02 Desember 2014

Firman Itu Diam Di Antara Kita




Yohanes 1: 1-14




FIRMAN ITU DIAM DI ANTARA KITA





Seorang dosen di STT Jakarta bernama Prof. Dr. J.L.Ch. Abineno pernah bercerita bahwa Dr. Johannes Leimena sangat menyukai bagian Yohanes 1: 1-18  ini.  

 Pa Leimena demikian sapaan akrab kepada beliau, menurut catatan Wikipedia  adalah seorang Kristen (lahir di Ambon, Maluku, 6 Maret 1905 – meninggal di Jakarta, 29 Maret 1977 pada umur 72 tahun) yang menjadi salah satu pahlawan Indonesia. Ia merupakan tokoh politik yang paling sering menjabat sebagai menteri kabinet Indonesia dan satu-satunya Menteri Indonesia yang menjabat sebagai Menteri selama 21 tahun berturut-turut tanpa terputus. Pa Leimena masuk ke dalam 18 kabinet yang berbeda, sejak Kabinet Sjahrir II (1946) sampai Kabinet Dwikora II (1966), baik sebagai Menteri Kesehatan, Wakil Perdana Menteri, Wakil Menteri Pertama maupun Menteri Sosial. Selain itu Leimena juga menyandang pangkat Laksamana Madya (Tituler) di TNI-AL ketika ia menjadi anggota dari KOTI (Komando Operasi Tertinggi) dalam rangka Trikora.

Bpk. Dr. Johannes Leimena sangat menyukai Yoh 1 : 1-18 karena menurutnya perikop ini sangat bagus dan sangat kaya isinya. Bukan saja memberikan kepada para pembacanya kekuatan dan penghiburan untuk hidup pada waktu ini. Tetapi menurut Pa Leimena, perikop yang menjabarkan Firman itu menjadi manusia, tentang Allah dalam Tuhan Yesus Kristus, juga kaya membuka perspektif-perspektif  baru bagi kita untuk hidup di waktu-waktu yang akan datang. Bahkan jauh ke depan, tentang Keselamatan kekal. Yang sudah dimulai di antara kita, kehidupan manusia di bumi. 

Bukankah kita juga? Terlebih di konteks sekarang memasuki dan menjalani Desember 2014. Di suasana dan nuansa semua Gereja dan orang percaya menapaki Minggu-minggu Adven, malam jelang Natal dan Natal itu sendiri. Dengan beragam tantangan dan pergumulan kehidupan kita baik sebagai warga Kota Jakarta, rakyat dan bangsa Indonesia, serta penghuni dalam kehidupan bersama di dunia yang akan beralih dari Tahun 2014 ke Tahun yang Baru, Tahun 2015. 

Coba perhatikan saja ayat pertama (ayat 1) dari perikop ini. Sangat gamblang menegaskan bahwa Firman itu sesungguhnya adalah Allah. Ada sejak awal mula. “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” (ayat 1). Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus. Dan karena Dia adalah Allah, maka juga ada diam di antara kita sekarang ini.  Sampai esok, bahkan sampai selama-lamanya.

Jika dalam Injil Matius, Markus dan Lukas, di catat peristiwa kelahiran Yesus sebagai manusia, yang terjadi 2000 tahun lalu. Namun dalam bagian Injil Yohanes ini, dikatakan sebagai Firman yang menjadi manusia. Firman inilah yang menyatakan kedekatan Allah dengan manusia. Melalui-Nya Allah mewujudkan rencana-Nya dalam penciptaan, pemeliharaan dan penebusan. Artinya, Firman yang merupakan perwujudan kehadiran Allah sendiri, memiliki wibawa dan kuasa Allah. Yesus Kristus yang kita peringati kelahiran-Nya, adalah Allah. Dalam Dia ada hidup.
“Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” (ayat 14).

Tuhan Yesus Kristus memancarkan terang kemuliaanNya.  Di ayat 4-5 menjelaskan:  Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.”  Terang adalah aktivitas pertama Allah mencipta, baru kemudian disusul ciptaan lainnya. Terang dijadikan rekan sekerja Allah dalam lingkup sejarah keselamatan manusia, tujuannya, supaya manusia menyaksikan terang itu; sebab tanpa terang kehidupan tidak dapat berlangsung. Yesus Kristus yang lahir itu adalah Terang Hidup manusia. Melalui-Nya kesaksian Kristiani akan bermuara pada perwujudan kesadaran manusia terhadap dosa dan pengakuannya akan kebenaran Injil Kristus, dan kepada-Nyalah hidup bergantung. Dalam Terang itu kita dapat hidup dan beroleh hidup. Oleh karena itu, mari lebih persilakan Sang Juruselamat sendiri yang menjadi terang dalam hidup kita dan semua umat manusia.

Dengan kelahiran dan kehadiran Kristus, Allah yang kekal itu menjadi manusia (coba baca  Filipi 2:5-9). Kemanusiaan dan keilahian berpadu di dalam diri-Nya. Dengan merendahkan diri-Nya Ia memasuki hidup kemanusiaan dengan segala keterbatasan dari pengalaman manusia. Bahkan secara harafiah juga digunakan untuk kita, ada kata “daging”.  “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;  orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah” (ayat 12-13). Dengan menggunakan istilah itu (lihat  Roma 7:5).  Injil Yohanes sebenarnya menekankan juga bahwa Firman itu benar-benar termasuk umat manusia. Hal ini kerap kali ditonjolkan penulis Yohanes. 

Bahkan hingga ayat terakhir (ayat 14), ajaran dan penegasan bahwa Kuasa Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus, yang sangat mengasihi bahkan mau-maunya dating ke dunia menjadi sama seperti kita. Manusia yang sangat-sangat berdosa. “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran”.  Kata dan kalimat  diam di antara kita”, memastikan konteks dan locus (lokasi) di sini di dunia bawah ini. 

Setelah mengambil rupa dan sifat manusia, Ia menempatkan diri-Nya pada tempat dan keadaan manusia-manusia yang lain. Firman bisa saja menjadi manusia dan diam di antara para malaikat. Namun tidak demikian halnya dengan Dia. Setelah mengambil tubuh yang sama dengan tubuh kita, di dalam tubuh itu pula Ia datang dan berdiam di dunia yang sama dengan kita. Ia diam di antara kita.
Ya, Firman itu diam di antara kita. Kita yang adalah debu, abu dan uap yang sebentar ada lalu lenyap (bisa dibaca Kejadian 2:7;  3:19 & Yakobus 4: 14) . Yang sesungguhnya “sama sekali tidak dibutuhkan-Nya”, kita yang tidak dapat memberi-Nya manfaat apa-apa, kita yang cemar dan bejat, dan yang telah memberontak terhadap Allah. Tuhan Allah datang dan diam bahkan di antara para pemberontak (Mazmur 68: 19).

Apabila kita melihat “dunia atas”, dunia roh, kita akan tersadar betapa hina dan menjijikkannya daging ini, tubuh ini, yang selalu kita bawa-bawa bersama kita, dan dunia yang ke dalamnya kita dilemparkan ini, dan betapa sulitnya rasanya untuk berdamai dengan tubuh dan dunia ini! Namun demikian, kini Firman kekal telah dibuat menjadi manusia, mengenakan tubuh seperti kita dan diam di dunia ini seperti kita, dan dengan begitu Ia telah memberikan penghormatan kepada tubuh maupun dunia kita ini. 

Jadi karena itulah, kita juga harus mau tinggal di dalam daging ini selama Allah mempunyai pekerjaan untuk dilakukan di dalam dan melalui kita. Kristus sendiri pun diam di dunia bawah ini, seburuk apa pun dunia itu, sampai Ia menuntaskan apa yang harus dikerjakan-Nya.  Ia diam di antara orang-orang Yahudi, supaya nubuat Alkitab digenapi (Kejadian 9:27; Zakharia 2:10). Meskipun orang Yahudi tidak baik hati terhadap-Nya, Ia tetap diam di antara mereka. Ia diam di antara kita. Ia ada di dalam dunia.


