mungkin masih saja bercokol di hati, pikiran bahkan sikap tingkah laku keseharian?

Singkatnya, hikmat dari Tuhan tentang “hariNya” di tiap hari demi hari yang Tuhan beri setiap hari untuk kita jalani kini, apakah kita sudah lebih dilayakkan. Layak untuk menyongsong kedatangan Tuhan. Menyambut setiap penggenapan janji-janji dan rancangan Tuhan diberlakukan bagi dunia. Termasuk bagi hidup kehidupan kita di hari ini. Tiap hari menanti, tiap hari menunggu, tiap hari menanti menunggu dengan hikmat. Tidak pasif tetapi aktif! Aktif menjalani hari-hari dengan iman percaya, pengharapan tiada henti bahkan dengan terus melayankan Kasih bagi sesama.

Di dalam kitab ini, sesungguhnya Amos menyampaikan kesedihan Tuhan karena dosa-dosa Israel. Nyanyian yang berbentuk ratapan hati ini mengatakan bahwa malapetaka mereka itu sudah pasti, kegelapan dan bukannya terang (ayat 18 & 20) bahkan seakan-akan sudah terjadi. Tetapi dengan penuh hikmat dari Tuhan, Amos masih mengimbau umat itu untuk berbalik. Berbalik bertobat kepada Allah. Agar minimal "sisa-sisa keturunan" mereka dapat diselamatkan (baca ulang satu pasal 5 ini, juga khususnya ayat 15). Hal ini tentu harus menjadi sapaan HikmatNya yang menguatkan iman kita juga.

Mari lebih berhikmat menghadapi dan menjalani hari-hari kita sekarang juga khususnya besok. Mau lebih membuang ego dan kesombongan diri. Lebih berani meminta maaf dan memaafkan sesama. Tidak bosan-bosan lebih peduli, kepada anggota keluarga terdekat kita, tetapi juga bagi tetangga dan sesama. Dimanapun dan walau bagaimanapun keadaannya, tiap waktu tiap hari! Sehingga kita lebih bersemangat agar Keselamatan dari Allah adalah juga bagian kita. Tidaklah sekadar untuk generasi kita berikutnya. Tetapi sekarang. Sehingga anak-anak, dan anak-anak dari anak-anak kita berikutnya boleh lebih memiliki kepastian sungguh menjadi pewaris Keselamatan Sorgawi. Dan hidup kehidupan kita bersama hari inipun, kita sudah boleh mengecap “Keindahan Damai Sorgawi” Allah, Sang pemilik hari. Amin.



tulisan & foto: Lusindo Tobing.