11 Maret 2014

Refleksi minggu ketiga Maret 2014



Yohanes 4: 4-14


MEMATAHKAN SEKAT PRASANGKA 
DAN KEBENCIAN






Sekat-sekat itu sangat terasa misalnya di ayat 9: Maka kata perempuan Samaria itu kepada-Nya: "Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?" (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria. Anda tahu mengapa? Karena di mata orang Yahudi, orang Samaria adalah ras yang tidak murni. Dulu, ketika Kerajaan Asyur menghancurkan Kerajaan Israel (Utara), penduduk Samaria dicampur dengan orang-orang dari bangsa jajahan Asyur yang lain. Akibatnya terjadi kawin campur dan sinkretisme agama.

Untuk orang-orang yang dibenci, Tuhan Yesus Kristus sengaja mengunjungi mereka (ayat 4). Inilah sekat-sekat yang dipatahkanNya! Agar Dia dapat menawarkan Air Hidup menghilangkan  dahaga rohani mereka. Melalui percakapan dengan seorang perempuan Samaria yang datang ke sumur Yakub untuk menimba air minum, Tuhan Yesus menawarkan Air Hidup itu kepadanya (ayat 10). 

Air minum hanya melepaskan kehausan sementara karena harus diminum terus-menerus. Air Hidup yang ditawarkan Tuhan Yesus akan menyegarkan jiwa, bukan hanya sementara melainkan sekali diminum akan menjadi mata air yang memancar di kedalaman hati selama-lamanya (ayat 14).

Ya, alur refleksi bahan PA kali ini adalah pembahasan dari “air sumur” ke “Air hidup”. Dari soal air, timba dan sumur ke sosok Kristus, Sang Air Hidup. Dapatkah air sumur, walau setimba banyaknya, melegakan dahaga jiwa dari rasa takut, kuatir, dan duka?  Perempuan Samaria ini memuaskan dahaga jiwanya dengan pengajaran-pengajaran yang benar, dan itu didapatkannya dari Tuhan Yesus Kristus, sang "Air hidup" (ayat 13, 14).  Tuhan benar-benar menampilkan suatu metode penginjilan pribadi yang mengesankan.

Dan seperti perempuan Samaria "haus" ini meresponi tawaran Yesus dengan kerinduan hati yang tepat (ayat 15), begitu jugalah seharusnya orang percaya terhadap pemberitaan firman Tuhan. Mari, bukalah hati untuk menerima siraman "Air Hidup" yang melegakan. Cinta, harta, pangkat, serta kenikmatan tidak dapat memuaskan dahaga terdalam manusia. Hanya Allah yang sanggup memberi kepuasan sejati!

Coba sekali lagi kita perhatikan konteks bacaan Yohanes 4: 4-14. Saat Tuhan Yesus bertemu perempuan Samaria yang ingin mengambil air tadi, saat itu tengah hari. Sebenarnya bukan waktu yang lazim untuk mengambil air. Karena para perempuan biasanya mengambil air pada pagi atau sore hari. Mungkin perempuan itu sengaja datang pada waktu itu untuk menghindari pertemuan dengan perempuan lain. 

Melihat perempuan Samaria itu, Yesus meminta air kepada dia (ayat 6-7). Ini mengejutkan si perempuan (ayat 9). Dia mengenali orang itu sebagai orang Yahudi. Padahal sekali lagi, orang Yahudi menghindari kontak langsung dengan orang Samaria. Lagi pula tak lazim bagi seorang pria terhormat untuk bicara dengan perempuan di tempat seperti itu. 

Namun Yesus tidak menghiraukan ketentuan apapun, termasuk keheranan si perempuan Samaria. Ia mematahkan “pembatas” atau sekat yang ada, lalu malah menawarkan air hidup yang merupakan karunia Allah (ayat 10). Air yang lebih berarti daripada air yang sehari-hari diminum oleh perempuan itu. Tuhan Yesus ingin perempuan itu menyadari adanya kebutuhan rohani yang juga harus dipenuhi. Dan kebutuhan itu hanya bisa diberikan oleh Allah, yang penuh dengan kasih karunia.

Apa yang dimaksud dengan air hidup? Di dalam Perjanjian Lama, Tuhan disebut sebagai sumber air (Yer. 17:13) atau sungai (Mzm. 36:9) yang menjawab kehausan manusia akan Allah (Mzm. 42:2; Yes. 55:1; Yer. 2:13; Zak. 13:1). Yesus berkata bahwa Ia akan menganugerahkan air hidup yang dapat memuaskan kehausan manusia akan Allah. Sang Mesias yang sanggup memuaskan kerinduan jiwa manusia. 

Sumber Air Kasih Sayang yang mengikis berbagai pengkotak-kotakan antar manusia. Bahkan yang akan menghabiskan sekat-sekat prasangka dan kebencian. Tawaran Tuhan Yesus kepada perempuan Samaria ini merupakan tawaran kasih Allah yang diungkapkan kepada semua orang, (termasuk kepada anda dan saya) tanpa sekat-sekat membedakan suku, gender, dan status apapun.