Dan ingat, bukan sebagai pelancong yang menginap hanya untuk semalam, tetapi Ia diam di antara kita. Benar-benar tinggal dalam waktu lama. Amati kata aslinya (ayat 14), eskēnōsen en hēmin -- Ia diam di antara kita, yang arti dan refleksinya:
  • Pertama, bahwa Ia diam di bumi dalam keadaan yang sangat hina, seperti para gembala yang diam di tenda-tenda. Ia tidak diam di antara kita seperti di dalam istana, tetapi seperti di dalam tenda, sebab Ia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya, dan selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.
  • Kedua, bahwa kedudukan-Nya di sini adalah sebagai seorang prajurit. Para prajurit diam di tenda-tenda. Sejak dari dulu Ia menyatakan perang terhadap keturunan ular, dan kini Ia sendiri maju ke medan pertempuran, menaikkan panji-Nya, dan memasang tenda-Nya, siap bertempur.
  • Ketiga, bahwa kediaman-Nya di antara kita tidaklah untuk selamanya. Ia diam di sini seperti di dalam tenda, tidak seperti di dalam rumah. Para bapa leluhur orang Yahudi, ketika berdiam di kemah-kemah, mengakui bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini, dan mencari-cari negeri yang lebih baik. Begitu pula dengan Kristus di sini, yang meninggalkan contoh bagi kita (Baca juga Ibrani 13:13-14).
  • Keempat, bahwa seperti halnya pada waktu dulu Allah diam di dalam kemah suci Musa, dengan shekinah (kemuliaan dalam bahasa Ibrani) di antara dua kerub, begitu pula sekarang Ia diam di dalam sifat kemanusiaan Kristus, yang kini merupakan shekinah yang sesungguhnya, tanda kehadiran Allah secara khusus. Dengan demikian, kita dapat menyampaikan segala permohonan kepada Allah melalui Tuhan Yesus Kristus, serta dalam urapan Roh Kudus untuk menerima-melakukan sabda-sabda Allah dari Dia.
Sekali lagi ingat akan "Kemah Kudus" (Kemah Perjanjian), tempat Allah menyatakan Diri kepada Musa. Menurut Iman orang Israel: Allah hadir ditengah mereka, pada perjanjian mereka dari Mesir ke tanah yang dijanjikan. Kalau demikian, maka titik persamaan ialah, bahwa Putera Allah, yaitu Allah sendiri, hidup ditengah orang-orangNya dan semua manusia.

Sebelum iman dapat menghasilkan kelahiran baru, iman memerlukan suatu objek untuk dipakai sebagai landasan, yaitu inkarnasi Firman, Anak Allah. Allah. setelah mengungkapkan diri di dalam penciptaan dan sejarah, di mana aktivitas Logos tampak, tetapi oknum-Nya terselubung, kini mengungkapkan diri melalui sang Putra dalam bentuk manusia, yang bukan sekadar mirip, tetapi benar-benar menjadi manusia. Peristiwa Natal merupakan suatu rahasia besar tentang mengapa dan bagaimana Allah di dalam Kristus menjadi manusia sejati. Tidak dapat dikatakan bahwa Tuhan Yesus hanya kelihatannya saja sebagai manusia. Juga, tidak dapat dinyatakan bahwa merupakan campuran Allah dan manusia. Tuhan Yesus Kristus adalah sungguh-sungguh manusia 100%, juga adalah Allah sejati (100 % Allah). 

Peristiwa Natal membuktikan bahwa Allah dan manusia dapat bersekutu. Peristiwa Natal menyatakan bahwa Allah ingin berdamai dengan manusia. Berita perdamaian ini harus disampaikan kepada semua umat manusia. Allah mengutus utusan-utusan-Nya, termasuk saya dan anda di konteks sekarang ini. Jika ingin lebih mengenal dan melihat Allah, maka manusia dapat melihat Tuhan Yesus Kristus dengan segala ajaran dan teladanNya. Tidak ada yang dapat datang ke Bapa kecuali melalui Yesus (Yoh. 14:6). Mungkin inilah tantangan tetapi juga kesukacitaan kita untuk menyampaikan berita Natal ini kepada semua orang bahkan seantero kehidupan, bahwa : (mari bersama-sama ucapkan)  “Firman itu diam di antara kita.”

Selamat menjelang, menikmati dan terus menjadi saksi-saksi Kasih dan Damai Natalis Sang Juruselamat.  

Selamat Hari Natal 2014 & Tahun Baru 2015 bapak/ibu/saudara-i. Kuat Kuasa Kasih Tuhan Yesus Kristus selalu ada, diam bertakhta dan menggenapkan rancangan karya penyelamatanNya untuk kita semua. Amin.



tulisan & foto: Lusindo Tobing.

13 November 2014

Berbagi Kehidupan



  
Berbagi Kehidupan Dengan Sesama Warga Jemaat 
Dan Sesama Manusia

Roma 12: 9-21




Warga Jemaat dan semua -siapapun Anda-dalam Kasih Tuhan, coba renungkan nasihat danFirman Tuhan  yang tertulis 
di ayat 16, “Hendaklah kamu sehatisepikir dalam hidupmu bersama;
janganlah kamu memikirkanperkaraperkara yang tinggi, tetapi 
arahkanlah dirimu kepadaperkaraperkara yang sederhana. Janganlah
menganggap dirimupandai!”  Ya, mari mau rendah hati, lebih 
mengenal kiri dan kanan,teman-teman jemaat, rekan-rekan seiman 
dalam kehidupan Jemaat dan lebih luas dalam masyarakat. 


Dan mau serta mampu melakukan 3 hal ini:
 
1. Keakraban Antar Sesama Manusia.
Mari jadi anggota keluarga, jemaat dan masyarakat  yang akrab. 
Dengan konteks pembacaan Roma 12: 9-21, yang berisi nasihat-nasihat untuk hidup dalam Kasih. Lalu kita sekarang 
menghubungkannya dalam kehidupan berjemaat  & bermasyarakatdi manapun
kitaberada. Di tantangan juga godaan dunia yang egoism dan 
sangat individualisme sekarang ini, tantangan kita bersama adalah 
mau dan mampu bersama membangun keakraban. Dengan dasar 
Kasih, lalu sama-sama kita mewujudkan apa yang difirmankan Tuhan 
di ayat 10, “Hendaklah kamu saling mengasihi  sebagai saudara dan 
saling mendahului  dalam memberi hormat.”

2. Harus Diupayakan!
Dan semua keakraban dalam cinta kasih Tuhan Yesus Kristus 
tersebut harus diupayakan terus! Tidak boleh berhenti dan tidak bisa 
digantikan dengan hal-hal negatif apapun. Terlebih di keadaan saling curiga, membenci dan bahkan saling menyakiti. Mari kita menjadi pribadi dan keluarga yang mengupayakan keakraban persaudaraan mulai 
dari hal-hal kecil, sederhana, tiap hari. Berjuang terus, teruslah 
berupaya,  membangkitkan semangat menjunjung tinggi persatuan, 
persaudaraan dan kesehatian di antara kita. Persaudaraan yang 
saling mengasihi dengan tulus. Yang akan menciptakan damai 
sejahtera di dalam tiap keluarga dan meluas ke seantero keluarga 
jemaat hingga masyarakat dan kehidupan luas. Terwujudnya persaudaraan yang saling mengasihi dengan tulus. 
Dan itu haruslah meluas kepada siapapun, di manapun dan dalam 
keadaan apapun orang dan keluarga di manapun juga. Bahkan kita 
akan terlibat aktif untuk tidak mudah kalah terhadap kejahatan, 
tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan! (baca kembali 
ayat 21).

3. Keluarga Bersaksi
Kisah perjalanan hidup seorang perempuan Thailand bernama Mae 
Toi mungkin perlu kita teladani. Ketika ia divonis menderita kanker, 
dan dokter menyatakan hidupnya hanya tersisa paling lama 2 tahun 
lagi. Walau dunia sekitarnya tidak peduli, Mae Toi mengisi sisa hidup
nya tersebut dengan merawat serta membesarkan 3 orang anak. 
Ketiga anak ini diambilnya dari 3 tempat berbeda. Anak-anak yang 
miskin, penuh keterbatasan dan terkadang tidak masuk dalam 
hitungan sosial masyarakat. Mae Toi bersaksi dengan mengasihi dan 
merawat anak-anak tersebut dengan cinta kasih dan sayang yang 
tulus.  Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat 
dan lakukanlah yang baik (ayat 1). Mari bersaksi juga dengan 
berusahalah hidup damai dengan semua keluarga, jemaat dan 
semua orang. Dengan nyata sehari-hari mari menjadi keluarga yang 
saling berkesaksian! Di ayat 15 bahkan jelas diperintahkan agar kita 
semua, “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan 
menangislah dengan orang yang menangis!  Mari keluarga-keluarga, serta tiap pribadi, kita berkomitmen berupaya untuk 
memajukan dan mengembangkan kehidupan bersama kita. Mau dan mampu lebih saling berbagi lebih banyak hal-hal 
positif. Dan membawa diri kita sendiri, juga semua anggota keluarga –bersama seluruh Gereja dan manusia 
di seluruh dunia- hidup lebih hidup hanya untuk kemuliaan Tuhan 
saja!

Katakan dan lakukanlah, ”Aku mengasihimu dan Tuhan lebih lagi”.  
Amin.



tulisan & foto: Lusindo Tobing.

05 November 2014

Sikap Berdoa





SIKAP BERDOA
Matius 6: 5-15





“Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu,” (ayat 9). Orang Kristen yang tidak berdoa itu sama saja seperti manusia hidup yang tidak bernapas. Sebab itu hendaklah setiap orang percaya berdoa. Tanpa doa, tidak ada anugerah. Dibandingkan memberi sedekah, dalam doa kita lebih langsung berhubungan dengan Allah. Oleh sebab itu kita seharusnya bersikap lebih tulus lagi dalam berdoa, dan inilah yang diajarkan Tuhan Yesus Kristus dalam perikop kali ini.

"Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik, atau melakukan seperti yang mereka lakukan" (ayat 5). Perhatikanlah, orang yang tidak mau meniru orang munafik dalam cara dan tindakan mereka, juga tidak boleh seperti orang munafik dalam pikiran dan tabiat mereka. Kristus memang tidak menyebut langsung nama siapa-siapa, tetapi dalam Matius 23: 13, juga di beberapa kesempatan lainnya, tampaklah bahwa yang dimaksudkan-Nya dengan orang munafik terutama adalah para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. 

Ada dua kesalahan besar yang mereka lakukan ketika berdoa, dan kita diperingatkan berhati-hati untuk tidak melakukannya. Yaitu: 1. Keinginan akan kemuliaan yang sia-sia belaka (ayat 5-6) dan 2. Mengulang-ulang apa yang kita doakan secara sia-sia (ayat 7-8)
Tuhan Yesus bukan hanya mengoreksi motivasi dan isi doa yang salah. Ia kini mengajar mereka bagaimana mereka seharusnya sikap berdoa. 

Berdoa itu berbicara langsung dengan Allah secara hangat, sederhana, dan apa adanya. Dengan hangat kita memanggil Allah, Bapa Surgawi kita sebab Tuhan Yesus, Putra-Nya yang Tunggal telah lebih dulu memanggil kita untuk mengikut Dia dan belajar dari Dia. Doa itu sederhana, tidak rumit dan bertele-tele sebab bukan pertunjukan rohani, tetapi merupakan perjumpaan hati dengan hati. Doa dalam hubungan riil memungkinkan orang membuka hidupnya apa adanya di hadapan Allah.

Doa yang baik adalah menyembah Allah, serta mendahulukan kepentingan Allah lalu menempatkan kepentingan kita di dalam wilayah kepentingan Allah. Inilah sikap doa yang Tuhan Yesus ajarkan. Tiga pokok penting menyangkut Allah (ayat 9-10) merangkul tiga pokok penting kebutuhan nyata kita (ayat 11-13). Doa yang dimulai dengan sapaan iman kepada Allah Bapa Surgawi, ditutup dengan pernyataan iman tentang kedaulatan Allah (ayat 13b). 

Tiga hal yang perlu kita utamakan dalam doa dan hidup kita adalah Nama, Kerajaan, dan Kehendak Allah. Kita berdoa agar diri Allah dijunjung tinggi, pemerintahan-Nya terwujud, dan kehendak-Nya yang baik itu terjelma dalam dunia nyata melalui kita. Allah juga memperhatikan kebutuhan jasmani dan rohani kita. Karena itu, kita tidak perlu ragu memohon agar Allah memenuhi kebutuhan hidup kita. Apalagi memohon kebutuhan rohani kita akan pengampunan dan kemenangan dari berbagai pencobaan.

Dan Doa Bapa Kami bukan sekadar hafalan. Tuhan Yesus mengajarkan doa ini agar nafas, semangat dan prinsip di dalamnya ditaati. Semua orang yang berdoa harus sungguh menyadari siapa dirinya dan siapa Tuhan. Sebagai ciptaan berdosa, kita menggantungkan diri kepada sifat-sifat agung Allah. Sebagai orang yang telah diampuni dan diperdamaikan Kristus, kita mempercayakan diri penuh kepada-Nya. Di dalam tekad meninggikan Allah dan menyaksikan Kerajaan-Nya terwujud di bumi, seharusnya seluruh kebutuhan rohani dan jasmani kita kita pertaruhkan kepada Tuhan Allah.

Doa Bapa Kami sesungguhnya memadukan: Pertama menyembah dengan sikap tidak egois. Allah bukan milik dirinya sendiri, tetapi Allah dari semua orang beriman. Yang jadi bukanlah pemerintahan manusia, sebab Allah berdaulat penuh di surga dan di bumi. Kedua, sikap arah hidup ke masa depan. Ketiga, kebutuhan manusia, seperti pengampunan dosa, bimbingan agar dijauhkan dari semua pencobaan yang menjatuhkan pada kejahatan, dan diwujudnyatakan dalam sikap hidup sehari-hari. Setiap orang beriman yang berdoa menempatkan diri dalam arus tak terbendungkan dari pewujudan kehendak penyelamatan dan Kerajaan Kasih Allah ini.

Oleh karenanya kita perlu berdoa menurut doa yang Tuhan Yesus ajarkan ini dengan segenap hati dan menjadikan kebenaran di dalamnya model bagi semua doa-doa kita. Sikap hubungan kita dengan Allah tidak dapat dilepaskan dari sikap hubungan kita dengan sesame. Jadi maknai ini sekali lagi: Sikap penerimaan Allah akan doa kita pun terkait dengan sikap penerimaan kita akan sesama kita. 

Teruslah refleksikan dalam sikap hidup bahkan hingga akhir hidup, sama seperti hingga di bagian akhir Doa Bapa Kami, “.. dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.”




tulisan & foto: Lusindo Tobing.

04 November 2014

In Action.. :)

In Action.. :)













Foto oleh: Bpk. Natanael Dwi Sulistianto,
terima kasih ya pak.. Tuhan memberkati  :)