22 September 2015

Refleksi Minggu Keempat September 2015


Mazmur 19: 8-15 


HIKMAT YANG BERTUMBUH  
   



Terik panasnya sinar matahari yang menjamah muka bumi (khususnya hampir sebagian Indonesia) saat ini menjadi bukti: Tak terbantahkannya keberadaan Tuhan Allah. Begitu pula hujan yang (telah dan akan) diberikanNya. Dan setiap bagian musim yang ada di negara dan bumi belahan manapun juga.     

Mari “menyanyikan” mazmur ini, dari pikiran serta hati kita yang tergugah keagungan Hikmat dan Kasih Allah. Semakin ditarik mendekat kepadaNya. Setia beribadah hanya kepada Tuhan Allah. Seraya kita disadarkan betapa jahatnya dosa-dosa dan bodohnya kita karenanya. Sehingga perlu di tiap ibadah kita (Ibadah Minggu dan di tiap ibadah dalam aktivitas kita sehari-hari) memohon dan kita boleh lebih menerima Hikmat.     

Bertumbuh dan terus bertumbuhlah melalui ibadah, hati-pikiran bertumbuh dengan dan dalam keindahan Hikmat Allah. Renungkan bagaimana pemazmur dengan indah memaparkan tujuh (menunjukkan angka sempurna) karakter Taurat-TitahNya-Ibadah yang takut hanya kepada Allah: 1.Sempurna; 2.Teguh; 3.Tepat; 4.Murni; 5.Suci; 6.Benar; dan 7.Adil (mohon baca lagi dengan tenang ayat 8-9). Sehingga kita semakin menuju “lebih indah daripada emas dan lebih manis daripada madu (ayat 11). Terhindar banyak hal negatif termasuk kesesatan, pelanggaran, dan tipuan orang jahat (ayat 12-14). 

Dan semakin berbagi, bersaksi yang berhikmat. Hikmat tidak boleh dipendam. Bersaksi yang berhikmat melalui ucapan mulut (ayat 15), serta khususnya tingkah laku kita kepada sesama manusia serta seluruh kehidupan. Hikmat yang setia dilakukan dengan tepat. Hikmat yang terus membagikan berkat. Hikmat yang tiada tamat. Amin. 



Tulisan: Lusindo Tobing.
Foto: Doc. Komisi Wanita GKJ Nehemia.

Refleksi Minggu Ketiga September 2015

Markus 9: 33-37 



KERENDAHAN HATI 




Ketika Tuhan Yesus Kristus mengambil seorang anak kecil, menempatkannya di tengah-tengah para murid (ayat 35-36), kemudian Ia memeluk anak itu dan mulai mengajarkan cara bagaimana para murid (dan kita juga sebagai jemaatNya di masa kini) menyambutNya dalam kerendahan hati.     

Ini terjadi ketika Ia kembali ke Kapernaum, lalu menuju ke rumah Petrus, yang merupakan markas kegiatanNya dan para murid di Galilea. Dengan pertanyaannya yang kata kerja “bertanya”, kemungkinan ini menunjukkan Tuhan Yesus terus menanyai para murid, mengenai pembicaraan mereka waktu di jalan sebelumnya. Namun bukannya menjawab pertanyaan Guru (Rabbuni), “mereka diam” (baca ayat 33-34). Menunjukkan kemungkinan para murid malu mengungkapkan pembahasan tidak layak itu. Karena saat dan baru saja menjelaskan tentang kematian-Nya yang sudah dekat, pikiran mereka rupanya malah dipenuhi hasrat tentang kesombongan pribadi dan di pertanyaan siapa yang terbesar di antara mereka?     

Tuhan menghardik para murid. Dan sesungguhnya Tuhan juga sedang menghardik kita sekarang! (baca dan renungkan kembali ayat 37). Mari menyambutNya dengan kerendahan hati. Tindakan rendah hati dalam Kasih Kristus, merupakan tindakan sangat mulia. Kerelaan untuk mengambil kedudukan yang rendah sebagai hambaNya, bahkan mengasihi-melayani anak kecil (bahkan perluasan permaknaannya berwujud: Melayani yang “kecil”, miskin, lapar-haus dan korban berbagai kejahatan serta bencana) merupakan tanda kebesaran sejati. Karena dengan melakukan hal itu, kita berarti sedang melayani Allah Bapa di dalam Kristus. Amin. 



Tulisan: Lusindo Tobing
Foto: Doc. Komisi Wanita GKJ Nehemia.