Kombinasi “perempuan” dengan “Samaria” merupakan dua hal yang paling tidak disukai orang Yahudi (ayat 9). Masyarakat di mana ia tinggal juga tampaknya tidak menyukainya. Biasanya kaum perempuan mengambil air pada pagi hari atau sore hari secara bersama-sama. 

Perempuan ini mengambil air sendirian untuk menghindari orang lain (ayat 6). Ia kemungkinan hidup bersama dengan seorang laki-laki tanpa nikah (bisa dibaca ayat 18). Sebagai perempuan yang berasal dari Samaria ia tidak disukai orang Yahudi. Sebagai perempuan dengan moral yang rendah ia tidak disukai masyarakatnya sendiri. Jika demikian siapa yang menerimanya? Tuhan Yesus Kristus!

Tuhan Yesus dengan sengaja melintasi daerah Samaria untuk menemui perempuan yang sesungguhnya membutuhkan air hidup lebih dari air untuk kelangsungan hidup jasmaninya (ayat 4,7). Tuhan Yesus mengambil inisiatif menghancurkan berbagai sekat dengan cara membuka pembicaraan (ayat 8). Meski awalnya perempuan itu tidak memahami arti air hidup yang Yesus tawarkan kepadanya (ayat 10), dengan sabar Tuhan Yesus membimbingnya tiba pada pengertian seperti yang Tuhan maksudkan (ayat 14). 

Coba refleksikan dan renungkan sekali lagi: Tuhan Yesus memperlakukan perempuan dengan baik dan mengangkat derajat dan martabatnya. Ia tidak memberikan perlakuan yang berbeda. Demikianlah seharusnya kita sebagai pengikut dan jemaat Kristus.


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “sekat” sebenarnya berarti: 1. Sesuatu seperti dinding, kerai, untuk membatasi atau memisahkan ruang (menjadi berpetak-petak); 2. Pembatas yang memisahkan dua rongga atau massa jaringan, seperti pada buah, rumah kerang, jantung, dan hidung;  3. Rintangan; alangan; dan sekatan. 

Namun sekat yang sangat dan teramat sangat berbahaya sesungguhnya bukan sekat jasmani sekadar. Tetapi batas, pengkotakan atau sekat hati, sikap pemikiran dan lalu dinyatakan lewat perbuatan membeda-bedakan, angkuh, meremehkan orang lain, menghakimi, lalu ujungnya membenci orang lain atau pihak berbeda, mendendam turun temurun, ekstrimnya bahkan bisa saja membunuh.

Apa yang terjadi dengan hubungan diplomatis antara Negara Singapura dengan Negara Indonesia beberapa waktu lalu misalnya. Yakni soal pemberian nama “Usman-Harun” kepada salah satu kapal perang oleh pemerintah Indonesia (yang juga milik Indonesia). Langsung mendapat kritikan, keprihatinan dan ketidaksetujuan dari Menteri Luar Negeri Singapura, karena faktor sejarah kedua bangsa. 

Berakibat kepada dibatalkannya undangan resmi pemerintah Singapura kepada sekitar 100 orang Indonesia untuk menghadiri satu kegiatan di Singapura. Juga yang terakhir penghapusan “pertemanan” di face book, terlebih menjadi dinginnya komunikasi yang hangat antar kedua Negara selama ini. Itu semua sedikit-banyak memperlihatkan sekat-sekat yang ada. Ada karena memang tidak pernah benar-benar dihilangkan dan ditinggalkan. Atau juga sekat-sekat yang mungkin sengaja dimunculkan kembali.

Sekat-sekat prasangka, apalagi sekat-sekat yang ada karena egoisme, kesombongan dan memelihara kebencian, semua hal seperti itulah yang haruslah dihilangkan. Walau sulit dan sungguh membutuhkan waktu proses yang terus-menerus di kehidupan sehari-hari. Jangan membalas benci dengan  benci, jangan melawan prasangka juga dengan prasangka. 

Tetapi mari, lawanlah dan kalahkanlah semua prasangka, kebencian, dendam dan hal-hal negatif lainnya hanya dengan: Kebaikan karena Kasih. Kasih yang merupakan Allah sendiri di dalam Tuhan Yesus Kristus sebagai “Air Kehidupan” kita bersama. Ingat: Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan! (Roma 12: 21).

Dan mari selalu menjadi saluran Air Kehidupan untuk banyak orang. Terus-menerus di berbagai tantangan sekat demi sekat negatif. Sehingga akhirnya dan lebih lagi: Hati, pikiran dan hidup kita benar-benar dimampukanNya menjadi “mata air”. Dari Sang Air Kehidupan. Yang akan melegakan hati sesama dan sungguh mendamaikan kehidupan bersama orang lain. Di manapun, dalam kondisi bagaimanapun dan sampai kapanpun. 

Seperti penegasan di bagian terakhir dari perikop. Jawab Yesus kepadanya: "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal." (ayat 13-14). Amin.


Tulisan & Foto: Lusindo Tobing.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar