17 November 2012

2 Buku Baru Saya (Lusindo Tobing)

Puji Tuhan...!

Telah terbit 2 buku baru saya, bahkan jauh lebih cepat dari yang direncanakan.

Buku pertama adalah "Chocolate for The Soul" berisi kumpulan status Halaman facebook Lusindo Tobing. Yang pasti membuat hati dan hidup Anda pembaca disegarkan, sungguh menikmati kehidupan dalam Tuhan, bertambah indah dan manis.

Buku kedua adalah "Blog to Book" berisi kumpulan renungan refleksi dan kont...

emplasi di Blog Lusindo Tobing. Sungguh mendukung dan bisa melengkapkan pertumbuhan iman, pengharapan dan kasih kita. Kepada Tuhan dan sesama.

---

Segeralah membeli dengan menghubungi Ibu Dian 0878-78539887 / Pin BB 27D2A732. Bisa jadi pilihan terbaik sebagai bacaan rohani dan kado cinta kasih menyambut Natal 2012 & Tahun Baru 2013. Tuhan memberkati :)

-Gratis ongkos kirim untuk JABODETABEK-




----

Chocolate for The Soul
(126 hal. / Harga Rp. 40.000,- saja)


KATA PENGANTAR

Sejak fb (baca: facebook) mulai dikenal mendunia kemudian masuk ke Indonesia, penulis sudah melihat ada “peluang” yang sangat besar untuk bisa menyuarakan kabar sukacita Tuhan dalam bentuk pembuatan dan penyebaran status-status fb yang membawa damai, semangat juga refleksi yang menggugah. Apalagi jika bisa membawa pemulihan hati para pembaca dan bahkan sikap perbuatan menjadi lebih baik.

Terlebih lagi ketika banyak suara-suara minor yang melihat media dunia maya (blog, fb, twitter, dan lain-lain) hanyalah wadah yang isinya melulu negatif, kotor, merusak dan harus dihindari. Padahal, dari hari ke hari kenyataan mengatakan berbeda. Bahkan semakin banyak survey yang sangat bisa dipertanggungjawabkan bahwa manusia sekarang yang kian modern dan canggih, semakin lebih cepat dan lebih banyak membuka, melihat, membaca, bahkan lebih “percaya” kepada apa yang ada di dalam media dunia maya tersebut. Ketimbang melihat media-media konvensional seperti televisi, buku cetak, majalah dan koran. Hal-hal seperti ini menambah kerinduan penulis untuk memberi sumbangan tulisan rohani yang positif, bersih, murni dan menyelamatkan. Yang menginspirasi pikiran, menggugah hati, memberi semangat, menguatkan iman dan menggiring pembaca (siapapun, bangsa suku ras apapun bahkan agama apapun) dan kehidupan bisa sedikit jadi lebih dekat dengan Tuhan, Sumber Kasih, Berkat dan Damai Sejahtera. Memaknai ulang hidup kehidupan bersama dengan lebih baik. Bahkan terpacu lebih menjadi saluran berkat dan cinta kasih yang manis bagi sesama.

Ya, manis bagai cokelat. Cokelat itu selalu kecil tetapi nikmat, enak, sekaligus melegakan, menenangkan dan menyukakan hati pikiran. Membuat hati dan hari jadi tambah bahagia. Bahkan dengan takaran cukup akan sangat menyehatkan. Tidak seberat makanan pokok. Tetapi bisa jadi asupan sehari-hari yang melengkapi kebutuhan jasmani juga khususnya suasana hati, rohani.

Itulah mengapa buku ini saya beri judul: Chocolate for The Soul.

Puji sembah syukur kepada Tuhan atas hikmat refleksi di tiap status demi status fb yang saya buat: http://www.facebook.com/lusindotobing. Semua berkat kasih karuniaNya. Terima kasih untuk Tim Buku. Dan kepada semua pihak, setiap orang, juga kejadian, fenomena, peristiwa dalam dimensi nyata kehidupan saya sehari-hari, yang kerap mendatangkan inspirasi sederhana, namun menjadi refleksi yang kuat indah.

Dan manis seperti cokelat. :)





---


Blog to Book
(274 hal. / Harga Rp. 50.000,- saja)


KATA PENGANTAR

Sesungguhnya buku ini adalah lanjutan. Dari buku pertama saya yang berjudul “Diam”, atau sebut saja Buku Diam 1. Jika dulu, buku yang pertama bentuknya kecil dan tipis. Sungguh bersyukur bahwa Buku diam 2 (Blog to Book) ini sedikit lebih besar formatnya dan tentu lebih tebal halaman isinya.

Sesungguhnya buku ini adalah kumpulan tulisan (dan juga beberapa foto) hasil karya sendiri. Hasil perenungan, kontemplasi dan rentetan refleksi. Yang saya awali saat menulis untuk renungan tiap Minggu di Warta Jemaat GKJ Nehemia –Jemaat di mana saya melayani-. Kemudian terus berlanjut menulis di dunia maya: http://lusindotobing.blogspot.com/

Sesungguhnya buku ini bisa terwujud tentu hanya karena berkat dan kasih karunia Tuhan. Dan terima kash kepada Tim Buku,juga semua pihak, setiap orang, juga kejadian, fenomena, peristiwa dalam dimensi nyata kehidupan saya sehari-hari, yang kerap mendatangkan inspirasi sederhana, namun menjadi refleksi yang kuat indah.

Dan..

Sesungguhnya buku ini jika sudah ada di tangan Anda (para pembaca terkasih), maka.. selamat membaca, selamat merenungkan merefleksikannya, selamat mencerna secara iman dan spiritualitas Anda masing-masing. Khususnya, selamat memberlakukan nyata di kehidupan yang lebih benar, lebih baik dan lebih indah. Untuk sesama, dan bagi kemuliaanNya.

Tuhan Yesus Kristus memberkati. :)



29 Oktober 2012

refleksi minggu pertama November 2012


FORGIVE  & FORGET




Mazmur 103


Forgive and forget? Forgive or forget?? Mana yang lebih dulu, memaafkan dulu atau melupakan terlebih dulu? Atau bisa bersamaan?? Kitab Mazmur menggiring kita secara spiritual untuk mengambil langkah satu persatu. Nyata dalam proses. Seperti tumbuhan yang berproses dari kecil -akarnya masih pendek, batang masih kecil lemah dan berbagai bagiannya juga demikian. Hingga terus bertumbuh  - akarnya menjadi panjang ke mana-mana mendalam ke tanah, batang, ranting, daun, bahkan buah dan lain-lain juga, jadi pohon yang dewasa, besar kuat!

Pertama, mari kuat bertumbuh untuk mengampuni. Memang harus diambil langkah salah satu dari keduanya. Dan yang terbaik adalah mari berani dan ahlilah mengampuni. Mau mengampuni karena sudah yakin penuh bahwa kita sudah diampuni lebih dulu oleh Allah. "Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu." (coba baca dan maknai lagi ayat 3 ini). Dan bukan mau mengampuni sesama atau siapapun yang telah dan sedang menyakiti atau berbuat sesuatu salah kepada kita, untuk kita mendapatkan atau menerima sesuatu, termasuk pengampunan. Singkatnya, firman Tuhan kali ini mengingatkan sekaligus mengajar kita untuk bersedia benar-benar melakukan pengampunan. Mengampuni siapapun juga, bukan "untuk" tetapi "karena". Bukan untuk diampuni, tetapi karena sudah diampuni.

Mari nyanyikan sebuah lagu yang mengkonfirmasi mengampuni dan pengampunan Allah tersebut. Misalnya ada lagu yang berbunyi demikian, "Tuhanku bila hati kawanku.. terluka oleh tingkah ujarku.. dan kehendakku jadi panduku, ampunilah.." Coba ulangi beberapa kali, ganti kata "kawan" tadi misalnya dengan kata "isteriku", atau "suamiku", atau "anakku", atau "papaku, mamaku... dan seterusnya". Masuklah dalam hadirat Kasih Pengampunan Allah lebih lagi, berefleksilah dengan hati pribadi dan mohonkan kekuatan untuk akhirnya dimampukanNya mengampuni sesama manusia "karena" pengampunan Allah.

Pelukan cinta kasih Allah di dalam nama Tuhan Yesus Kristus akan memurnikan memulihkan kita untuk kuat mengampuni. Sehingga iman pun akan makin bertumbuh sehat (ingat seperti analogi sederhana tentang tumbuhan tadi). Bahkan sepertinya jika di tangan kanan kita tertoreh kekuatan untuk mengampuni, maka di tangan kiri tertorehlah kemampuan (juga dari Tuhan) untuk melupakan. Dari mengampuni ke melupakan.

Mari ulangi dan ulangi beberapa kali lagi Mazmur 103 ini. Bayangkan dan maknai dengan dalam betapa Allah memberkati pemazmur untuk tidak berhenti melangkah maju dalam hidupnya karena marah, dendam bahkan luka hati. Jangan menyerah. Jangan, jangan dan jangan pernah menyerah atas kejahatan bahkan kegelapan! Persilakan Tuhan saja yang selidiki dan memulihkan hati kita. Lalu mari for-GIVE maka kita akan dilayakkan untuk for-Get. Sengaja tulisan ungkapan tersebut dibuat demikian, karena hanya ketika kita memberi maka kita lebih lagi akan menerima. Sudah menerima pengampunanNya, tetapi ketika kita sungguh mau dan memberlakukan nyata mengampuni sesama, maka kita layak untuk menerima berkat-berkat damai kebahagiaan dan sejahteraNya, lebih lagi.

Mari katakan, "aku mengampunimu dan Tuhan lebih lagi." Lalu dengan kekuatanNya, lakukan! :)

Perlahan tetapi pasti, lihatlah dan kecap dengan iman, kita bisa bernyanyi seperti pemazmur. "Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikanNya!" (ayat 2) dan juga, "Pujilah Tuhan, hai segala buatanNya, di segala tempat kekuasaanNya! Pujilah Tuhan, hai jiwaku!" (ayat 22). Ketika bisa mengampuni, bahkan kemudian terus dan setia berjuang untuk berhasil melupakan, maka yang muncul adalah puji-pujian kepada Tuhan. Ada ucapan syukur mulia dan tinggi, mengalahkan berbagai dendam dan penyesalan. Dengan hikmat dari Allah saja, kita berhasil menjadi duta damai. Dari Allah untuk dunia. Dimulai dari dalam kehidupan keluarga, kantor- pekerjaan dan dinas, studi -sekolah dan kampus, bahkan dengan tetangga lingkungan dan siapapun juga. Ada pengampunan.. Ada melupakan.. Ada damai di kehidupan. :)

Amin.




tulisan & foto: lusindo tobing.









24 Oktober 2012

refleksi minggu keempat Oktober 2012


MENJADI BUAH YANG BAIK






Matius 7: 15-20


Buah yang baik berasal dari pohon yang baik. Mungkin itu sedikit kristalisasi refleksi awal kita, khususnya seperti yang tertulis di ayat 17 dari pasal 20 Kitab Injil Matius ini.

Semua kita senang terhadap buah yang baik. Bahkan sesungguhnya kita semua senang akan semua yang baik. Apapun yang baik. Jika itu buah yang baik maka kita senang melihatnya, senang menerimanya, senang mendapatkannya dan apalagi senang menikmatinya. Oleh karena itu, mari hiduplah atau bahkan menjadi pohon yang baik!

Dan untuk itu mari hidup hanya di dalam Tuhan. Karena hanya Dia-lah yang sesungguh-sungguhnya baik. Tidak ada yang lain. Mari hidup melekat pada Allah. Hidup dalam Firman dan AjaranNya. Setia dan taat berjuang memberlakukan apa yang baik. Berpikir yang baik, merencanakan yang baik, menginginkan yang baik, berdoa tentang dan akan hal yang baik, berkat-kata yang baik, mendengar dengan aik, menuntun dengan baik, bahkan mengasihi dan mengampuni sebaik-baiknya. Sekali lagi, baik dalam Tuhan.

Bagian perikop kita kali ini, sesungguhnya mengajak pembacanya (termasuk kita tentu) untuk berwaspada. Waspada khususnya kepada ajaran sesat dan orang-orang mnyesatkan iman. Namun secara khusus, dijabarkan dengan gamblang cara mengidentifikasinya. Yakni dengan melihat dan mencermati buah-buah pekerjaan dan pelayanan yang dilakukan. Apakah baik atau buruk?

Jika kita boleh lebih digambarkan seperti pohon dan buah tadi. Marilah kita sejak bertumbuh (jasmani khususnya rohani spiritual kita) sungguh bertumbuh dengan baik. Terus menerus hingga besar dan kuat dan menghasilkan buah-buah yang baik. Dan kita dalam hidup sehari-hari layak untuk disajikan (atau menyajikan diri) sebagai potongan-potongan buah yang enak, manis dan khususnya menyehatkan! Buah yang baik.

Dan lakukanlah tiada henti. Berbuahlah yang baik dengan setia. Sajikanlah potongan buah-buah yang baik dengan taat. Bagi sesama manusia. 

Dan semua kembali hanya untuk kemuliaan... kebaikan Tuhan saja. Amin.




tulisan dan foto: lusindo tobing 


refleksi minggu ketiga Oktober 2012


BERKORBAN BUKAN MENGORBANKAN





Yesaya 53

Selain ungkapan "Simbiosis Mutualisme" (hubungan yang saling menguntungkan di kedua belah pihak), ada dua ungkapan lain. Yakni "Simbiosis Komensalisme" dan "Simbiosis Parasitisme".  Simbiosis Komensalisme kurang lebih berarti hubungan dua pihak, di mana pihak yang satu tidak merasa dirugikan tetapi pihak yang lain dirugikan. Sedangkan Simbiosis Parasitisme dari bunyinya saja kita bisa mereka artinya, di mana pihak yang satu dirugikan dan pihak yang lain dirugikan dalam satu hubungan tertentu.

Pertanyaan mengajak refleksi kita sedikit lebih mendalam adalah bentuk manakah kira-kira yang merupakan atau minimal mendekati bentuk hubungan kita dengan Tuhan? Dan khususnya sebaliknya Tuhan dengan kita? Tidak perlu berputar-putar coba menjawabnya. Jawabannya adalah tidak ketiganya! Ya, karena dari bacaan    Kitab Yesaya kita dicerahkan ulang, bahwa bentuk relasi, hubungan dan keterkaitan kita adalah sesungguhnya berkorban. Kemauan untuk berkorban. Dan benar-benar berkorban!

Seperti Tuhan Yesus Kristus sendiri telah berkorban. Allah penguasa lagit dan bumi "mau-maunya" datang turun ke dunia. Lalu dalam rupa seperti kita, manusia debu yang penuh cacat cela dosa, Tuhan Yesus lahir, mengajar menawarkan Keselamatan dan akhirnya mengorbankan diriNya untuk tebus dosa-dosa kita semua manusia. Pengorbanan untuk mau menderita bahkan kesakitan dan mati, menanggung kesakitan kita, memikul penderitaan kita (baca lagi Yesaya 53: 4). Mau kah kita?

Mari bersedia prihatin. Mari bersedia menderita. Bukan prihatin dan menderita untuk ego dan apalagi mengharapkan pamrih. Mari prihatin untuk orang lain. Mari menderita untuk sesama.

Dan mari lakukan nyata. Dengan tulus hati. Berokorban dengan ketulusan hati. Tidak ada "agenda tersembunyi", tidak ada "udang di balik rempeyek eh.. di balik batu :)" dan seterusnya. Tetapi benar-benar mau berkorban untuk sesama dan bahkan untuk kepentingan bersama yang lebih luas. 

Berkorbanlah.. bukan mengorbankan. Jangan puas hanya sekadar bisa mempersembahkan korban dalam bentuk apapun kepada Allah. Tetapi mari, sekali lagi marilah dari ketulusan kejernihan hati sanubari, lebih lagi mau dan sungguh melakukan nyata pengorban kepada sekeliling. Dari hal-hal yang sederhana hingga besar. Berhentilah menghalalkan segala cara untuk hanya memuaskan ego apalagi nafsu. Apalagi tega-teganya mengorbankan orang lain atau pihak lain, hanya untuk keuntungan dan kerakusan diri sendiri. Mari mulai dan lebih berani lagi untuk berkorban. Lebih sering mempersilakan orang lain terlebih dulu, lebih memaklumi, lebih mau menyediakan waktu untuk hal yang baik, lebih sering tersenyum walau berat, lebih berani untuk mengasihi dan lebih rajin untuk melayani membantu-menolong. Khususnya mereka yang kecil lemah, bergumul berat, yang sungguh membutuhkan. Siapapun, agama, ras, suku, bangsa bahkan agama apapun!

Tuhan pasti akan dan selalu menguatkan niat berkorban dan upaya berkorban kita. Tidak sekadar menerima persembahan korban kita. Mau lebih sering melayani. Bukan hanya maunya dilayani terusss (baca maknai ulang lagi Markus 10: 45). Dan jika makin sering kita lakukan, hidup akan semarak. Semakin semarak, karena hidup yang kita jalani ini semakin ada arti. Semakin bahagia.

Berbahagia karena berkorban. Amin.



foto dan tulisan: lusindo tobing.


08 Oktober 2012

refleksi minggu kedua Oktober 2012


Tetaplah Hidup Jujur!





Markus 10: 2-16


Bagian Markus 10 ini memang bicara soal Surat Perceraian yang ditanyakan banyak orang kepada Tuhan Yesus. Tetapi jelas dan sangat tegas, Yesus menyatakan bahwa Musa (bukan Allah yang "mengeluarkan" surat seperti itu) membuat atau mengeluarkan itu karena kedegilan hati umat Israel. Bagian inilah sesungguhnya yang harus kita refleksikan.

Kedegilan hati berwujud dari kebiasaan yang buruk. Apa itu? Tidak bersedianya seseorang untuk apa adanya, mau lebih rendah hati dan benar-benar jujur. Jujur di hadapan Allah khususnya. Tetapi juga jujur di hadapan manusia.

Bicara pernikahan misalnya, betapa kita memang harus lebih terbuka jujur dan kembali kepada hal paling mendasar. Bahwa pernikan bukanlah rencana manusia belaka. Bukan pula sesuatu yang dibuat dan dirancang-rancang oleh gereja atau lembaga sosial apapun. Tetapi harus sungguh diketahui dan diyakini bahwa pernikahan adalah rancangan Tuhan saja. Oleh karenanya itu sangat suci, sangat mulia dan kudus. Bersifat selama-lamnya, hingga maut memisahkan. Hanya Allah yang bisa memisahkan (baca lagi ayat 9). Allah yang menentukan. 

Mari juga bersikap jujur seperti ini untuk semua dimensi di kehidupan kita. Appaun, di manapaun dan bahkan bagaimanapun. Bahkan ketika kejujuran semakin langka. Semakin mahal dan tentu dicari-cari orang. Mari, mari mulai dari diri sendiri. Kalau kita rindu orang lain jujur, maka sulit sekali kita sendiri mau melakukan kejujuran tersebut. Jika kita selalu berharap lingkungan kita adalah lingkungan yang memperjuangkan kejujuran, maka mulailah dari diri kita dulu untuk berjuang jujur!

Jujur di hadapan Tuhan. Jujur pada diri sendiri. Dan tentunya juga jujur kepada orang lain.

Dan untuk ini, Tuhan Yesus Kristus mengajarkan kepada kita, mari belajar kepada anak-anak. Menjadi seperti anak kecil. Memiliki hati, pikiran dan sikap bukan kekanak-kanakan, tetapi: seperti anak-anak. Mau diajar. Mau dibentuk olehNya. dan sekali lagi, jujur.. tulus bersih jernih dalam iman, pengharapan dan Kasih.

Hal terakhir yang sungguh patut direnungkan adalah: Siapa yang jujur.. maka akan dipeluk oleh Tuhan, lalu diberkati olehNya. Hal ini kita pantulkan dari sikap Tuhan Yesus sendiri kepada naka-anak (ayat 16). Tuhan memanggil mereka, mengajarkan soal ketulusan kejujuran menyambutNya kepada murid-murid. Lalu mengangkatnya di pangkuan lalu memeluk anak-anak itu, seperti akan masuk di dalam hatiNya. dan memberkati mereka.

Tuhan akan memeluk kita. Tuhan pasti juga memberkati kita. Jika kita mau hidup bersih dari hati, pikiran yang baik dan sikap yang penuh kejujuran.

Yang jujur, dipeluk dan diberkatiNya! Amin.




tulisan & foto: lusindo tobing




refleksi minggu pertama Oktober 2012




PEDULI







Ester 7: 1-10.


Bayangkan sosok Ester. Yup, Ratu Ester. Perempuan Yahudi pertama yang menjadi ratu, khususnya di pemerintahan dan bangsa di luar Yahudi. Paras sangat sangat sangat cantik. Hingga bisa memenangkan "kontes ratu" yang diikuti ribuan perempuan dari Persia sendiri maupun dari berbagai negeri dan bangsa lain.

Singkat cerita yang kurang-lebih juga kita sudah tahu, bahwa Israel dijajah oleh Babel (bahkan minimal yang tercatat adalah sebanyak 2 kali). Kemudian Babel -bangsa yang besar dan kejam itu- ditaklukkan oleh Persia. Kerajaan dan bangsa yang lebih besar dan kemungkinan besar juga lebih kejam. Ketika waktu demi waktu berjalan, raja demi raja berganti, tibalah saat pemerintahan seorang Raja Persia bernama Ahasyweros.

Raja Ahasyweros inilah yang membuka kontes pemilihan ratu tersebut tadi. Dilatarbelakangi oleh beberapa masalah karena pembangkangan ratu sebelumnya terhadapnya, maka Raja Ahasyweros mencari pengganti untuk dijadikan ratu. Singkatnya, terpilihlah Ester. Menjadi isteri Ahasyweros, sekaligus menjadi Ratu Persia, Ratu Ester.

Rupanya, Ratu Ester tidak hanya cantik "luar"-nya saja. Tidak hanya paras, penampilan secara menyeluruh bahkan tidak hanya cara dan sikap keseharian sebagai seorang ratu yang terlihat cantik. Tetapi khususnya hati Ester adalah dasarnya cantik! Ratu yang dibesarkan oleh Mordekhai ini, sepeninggal ayah kandungnya ketika Ester kecil, dan dirawat hingga besar lalu menjadi ratu, menerima "benih-benih" kemurnian, kebenaran dan kebaikan dari Allah. Dan itu sungguh tertananam di hati, pikiran juga sikap tingkah perbuatannya.

Jadi, tidak sekadar cantik "luar-dalam" yang sering dunia nyatakan dan banggakan. Tetapi mungkin yang jauh lebih tepat adalah Ratu Ester memiliki kecantikan "dalam-luar". Kecantikan yang sesungguhnya ada di dalam hati. Dan itu sungguh nyata keluar melalui sikap perbuatannya yang cantik dan manis bagi sesama.

Salah satu indikasi dan buktinya adalah peristiwa dalam perikop kita kali ini. Ketika Haman, salah satu orang terdekat Raja mencoba memutarbalikkan fakta dan berita sehingga hampir berhasil dengan rencana busuknya. Yakni: Memusnahkan Bangsa Israel! Dan itu berarti termasuk diri Ratu Ester sendiri.

Tetapi sesungguhnya posisi dan jabatan Ester sudahlah sangat aman. Aman bahkan sangat nyaman. Kemungkinan jikalau rencana jahat Haman tersebut terlaksana, maka dia pasti akan "tak tersentuh". Karena Ester sekali lagi adalah Ratu. Tetapi apapun juga, Ester tidak hanya melulu memikirkan dirinya sendiri. Ester sungguh peduli dan memikirkan keselamatan seluruh bangsa Israel yang saat itu masih "tersisa" ada dan tinggal di daerah kekuasaan Kerajaan Persia. Karena sebagain besar lainnya sudah terlebih dulu kembali ke tanah Israel, sebab Persia mempersilakan dan memebri kebebasan untuk itu.

Ratu Ester memiliki kepeduliannya yang sangat besar, dan hal inilah yang membuat dia berani. Ya, berani untuk menyatakan apa yang sesungguhnya, mana yang benar dan mana yang tidak benar. Bahkan Ratu Ester berani untuk berusaha menghentikan rencana kejahatan.yang direncanakan Haman kepada bangsa pilihan, "biji mata" Allah itu. Ratu Ester berani bersikap. Bahkan berani bertindak dengan hikmat Allah. Dengan cara dia sebagai Ratu dan berbagai konsekuensinya.

Kita tahu lanjutan peristiwa ini, ya, Ester dengan berani datang langsung menghadap Raja, tanpa diundang Raja terlebih dulu. Karena di jaman itu, bila seseorang atau pihak manapun yang bisa datang menghadap Raja adalah harus atas undangan juga panggilan sang raja. Tidak bisa asal saja datang dan menghadap lalu menyampaikan permohonan dan sebagainya. Jika ada yang melanggar ketentuan dan peraturan ini, maka hukumannya sangat jelas: hukuman mati!

Tetapi Ester berani menghadapi berbagai kemungkinan tersebut. Bahkan kemungkinan terburuk -hukuman mati- tadi. Sekali lagi karena ia sungguh peduli. Peduli yang penuh kasih kepada Allah dan dibuktikan nyata kasih pedulinya kepada bangsanya, Israel. Coba perhatikan apa yang akhirnya dilakukan Raja Ahasyweros, ia mengulurkan tongkat emasnya kepada Ester, sang ratu. Ini tanda penerimaan Raja kepada siapapun. Dan tentu, Ratu Ester selamat dari resiko hukuman karena "lancang" langsung menghadap Raja, selamat dari hukuman mati. Siapa peduli, berani!

Ya, siapa yang memiliki kepedulian, maka ia akan memiliki keberanian untuk menyatakan mana dan apa yang benar dari hati nuraninya. Tidak ragu, tidak bimbang. Mari, kita belajar dari Ester tentang peduli yang murni ini. Peduli yang murni berindikasi kepada keberanian untuk berkata ya bila ya dan tidak bila tidak. Tanpa mengharap kompensasi atau pamrih dan bersih jernih tanpa pretensi apapun.


Mari setia peduli karena Allah sangat peduli kepada kita. Ini yang dilakukan Ratu Ester setelah ia diterima Raja tadi. Kita tahu dengan cerdas dan sangat mengetahui posisi dan potensi dirinya sebagai ratu, Ester mengundang Raja Ahasyweros dan juga Haman untuk jamuan makan. Nah, di saat jamuan tersebutlah, Ester dengan tetap dengan berani menunjuk Haman sebagai biang keladi dari rencana busuk untuk membinasakan bangsa Israel. Seketika itu juga Raja sangat murka kepada Haman. Dan hukuman diberikan kepada Haman yang akhirnya kita tahu mati tergantung di tiang yang dibangunnya sendiri. Yang sebelumnya disiapkannya untuk menggantung mati Mordekhai, saudara ayah Ester yang telah membesarkan dan mendidiknya dengan hikmat bijaksana Allah.

Dan terakhir: Yang peduli, pasti lebih lebih dan lebih lagi diberkati! Ratu Ester mendapat kesan yang sangat dan makin cantik di mata Raja Ahasyweros. Karena kejujurannya. Karena kepeduliaannya yang sangat besar. Dan kisah ini kita tahu berakhir happy ending, karena tidak hanya Ester dan Mordekhai yang tidak jadi terbunuh. Tetapi seluruh bangsa Israel, khususnya yang ada di bawah kekuasaan Persia saat itu, boleh selamat!

Ayo peduli, karena Allah telah dan selalu.. p.e.d.u.l.i.
Amin.




tulisan & foto: lusindo tobing

26 September 2012

refleksi minggu kelima September 2012




KELUARGA





Ayah, ibu dan anak(-anak) atau Keluarga disebut juga sebagai representasi persekutuan kasih, bagaimana hidup saling mengisi dan melengkapi. Keluarga harus mampu melukiskan dan menggambarkan bagaimana Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus hidup dalam kesatuan dan kasih yang indah. Sehingga suami istri dan anak-anak mampu mengisi satu nuansa persekutuan yang bisa menimbulkan satu kekuatan bahtera yang mampu mengatasi masalah apa pun, karena cinta kasih Allah saja. 

Apakah keluarga kita sudah menjadi saksi? Sudahkah kita saling mengasihi dan mendidik dalam melayani satu dengan lainnya. Kalau keluarga tidak menyadari tanggung jawab ini,, lalai dalam pembinaan anak-anak, maka keluarga sesungguhnya sedang menyiapkan “bom waktu”. Yang akan merusak ayah, ibu dan khususnya anak-anak juga orang lain (sesama). Misalnya suami gelisah pada istri, istri mencurigai suami, atau orang tua kehabisan akal menghadapi tingkah anak-anak, begitu pula anak-anak merasa tidak mendapat perhatian dan perlindungan dari orang tua. 

Seribu satu kasus bisa ada dalam keluarga, tetapi satu kalimat yang perlu kita pegang: Apa pun masalah, mari jadilah pemenang dengan KasihNya. Untuk membawa keluarga sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan bagi Allah khususnya. Juga bagi kehidupan masyarakat. Jangan pernah meremehkan pernikahan dan keluarga. Sebaliknya, jangan memandangkeluarga sebagai beban yang sangat terlalu amat berat dan bahkan menjadi momok. Ingat Tuhan Yesus Kristus berjanji bahwa bebanNya ringan dan kukNya enak (lihat Matius 11:30). 

Ia tidak memanggil kita untuk menunjukkan pengabdiannya bagi dunia atau gereja dengan mengorbankan cinta kasih sayang kepada keluarga. Ternyata, hubungan dan pelayanan kasih dalam dan dengan keluarga adalah sebuah seni. Sekaligus ujian bagi kelayakan kita ada dalam Kasih itu sendiri. Sehingga menuju Keluarga Kristen yang harmonis, berhasil melewati berbagai tantangan dan perjuangan pergumulan zaman.  Sebuah komunitas keselamatan. Tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keluarga lain dan untuk keselamatan dunia. 

Komunitas keselamatan berarti Kristus hadir di dalam kehidupan keluarga di tiap waktu berjalan. Dan tekun melanjutkan memberlakukan misi penyelamatanNya.  Keluarga juga menjadi gereja rumah tangga, gereja rumah tangga setiap hari. Semua anggota keluarga, baik ayah, ibu dan anak-anak menjadi pewarta iman, pengharapan dan kasih. Melalui perkataan dan perbuatan/keteladanan bagi keluarga lain dan sesame khususnya mereka yang letih lesu dan berbeban berat. Keluarga sebagai evangelisasi, pemberita karya dan kabar baik bagi sekitarnya melalui praktek nyata, sikap dan tingkah laku kehidupan keluarga. 

Keluarga yang setia dan taat menjadi garam dan terang dunia. Amin.



tulisan & foto: Lusindo Tobing. 

refleksi minggu keempat September 2012



ANAK





Anak (jamak: anak-anak) adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua, di mana kata "anak" merujuk pada orang tua adalah anak dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Dan periode pekembangan anak merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan tahun tahun sekolah dasar. 

Begitu istilah ini juga sering merujuk pada perkembangan iman seseorang. Anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasannya. Anak merupakan mahluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih Tuhan dan tempat bertumbuh bagi perkembangan spiritualnya. Anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga haruslah memberi kesempatan bagi anak untuk terus belajar tingkah laku yang penting, baik dan benar sesuai FirmanNya. 

Untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama keluarga juga dengan tetangga dan sesama secara meluas. Harus tersedia pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangan menuju kea rah Kristus. Anak juga mempunyai perasaan, pikiran, kehendak tersendiri yang kesemuanya itu merupakan totalitas dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase kehidupannya. Perkembangan pada suatu fase merupakan dasar bagi fase selanjutnya. 

Karenanya, anak-anak sangat membutuhkan didikan Tuhan. Melalui kita semua, khususnya kita orangtuanya. Didasari sistem dan cara yang diajarkan banyak oleh Tuhan  kepada kita. Sepanjang perjalanan hidup kita, hingga diperkenankannya kita menjadi orangtua bagi anak-anak. Mendidik mereka sesuai dengan Firman Tuhan dengan tekun bersama memberlakukannya setiap hari, setiap waktu. 

Di konteks Perjanjian Lama, kita tentu akan kembali kepada Ulangan 6:6-9, “apa yang Kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun...” Orangtua dan lingkungan di sekitar anak-anak (khususnya keluarga inti) haruslah berusaha dan memberlakukan setiap hari apa yang dikatakan dan diajarkan oleh Allah sendiri. Melalui kita kepada anak-anak kita. 

Selanjutnya begitu pula di konteks Perjanjian Baru, misalnya Rasul Paulus mendorong orangtua membesarkan mendidik anak-anak dalam “Ajaran dan Nasihat Tuhan” (Efesus 6: 4). Sehingga menyiapkan mereka dan membentuk seorang anak untuk siap mengahadapi berbagai tantangan kehidupannya. Terus membawa karakter Tuhan Yesus Kristus di dalam hati, pikiran dan memancar di tiap tingkah laku kesehariannya. Kuat, Tidak mudah diombang-ambing oleh pengaruh dan ajaran yang jahat dan menyesatkan. Namun selalu bertumbuh di dalam dan ke arah Kristus. Siap menjadi saluran cinta kasih Allah sampai mereka menanjak remaja dan dewasa. 

Bahkan hingga nanti ketika Tuhan memberkatinya dengan keluarga dan anak. Amin.





             
             tulisan & foto: Lusindo Tobing.

refleksi minggu ketiga September 2012.




IBU





Semua manusia di atas muka bumi ini, berasal dari rahim seorang ibu. Cinta kasih sayang Allah pertama kali dikecap oleh seorang manusia adalah dari seorang ibu. Menjadi ibu adalah peranan yang sangat penting yang Tuhan berikan kepada banyak perempuan. Titus 2:4-5 berbunyi, “Dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang” para ibu diciptakan Allah secara natural hakikinya adalah mencintai anak-anak mereka.

Dalam Yesaya 49:15a Alkitab mengatakan, “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya?” Kapankah fungsi keibuan dimulai? Anak adalah hadiah – Anugerah  dari Tuhan (Mazmur 127:3-5). Dalam Titus 2:4 muncul kata Bahasa Yunani “phileoteknos.” Kata ini mewakili jenis khusus dari “kasih-ibu.” Ide yang mengalir keluar dari kata ini adalah “lebih menyukai” anak-anak kita, “memperhatikan” mereka, “membesarkan” mereka, “memeluk mereka dengan kasih sayang,” “mencukupi kebutuhan mereka,” “berteman dengan lemah lembut.” Setiap anak adalah pribadi yang unik yang berasal dari tangan Tuhan. Diadakan dan dirawat, dididik melalui kasih Ibu. Yang merupakan Kasih dari Allah yang tersedia – pagi, siang dan malam (Ulangan 6:6-7). Tidak pernah lelah mengajar – Alkitab, pandangan dunia yang Alkitabiah (Mazmur 78:5-6, Ulangan 4:10, Efesus 6:4).

Dengan setia dan tekun mendidik anak-anaknya, seraya sabar  menolong suaminya mengembangkan keterampilan dan menemukan kekuatan dan hakikat diri mereka masing-masing.  Pengambil keputusan, itulah peranan terbesar yang dilakukan perempuan ketika dia memasuki tahapan sebagai ibu. Baik ibu yang bekerja atau ibu rumah tangga. Pada saat memasuki tahapan sebagai ibu, para perempuan memiliki orientasi yang penuh kepada keluarga. Keluarga adalah yang paling utama. Untuk menjalankan perannya dengan optimal, para para ibu sangat haus akan informasi. Bahkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan akan rasa aman untuk ia dan keluarganya, para ibu akan mencari informasi mengenai berbagai hal yang baik untuk keluarganya.

Dan tak hanya kebutuhan akan rasa aman, para ibu juga akan memastikan dirinya serta keluarganya tetap sehat. Seraya selalu mendisiplinkan – mengajarkan takut akan Tuhan, menentukan batas secara konsisten, penuh kasih dan ketegasan yang benar juga baik. Menyiapkan generasi keluarganya, mendidik dan membesarkan – menyediakan lingkungan kasih Allah di mana terdapat dukungan secara pelayanan, perawatan dan pemulihan yang konstan, bisa  gagal tetapi tidak menyerah dan bangkit lagi dengan semangat baru, penerimaan, kemesraan, cinta kasih sayang yang tanpa syarat (Titus 2:4, 2 Timotius 1:7, Efesus 4:29-32, 5:1-2, Galatia 5:22, 1 Petrus 3:8-9).  Yang akan menangis bila anak dan suaminya menangis, bahkan kerap tangisannya tak berbunyi dan disampaikan langsung kepada Allah.

Selalu menyebutkan nama suami dan khususnya anak-anaknya di dalam setiap doa-doannya.
Amin.


tulisan & foto: Lusindo Tobing.

refleksi minggu kedua September 2012




BAPAK





Pemimpin bagi keluarganya. Seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya (1 Timotius 3:4). Dan karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Maka dasar kepemimpinan haruslah Kasih (Efesus 5:22-23). Sayang kepada anak-anaknya, meneladani TUHAN yang sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Menetapkan, mengarahkan, menuntun keluarga dengan berakar pada kehendak Allah. 

Dan dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih, membawa isteri dan anak-anaknya (keluarganya) bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah kepala dari semua keluarga kita. Mengawasi, menjaga dan melindungi keluarga sehingga ada kenyamanan yang selalu berwujud di tengah pergolakan juga pergumulan dan perjuangan hidup kehidupan keluarga sehari demi sehari. Memenuhi dan memelihara kebutuhan hidup keluarga dengan bekerja sungguh, jujur dan memuliakan namaNya. 

Juga dengan hikmat Allah, seorang bapak mampu mengenali karunia yang dimiliki setiap anggota keluarga, mengarahkan dan berupaya memfasilitasi guna pemberdayaannya untuk mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Selalu bersemangat untuk mempersatukan keluarga, keluarga inti utamanya juga keluarga besarnya dan keluarga juga komunitas di mana ia beserta keluarganya ditempatkan. Seperti Allah yang selalu mengasihi dalam kerinduan untuk hidup dalam kebersamaanNya. Yesaya 40:11 menyatakan, “seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati.” 

Memberi kepercayaan kepada isteri dan anak-anaknya, karena percaya sang bapak kepada Allah Bapa. Sehingga ia mampu menjadi teladan bagi keluarga. Menjadi teladan iman pengharapan dan kasih. Yang terus dilengkapi dengan tanggungjawab kuat  atas seluruh aspek kehidupan keluarga. Setia dan taat melalukan dan mengarahkan, mengajar, mendidik dan membimbing (berjalan bersama) keluarga untuk bertumbuh ke arah Allah dalam nama Tuhan Yesus Kristus. 

Memberlakukan dengan bertekun Ulangan 6:6-9, “apa yang Kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.” 

Memastikan bahwa keluarga hidup takut akan Allah.
Amin.


tulisan & foto: Lusindo Tobing.

17 September 2012

refleksi minggu pertama September 2012


BERHIKMAT


1 Raja-raja 3: 1-15




Ingat Raja Salomo? Tentu ingat. Seorang Raja yang dikenal dan terkenal bukan sekadar karena kekuasaan atau kekayaannya. Tetapi karena hikmat kebijaksanaanNya. Putra dari Raja Daud yang tidak pernah menganggap bahwa takhta jabatannya bukanlah cuma diturunkan atau diteruskan dari ayahnya, Daud. Tetapi Salomo sadar betul, semua itu karena kebaikan Kasih anugerah Allah dan kehidupan iman yang dinyatakan ayahnya juga dirinya sendiri.

Hal itulah yang membawa Salomo layak menerima hikmat Allah. Hal apakah tadi itu? Ini, bahwa Hikmat dari Allah itu diberikan adalah karena ada: Iman dan Kasih yang besar kepada Allah. Ya, karena ada percaya yang sungguh kuat. Dan mencintai mengasihi. Dari hati Salomo hanya kepada Allah, Sang Sumber Hikmat Bijaksana itu. Juga kepada manusia. 

Coba baca lagi dan lihat perikop kita kali ini. Betapa hidup kehidupan Salomo meneruskan semua yang baik dan benar yang telah dilakukan ayahnya, juga semua yang diperintahkan Allah. Termasuk khsususnya soal mempersembahkan korban bakaran yang terbaik di mezbah Tuhan. Dan tidak tanggung-tanggung, Alkitab mencatat bahwa ia mempersembahkan 1000 korban bakaran yang harum hanya kepadaNya. "Dan Salomo menunjukkan kasihnya kepada Tuhan dengan hidup menurut ketetapan-ketetapan Daud, ayahnya; hanya, ia masih mempersembahkan korban sembelihan dan ukupan di bukit-bukit pengorbanan." (ayat 3).

Di satu malam, setelah Salomo mempersembahkan korban bakarannya yang selalu terbaik itu. Allah datang kepadanya dalam mimpi. Tetapi ingat, kisah ini bukan cuma mimpi. Hal ini semua benar-benar terjadi, Salomo ditanya Allah, "apa yang mau kau minta kepadaKu, mintalah.. pasti kuberikan."  Wow... coba bayangkan hal tersebut terjadi pada kita. Pastilah untuk menyusun list atau daftar permintaan kepadaNya, kita akan sangat bingung dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Tetapi tidak dengan Salomo.

Salomo tidak membutuhkan waktu yang lama. Juga tidak meminta salah satu dari yang Allah tawarkan kepadanya. Walau Allah bisa memberi semua. Ada tiga hal besar yang secara eksplisit tercatat dan ditawarkanNya apakah meminta: Umur panjang, Kekayaan atau darah musuhmu. Hal pertama dan kedua tadi pastilah mayoritas dari kita secara kedagingan sangat menginginkannya. Terlebih untuk hal yang ketiga, sangat ekstrim, tetapi yang dimaksudkan adalah kepastian penjagaan dan keselamatan dari Allah. Salomo tidak memilih salah satu ataupun ketiganya.

Tetapi ia meminta hikmat. "Maka berikanlah kepada hambaMu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umatMu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umatMu yang sangat besar ini?" (ayat 9). Ya, Salomo memohon hikmat dari Allah. Dan hal tersebut sangatlah menyenangkan dan sangat baik di mataNya. Karenanya mari, kita mohonkan yang baik kepada Allah. Khususnya mari memohon Hikmat. Agar Allah melayakkan hati kita. Bahkan melayakkan seluruh tubuh dan hidup kita. Sehingga kita berkenan di hadapanNya. Baik dan sesuai dengan Sabda perintahNya. Seperti ayat 10 dengan jelas menggambarkan hati dan responNya atas permohonan Salomo yang meminta hikmat, bukan yang lain-lain, "Lalu adalah baik di mata Tuhan bahwa Salomo meminta  hal yang demikian."

Kemudian Allah menganugerahkan hikmat kepada Salomo. Dan memanglah demikian adanya. Hikmat itu adalah anugerahNya. Ilmu bisa dipelajari. Pengetahuan bisa dikejar dan dicari. Tetapi hikmat? Sekali lagi ingat dan pegang ini: Hikmat itu Anugerah langsung dari Allah saja.

Oleh sebab itu, jika memang ada di antara kita yang kekurangan hikmat. Seperti yang tertulis di Yakobus 1: 5.  Mari jangan ragu datang mendekat kepada Allah. Dari dan dalam hati, pikiran juga semua panca indera kita percaya dan sungguh hidup menyatakan kasih sayang Allah bagi sesama di kehidupan ini. "Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit, maka hal itu akan diberikan kepadanya."

Dan ketika kita boleh dianugerahi HikmatNya, maka sukses. Ya istilah "kunci sukses" yang sering kita dengar adalah sesungguhnya hikmat ini. Bukan sekadar uang, kekuatan, kekuasaan, jaringan dan apapun juga kemampuan kita. Tetapi lebih lagi hati-hatilah juga, jangan cuma mau dibilang sebagai orang yang punya hikmat. Sebab setiap jaman dan setiap kita ingin bahkan senang sekali jika disebut sebagai orang berhikmat. Tetapi pertanyaan terakhir di perenungan kali ini, apakah kita benar-benar telah dan berjuang memberlakukan hikmat? Dengan nyata melakukan dan membagikan hikmatNya melalui kita kepada sesama di keseharian. Mari sungguh-sungguh, melakukan hikmat.

Kembali, ingat Salomo. Ingat apa yang dilakukannya dengan hikmat Allah padanya. Ingat peristiwa ketika Raja Salomo didatangi oleh dua ibu yang membawa satu bayi dan sama-sama mengaku bahwa tiap mereka adalah ibu kandung anak tersebut. Mereka berdua memperebutkan bayi tersebut. Di tengah semua orang bingung dan galau (seperti kita sekarang, yang kerap di hadapi tantangan pergumulan yang formatnya serupa, namun dalam bentuk berbeda), kita tahu kisahnya, Salomo meminta diambilkan pedang, lalu memerintahkan untuk bayi itu dipotong dibelah menjadi dua. Setengah untuk ibu yang satu dan setengahnya lagi diberikan ke ibu yang lain. Sikap dan keputusan ini tampaknya sangat kejam dan tidak manusiawi bukan? Tetapi kemungkinan besar, Salomo tahu bahwa hanya dengan cara itulah maka akan ada solusi. Dan memang itulah solusinya. Karena akhirnya respon kedua ibu tadi berbeda. Yang satu menerima, namun yang lain menangis dan menolak sembari memohon dengan sangat agar bayi tersebut jangan disakiti apalagi dibunuh. Bahkan ibu terakhir ini rela jika bayi tersebut diberikan saja ke ibu yang lain tadi. Dan lihat.. akhirnya kita tahu baukan siapa ibu kandung sesungguhnya bayi tersebut. Yap, tentu ibu yang menangis dan mengasihi sungguh memohon agar bayinya tidak disakiti sedikitpun. Inilah hikmat. Seperti inilah hikmat. Hikmat Allah. Bukan hikmat dunia atau hikmat-hikmatan. Selamat memohon, hidup dan membagikan hikmat. Hikmat yang membawa solusi. Membawa kehidupan bersama jadi lebih indah, bermakna, tenang, damai dan bersyukur nikmat. Berhikmat hikmatNya.  Amin.



tulisan & foto: Lusindo Tobing.
   

    


05 September 2012

refleksi minggu keempat Agustus 2012



TUHAN TIDAK MENAHAN KEBAIKAN


Mazmur 84





                Kebaikan selalu diinginkan. Semua orang menginginkannya, anda dan saya, kita semua. Tetapi kecenderungannya, kita hanya rindu dan mau menerima kebaikan. Untuk melakukan atau membagikan kebaikan bagi sesama? Sekali lagi, cenderung lebih sedikit daripada mau dan menginginkan kebaikan tersebut. Padahal Tuhan telah memberikan banyak anugerah dan berkatNya kepada kita. Tidak terhitung pendampingan, bimbingan bahkan penyelamatanNya. Namun dunia (baca: saya dan anda, kita) cenderung menahan kebaikan.
                Dunia selalu cenderung lebih sering memberi alasan dan dalih. Sehingga yang seringkali muncul adalah hanya tanda tanya. Baik tanda tanya dari yang sesungguhnya bisa melakukan kebaikan, juga lebih banyak tanda tanya dari mereka yang sangat membutuhkan kebaikan dalam hidupnya. Sehingga mandiri dan kemandirian seringkali menjadi ungkap yang (memang) baik untuk dinyatakan. Tetapi apakah betul kita benar-benar bisa mandiri sebagai manusia yang menjalani hidup kehidupan?  O iya, Tuhan tidak menyukai kita untuk bermalas-malasan dan tidak berusaha-bekerja. Apalagi hanya makan dan hidup sebagai parasit atau bahkan mendapatkannya dari hasil kejahatan. Tetapi coba renungkan sekali lagi dengan dimensi positif, anda dan saya, tiap pribadi lepas pribadi kita, sesungguhnya tetap membutuhkan orang lain. Kita bisa hidup karena ada orang lain. Sesama yang dihadirkan Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan ketika ada orang lain/sesama, maka di situ akan lebih terasa adanya Tuhan dengan segala kebaikan-kebaikanNya.
                Camkanlah ini, cantik dan indahnya dunia hanyalah sementara. Tetapi kebaikan dan Kasih Tuhan Allah tiada habisnya. Selalu tersedia, selalu ada dan selalu dianugerahkan. Abadi kekal.  Abadi kekal Tuhan yang tidak pernah sama sekali menahan-nahan kebaikanNya untuk kita. Coba baca lagi ayat 12 dari Mazmur 84 (perikop kita kali ini), Tuhan bahkan digambarkan sangat menawan kekal indah dengan kebaikan, “Sebab Tuhan Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela.”
                Tuhan menahan yang buruk dan jahat berlaku bagi kita. Mungkin bisa kita yakini bahwa Tuhan menahan ketidakbaikan, selalu berusaha menjaga dan melindungi kita dari berbagai hal yang tidak baik. Kita sendirilah yang tergoda dan larut dalam kebiasaan memberlakukan hal-hal yang tidak baik itu. Kepada orang lain, juga kerap kepada diri kita sendiri. Sehingga lambat laun tidak terbiasa untuk merenungkan kebaikanNya. Selanjutnya kita agak lambat dan gagap memikirkan yang baik, menyikapi dengan baik, merespon berbagai hal dengan baik dan kebaikan. Sehingga kadang dan seringkali jadi lemah dan tidak berdaya kepada ketidakbaikan. Dan anehnya, malah jadi risi dengan kebaikan, kebenaran, hal-hal yang baik dan benar untuk diri kita sendiri. Yang akhirnya orang lain akan jarang bahkan mungkin tidak pernah melihat, merasakan dan menerima kebaikan dari kita. Tepatnya, mereka menerima kebaikan Allah melalui kita.
                Tuhan selalu menawarkan kebaikan. Seperti matahari, juga bisa penggambarannya seperti air sungai mengalir, terus-menerus mengalirkan kesegaran dan kehidupan. Dan tidak sekadar menawarkan, Tuhan juga tentu selalu menganugerahkan kebaikan. Kebaikan bagi kita semua, khususnya bagi mereka yang mau percaya dan mengasihiNya. Segala kehidupan dengan berbagai kebutuhan kita di dunia ini, bahkan hingga keselamatan sempurna di sorga abadi. Pasti dianugerahkan.
                Dianugerahkan tentu kepada yang hidup dalamNya. Karenanya mari, mari sungguh-sungguh dan lebih sungguh lagi untuk mengandalkan Tuhan Allah.  Di luar Dia tidak ada harapan, tidak ada kekuatan bahkan bisa dipastikan tidak ada kepastian keselamatan.
                Dan oleh karena itu juga, mari mulai mengandalkannya dalam doa-doa kita. Kita harus rajin dan lebih rajin bekerja berusaha. Tetapi ingat, berdoalah untuk sesama kita dengan kebaikan hati pikiran, lebih sering dan lebih sungguh lagi. Bertanyalah, belajarlah kepada Allah sekaligus mohonkan kekuatan dariNya, “Tuhan, apa yang belum aku persembahkan kepadaMu, lebih lagi, mempersembahkan kepadamu berwujud kebaikan yang bisa kubagikan bagi sesama?” Dan ketika Tuhan menegur sekaligus menuntun kita -responNya dari pertanyaan kita tadi- mari siap sedialah untuk dipakai menjadi alat-alat penyalur kebaikan bagi dunia.
                Mulailah mempersembahkan yang kecil dan sederhana, dengan melakukan kebaikan bagi orang lain. Dengan mau lebih mau mendengar orang-orang di dekat kita. Menulis dan berkomunikasi dengan baik, menggunakan alat komunikasi ataupun saat bertemu muka. Lontarkanlah sungguh tulus dan baik, kalimat-kalimat yang lebih baik. Mengungkapkan ungkapan-ungkapan yang baik dan membangun. Lebih banyak lagi mendoakan sesamamu. Lebih lagi memberi donasi uang, barang atau apapun, dimulai dari yang kecil jumlahnya, bagikan kepada yang berkekurangan. Bahkan siap membantu dan menolong mereka yang berada di dekat kita. Di konteks keadaan, bagaimanapun dan di manapun kita sedang ditempatkan Tuhan. Bahkan rindu dan senang memberlakukan itu, untuk orang-orang yang dekat dengan kita. Baik dekat secara lokasi maupun dekat di pikiran dan hati kami. Hingga sampai yang jauh sekalipun.
Teruslah menyalurkan dengan memberlakukan nyata kebaikan bagi dunia dan kehidupan. Sama-sama rindu dan melakukan kebaikan-kebaikan yang membawa kehidupan jadi sedikit dan banyak tambah ceria sukacita dan bahagia!  Sampai Tuhan Allah -Sang Sumber Kebaikan- akan datang kedua kali nanti.
Dan Dia lebih bersukacita bahagia lagi, karena melihat kita bersama sungguh berjuang dan bertekun, mewujudkan dunia penuh dengan kebaikan-kebaikan. KebaikanNya.



tulisan & foto: Lusindo Tobing.

  

29 Agustus 2012

refleksi minggu ketiga Agustus 2012



MEMPEROLEH HIKMAT DI DALAM KRISTUS








Amsal 9: 6
Mazmur 34: 9-14
Efesus 5: 19-21



                Memperoleh hikmat itu seperti kita mengambil pasir dengan genggaman dan kepalan tangan kita. Ketika mengambil pasir dengan berusaha sekuat mungkin menggenggamnya bahkan memaksa dengan sekuat mungkin mengepalkan pasir tersebut di tangan, maka, hasilnya pastilah sedikit. Tetapi sebaliknya, saat kita mengambil dan mengangkat pasir dengan wajar tenang dan genggam dengan terbuka tidak memaksa maka pasir yang kita dapatkan? Bisa dipastikan jauh lebih banyak dari cara yang sebelumnya tadi.
                
                Pemazmur punya ungkapan “kebodohan” untuk memaksakan diri dalam memperoleh hikmat. Hikmat hanya bisa diperoleh karena diberi, tepatnya dianugerahkan Allah. Tidak bisa dikejar, dicari-cari dengan kekuatan manusia kita. Karena yang muncul kemungkinan hanyalah “hikmat dunia”. Ungkapan, ajaran atau filosofi yang kelihatannya saja baik dan berguna, dan memang mungkin sebentar dan sedikit bisa bermanfaat. Tetapi tidak langgeng, tidak seterusnya apalagi selamanya.  Lalu segera akan memudar, berganti dan bahkan malah jadi sesuatu yang tidak terpakai. Jika terus dipaksakan dipakai, bisa menjadi sesuatu yang buruk.
                
                Kebodohan lain yang lebih mendasar adalah tentu hal-hal yang benar-benar salah, kebiasaan buruk, pemikiran dangkal dan sempit bahkan perilaku yang merugikan diri sendiri pun orang lain. Terlebih berbagai kebusukan dan kejahatan.  “.. buanglah kebodohan, maka kamu akan hidup, dan ikutilah jalan pengertian.” (Amsal 9: 6). Dan mengikuti jalan pengertian, itulah jalan di dalam Kebenaran. JalanNya Tuhan.  JalanNya. Harus dengan cara yang diinginkan hatiNya, barulah kita akan menerima dan memperoleh hikmat. Kemampuan untuk menimbang perkara dan bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik.
                
                Jalan atau cara yang diingini bahkan disukai Allah adalah iman dan kasih. Ya, mari beriman sungguh kepadaNya. Percaya penuh, berserah total dan yakin hanya kepada kekuatan dan kekuasaanNya. Lalu benar-benar mengasihi Dia. Menyembah, memuliakan Tuhan tiap saat. Memuji, menyanyi untuknya dan menaikkan syukur dengan bekerja, studi belajar dan memberlakukan pelayanan kita tulus bagi sesama dan kehidupan. Untuk kebesaran namaNya. Dilakukan tiap hari, tiap waktu dengan berbagai kesempatan dan keadaan. Tekun dan setia percaya dan mengasihi Allah saja. Selalu dan selalu berdoa berkomunikasi dengan Tuhan. Di ucap kata, pemikiran, tetapi khususnya lewat sikap dan perbuatan yang mengagungkan kasihNya. Bersamaan dengan itu, hikmat akan datang. Hikmat dari Allah akan mengalir saat jalinan kita denganNya sangat baik, intim. Allah selalu rindu menganugerahkan yang baik kepada kita. Termasuk menganungerahkan hikmat dan kebijaksanaan illahi dariNya. Saat kita terus dan tetap menjlain hubungan dengan Allah, maka itu semua termasuk khususnya hikmat akan menjadi bagian kita. Menjadi berkat yang kita peroleh sebagai sebuah kemestian juga kepastian. Saat kita berjuang nyata memberlakukan nyata percaya dan mengasihi.

                Pemazmur mempunyai istilah untuk hal tersebut, yakni “Takut akan Tuhan”. Coba baca dan renungkan lagi  Mazmur 34: 9-14. Pemazmur bahkan mengajak dan rindu untuk mengajarkannya. Karena ia sendiri memilikinya karena memperolehnya. Memperoleh hikmat yang dari Allah. Hikmat yang memapukannya menjawab berbagai tantangan kehidupan bahkan menghadapi manusia jahat dan kejahatan yang mengintainya sejak muda hingga masa tuanya. Dan pemazmur berhasil untuk menghadapi dan menjalaninya. Menghdapai dan menjalani berbagai tantangan bahkan pergumulan hanya dengan Tuhan. Dengan hikmatNya sajalah, seperti pemazmur, kita akan bisa mengalahkan berbagai masalah bahkan menang dan melewati pergumulan dengan gemilang. Gemilang yang akhirnya kita kembalikan untuk kemuliaan Sang Sumber Hikmat, Allah di dalam nama Tuhan Yesus Kristus dengan urapan Roh Kudus!

                Dan kini, saatnya untuk kita yang yakin akan dan sedang bahkan selalu diberkati dengan hikmat.  Ayo bagikan berkat kepada sesama, dengan memberlakukan hikmat itu di kehidupan sehari lepas sehari. Tiap keadaan masalah pergumulan dan perjuangan memerlukan jawabannya masing-masing. Bahkan tiap situasi, kondisi, tempat, waktu bahkan tiap manusia dengan keberadaannya satu dengan lainnya, membutuhkan sikap dan jawabannya. Untuk itu dibutuhkan hikmat.  

                Karenanya jangan terjebak hanya mau atau bangga ketika dunia menyebut kita berhikmat. Mari lakukan hikmat. Mau berhikmat dengan melakukan membagikan hikmat dari Allah adalah dua hal berbeda. Mau berbeda dengan melakukan, bukan?  Sekarang mari melakukan dan memberlakukan. Merenungkan di hati dengan hikmat dari Tuhan Yesus. Juga rasional kita, mau mengendapkan banyak hal ilmu pengetahuan informasi dan sebagainya dengan hikmatNya. Lalu mulai merespon. Seperti Tuhan Yesus Kristus merespon masalah dan pergumulan. Tidak lari dari masalah tetap menghadapi bahkan mengalahkan masalah. Bukan dengan kekerasan dan pemaksaan seperti refleksi kita di awal tulisan ini. Tetapi sungguh mau seperti Allah di dalam Yesus yang terus-menerus dengan sangat manis meneladankan untuk: mengalahkan kejahatan hanya dengan kebaikan! “.. dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati. Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus” (Efesus 5: 19-21).

                Dan akhirnya itu semua sedikit-banyak atau langsung-tidak langsung akan mengajak orang-orang di dekat kita. Tindakan hikmat akan mempengaruhi lingkungan kita untuk jadi lebih tenang. Ada damai di tengah pergulatan bahkan tangisan dan ketakutan. Sehingga yang muncul bukan iri, curiga dan saling menyalahkan. Tetapi kita mau dan bisa dipakai Allah untuk seperti Dia yang rela berkorban bagi kepentingan bersama. Melayani kebersamaan di dalam Kasih yang berkembang. Sehingga kebaikan yang murni akan membias. Mengalahkan pemikiran dan tingkah laku yang egois dan merusak.  

                 Sebaliknya yang muncul adalah kebiasaan saling sapa, mau peduli dan bahkan siap saling menolong dalam semangat kebersamaan. Ada terus perubahan. Perubahan tentu menuju yang baik. Bahkan jadi lebih dan semakin lebih baik. Tidak ada keraguan tertawa, merdeka bersukacita, dalam mengekspresikan segala sesuatu yang baik dan saling menjadi sumber inspirasi yang benar  satu dengan lainnya. Baik dari anak-anak hingga remaja, dewasa bahkan usia lanjut. Dari kehidupan bersama keluarga, melebar meluas penuh hikmat kebaikan kebahagiaan dari dan dalam Kasih untuk lingkungan. Dengan tetangga, sesama bahkan dengan semua orang yang kita jumpai, terus bertekun memberlakukan hikmat. Hikmat dari teladan Kristus. Hikmat Kasih sayang yang pasti dan selalu dibutuhkan semua orang di dunia. Dunia yang lebih berhikmat. Dunia yang lebih sorgawi. Dunia untuk hidup kita bersama, dengan bahagia.



tulisan & foto: Lusindo Tobing.

28 Agustus 2012

refleksi minggu kedua Agustus 2012


ADA TUHAN DI TENGAH KEPUTUSASAAN

1 Raja-raja 19: 5-7
Mazmur 34: 7-8
Yohanes 6: 35-61
Efesus 4:25 - 5:2





                Ingat Nabi Elia yang ditolong Allah diberi makanan (juga minuman) disaat-saat lapar karena menyelamatkan diri dan juga saat mengalami kemunduran motivasi pelayanannya. Bahkan rawan menjemput keputusasaan. Sesungguhnya bukan sekadar kebutuhan perut (baca: jasmani) yang dicukupkan, namun tentu ada banyak pesan dan ajaranNya kepada Elia sendiri, tetapi juga kepada kita.Salah satunya adalah:
Jangan ambil keputusan untuk hidup dalam keputusasaan.

Ya, keputusasaan jangan pernah dijadikan keputusan. Walau putus asa adalah pilihan yang paling gampang bahkan paling banyak diputuskan atau diambil. Sekali lagi, jangan putus asa! Karena apa? Karena Tuhan Allah sendiri tidak berkenan untuk kita jatuh putus asa. Melalui Firman juga tindakanNya –salah satunya tadi melalui Nabi Elia-  juga kepada semua mereka yang percaya dan terlebih yang melayaniNya,  tidak diperkenankanNya untuk kita lemah iman, pasif dan kalah terhadap tantangan kehidupan.  Coba  baca lagi 1 Raja-raja 19: 5-7, jelas Allah ingin agar Elia juga kita semua untuk sungguh percaya dan berani meneruskan perjalanan hidup, tugas pekerjaan dan pelayanan dengan kekuatanNya. Jangan berhenti bersaksi. Tidak boleh gentar dan layu dalam iman kepada Kasih. Dan sesungguhnya kita dilarang untuk menyerah, apalagi atas sesuatu yang buruk, jahat dan tidak diperkenankan Tuhan.  Keputusasaan bukan keputusan!

Yang lebih indah lagi, bila kita cermati keberadaan hidup kehidupan kita manusia. Allah justru ada di tiap kerawanan keputusasaan tersebut. Bahkan bisa kita katakan, Allah justru lebih ada dan lebih nyata terasa justru di tengah-tengah situasi yang menghimpit dan sangat menggoda kita untuk nyerah kalah.

Ingatlah bahwa Allah Ada. Ya, Dia selalu ada di dalam berbagai fenomena dan kejadian. Di tiap bagian fase kehidupan dan perjalanan kehidupan kita.  Allah adalah Allah, Dia selalu hadir, selalu aktif mencintai mengasihi dan tidak tertidur bahkan tidak pernah gagal. Rancangannya untuk berproses menyelamatkan dunia khususnya kita umat manusia, tidak pernah gagal. Tidak ada produk gagal Allah. Semua ya. Semua berhasil. Rancangannya tidak bisa digagalkan. Tidak bisa diperlambat atau ditahan-tahan, oleh siapapun dan bagaimanapun. Jadi, mengapa kita harus menjadikan putus asa sebagai salah satu calon keputusan kita? Jangan! Jangan putus asa ketika kita sungguh beriman kepadaNya.  Walau di tengah penindasan bagaimanapun dan kesesakan yang besar. Allah ada. Andalkan selalu Dia. Kembali dulu pertama kali selalu kepada Allah. Takutlah akan Dia. Sembah puji dan bersyukur atas kebaikan kemurahan berkat-berkatNya. Yakini Allah selalu ada dan ada selalu Allah. Lalu persilakan Tuhan Allah yang bekerja menguasai hidup kehidupan kita. Mengatasi, memanage dan memberi solusi di tiap pergumulan dan perjuangan. Allah ada, ada Allah.

 Pemazmur di Mazmur 34: 7-8 dengan indah menandaskan, “Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya. Malaikat TUHAN berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka.” Coba perhatikan, MalaikatNya berkemah di sekeliling kita. Indah sekali dan sangat menguatkan kita! Dan minimal ada dua kata yang menarik tadi,  “menyelamatkan” dan “meluputkan”.  Setelah membuka beberapa bahan dan kajian, saya mendapatkan hal yang menarik lebih lagi atas dua kata ini. Rupanya, kata “menyelamatkan” bahkan juga berarti Allah sungguh fokus akan Cinta KasihNya dan Penjagaan PembimbinganNya (TuntunanNya) kepada kita. Allah tidak pernah berhenti mengasihi kita, keluarga kita dan setiap orang. Apa yang baik saja yang dicurahkan dan diberikan kepada kita semua. Dan kata yang kedua, yakni “meluputkan” sungguh menjadi pemahaman juga pencerahan baru karena punya arti Allah selalu rindu unuk kita dipindahkanNya dari satu keadaan yang tidak baik ke keadaan yang baik. Dengan kekuatanNya, Dia selalu akan berusaha membuat kita beralih dari yang buruk ke indah, dari jahat ke yang baik dan jika sudah baik dan indah maka akan dibuatNya naik lagi bepindah ke keadaan yang lebih dan lebihhh baik indah. Di tiap hari, tiap waktu kehidupan kita. Sampai kapan? Tentu sampai akhir hidup kita bahkan kerinduanNya kita akan kembali bersamaNya. Di kemuliaan abadi sorga.

              Sehingga tepat ketika Tuhan Yesus Kristus sendiri menyatakan lewat lisanNya, “Akulah Roti Hidup” (Yohanes 6: 35-61). Siapa yang mau datang kepadaNya, mendekat dalam hubungan spiritual dan kehidupan kesehariannya, maka akan hidup. Tidak mati lagi. Artinya memiliki kedamaian sorgawi, tenangan dan sejahtera yang illahi dari Tuhan selama hidup di dunia. Dan bahkan seterusnya ada kepastian keselamatan dan kesempurnaan keselamatan Sorga. Tidak akan lapar lagi, tidak akan haus lagi. Tidak akan ada tangis dan penderitaan lagi, tidak ada duka sengsara lagi nanti di Sorga abadi itu. Tetapi juga kini, sekarang, selagi ada berpijak di atas bumi, maka kita bersama mengecap kedamaian Allah. Yang membuat kita mampu mengalahkan kuasa buruk dan jahat. Bahkan bisa benar-benar berbahagia, lega sukacita dan pasti dalam melangkah.  Asal dan karena mau hidup makan “roti hidup”.  Menjalani hidup dengan roti hidup, hidup di dalam Kuasa Allah saja.

                 Dan Allah ingin kita membagikan itu semua. Membagikan pengetahuan bahwa Allah ada dan  selalu ada Allah. Dan menshare semangat hidup kepada sesama. Bagi siapapun juga, khususnya bagi orang-orang yang sedang menuju bahkan mungkin sedang mengalami keputusasaan. Mari untuk terakhir kita baca secara penuh dan maknai Efesus 4:25 - 5:2. Betapa segala perintahNya adalah untuk memberlakukan yang benar dan baik, bagi sesama. Satu dengan yang lainnya.

                Mari, jangan berhenti untuk diubah oleh Tuhan untuk terus berpindah dari keburukan ke kebaikan. Atau jika memang sudah baik maka jadilah lebih baik lagi. Untuk sesama dan bagi kemuliaanNya. Ayo jadi sosok yang gampang diajak dihubungi dan bekerjasama. Selalu siap bergandengan tangan dan hati, siap membantu dan menolong orang lain. Membagikan kekuatan dan mendampingi yang lebih lemah. Memberi telinga untuk mendengar dengan hati tulus. Memberi perhatian dan permakluman. Dan bahkan siap melayani dengan nyata. Dalam bentuk yang paling sederhana hingga besar. Sehingga orang-orang di dekat kita boleh tersenyum damai karena kehadiran kita. Ada jalan keluar saat bersama kita. Bahkan diri kita boleh member dan menjadi solusi tersebut. Bagaimanapun dan di manapun juga kapanpun, senang untuk membuat sesama senang. Bahagia karena membahagiakan orang lain. Ada encouragement, yang sesungguhnya berisi juga berbentuk membagikan doa, pujian, juga inspirasi dan bahkan keteladanan ketegaran iman juga sikap yang baik. Sehingga dunia sedikit maupun banyak, tidak menuju kepada keputusasaan. Atau jikalaupun sedang dan sudah, dengan kekuatan Allah saja, dalam terang KasihNya, kita dipakai jadi alat untuk membawa terang. Juga menggarami situasional dan kondisional yang hamper basi. Dan kehidupan kita bersama boleh menuju, hanya menuju kepada kebahagiaan sukacita, Damai Allah. :)




tulisan dan foto: Lusindo Tobing.